“Kami punya patokan dari keputusan Kepala Disdik Samarinda tahun 2010 lalu. Waktu itu disepakati bahwa tidak boleh lagi pihak sekolah mengangkat guru honor baru tanpa sepengetahuan dan seizin pihak Disdik. Tapi kenyataannya banyak yang melanggar,” ujar Ketua FSPTTH Kota Samarinda, Wahyuddin kepada Samarinda Pos.
Saat itu, lanjut Wahyuddin, jumlah guru swasta ditambah tenaga honor dan PTTH di kota ini hanya berkisar 3.500. Sedangkan pegawaui Tata Usaha (TU) serta tenaga honorer secara kesuluruhan berjumlah 1.500 orang.
“Jadi total secara keseluruhan waktu itu hanya 5.000 orang. Dan saat itu disepakati bahwa tidak boleh ada lagi pengangkatan tenaga guru yang baru,” terangnya.
Namun belakangan, pihaknya mendapatkan data bahwa jumlah guru swasta dan tenaga honor membengkak menjadi lebih dari 6.000 orang. Artinya terjadi penambahan sekitar 1.000 orang selama dua tahun belakangan.
“Nah, 1.000 orang ini yang kita anggap bodong. Karena pengangkatannya melanggar kesepakatan dengan pihak Disdik sebelumnya,” timpalnya.
Tak hanya itu. Wahyuddin bersama rekannya juga menemukan sejumlah kejanggalan berupa pendobelan nama dengan status pekerjaan yang berbeda pada sekolah yang sama. Misalkan guru yang juga merangkap sekaligus sebagai TU.
“Kami yakin, baik Disdik (Dinas Pendidikan, red) maupun BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, red) tidak mempunyai data seperti ini. Hanya kami yang punya. Makanya kami ingin membantu supaya tidak sampai ada pembengkakan biaya untuk pencairan insentif. Ya, minimal tidak terlalu jauh selisih antara data dengan kondisi yang sebenarnya,” tandasnya.
Untuk pendobelan data tersebut, saat ini sudah ditemukan di sekitar lima sekolah. Dipastikan, masih banyak pula sekolah lainnya yang juga melakukan praktik yang sama. Ia meyakini, jika pendobelan itu merupakan kesengajaan dari pihak sekolah.
“Ini ‘kan kesempatan bagi kepala sekolah. Makanya harus kita cek betul-betul. Kalau tidak bisa banyak yang terima dobel,” katanya.
Untuk itu, Wahyuddin menyambut baik tawaran dari BPKAD untuk bisa duduk satu meja dengan pihaknya bersama Disdik. Namun sejauh ini, mereka belum menerima surat undangan dimaksud. Padahal, pertemuan tersebut diharapkan bisa menyelesaikan persoalan yang ada.
“Termasuk soal realisasi pencairan dana insentif. Dari BPKAD katanya sudah di atas 80 persen. Tapi setelah kami cek di lapangan, ternyata belum sampai segitu. Masih banyak yang belum,” tuturnya.
Meski begitu, Wahyuddin juga mengakui banyak kekeliruan. Termasuk soal hambatan di Bank. Di antaranya seperti sekolah TK yang secara keseluruhan masih menggunakan rekening kolektif. Padahal, pencairan harus dilakukan melalui rekening sekolah. Ada pula yang menggunakan rekening pribadi.
“Juga ada yang rekeningnya tidak bisa terbaca oleh pihak Bank. Tapi ini data dari tim kami di lapangan. Alangkah baiknya kita bisa duduk satu meja untuk menyatukan perbedaan pandangan ini,” pungkas Wahyuddin. (yes)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Bayar THR, 3 Perusahaan Bakal Disanksi
Redaktur : Tim Redaksi