GORONTALO- Sekitar 1900 tenaga honorer, imam masjid, guru ngaji, Badan Kerja Takmirul Masjid (BKMT) dan pasukan kuning di Kota Gorontalo mulai Januari 2013 tidak akan menerima insentif lagi. Menyusul diberhentikannya honor atau insentif mereka oleh Walikota Gorontalo Adhan Dambea.
Pemberhentian honor ini dilakukan bersasarkan hasil evaluasi Pemerintah Provinsi Gorontalo terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Gorontalo.
Dalam evaluasi tersebut, Pemprov menyarankan agar anggaran sebesar Rp25 miliar untuk insentif khusus dialiihkan untuk belanja modal. Dan ternyata anggaran tersebut dialokasikan untuk membayar honor tersebut. Akibatnya Pemkot tidak bisa memberikan kepastian akan kelangsungan pembayaran honor-honor tersebut.
Selain itu, anggaran untuk pembangunan terminal Dungingi Kota Gorontalo yang rencananya akan dibangun pada tahun 2013 ini juga digaris.
Walikota Gorontalo Adhan Dambea mengatakan langkah ini terpaksa ditempuh karena dalam rekomendasi tersebut Gubernur menegaskan jika anggaran tersebut tidak dialihkan maka APBD Kota Gorontalo akan dibatalkan.
"Daripada APBD dibatalkan, lebih baik saya ikuti rekomendasi dari gubernur," ujar Adhan kepada Gorontalo Post (Grup JPNN) kemarin.
Memang walikota mengaku dilematis dengan keputusan ini. Di satu sisi jika honor dibayarkan maka APBD tidak akan disetujui, tetapi di sisi lain, jika tidak dibayarkan maka para honorer akan kehilangan penghasilan.
Akibat dari pemberhentian honor ini, maka Rabu (2/1) kemarin para honorer melakukan unjukrasa di depan rumah dinas Gubernur GOrontalo. Mereka memprotes kebijakan pemberhentian honor tersebut. "Kami tidak mau kalau sampai honor atau insentif kami diberhentikan. Walikota maupun gubernur harus bertanggungjawab terhadap hal ini," ujar para honorer ketika mendatangi rumah dinas gubernur kemarin.
Dan ternyata aksi para honorer ini tidak sampai disitu saja. Tetapi hingga pukul 19.00 Wita tadi malam mereka masih tetap berada di Kantor Walikota Gorontalo menunggu kepastian nasib mereka.
"Saya sendiri sudah dua puluh tahun tenaga honor, tapi ini baru pertama kalinya terjadi. Tentunya sangat kecewa, harusnya hal ini tidak terjadi. Harapannya semoga ini cepat selesai," jelas Resti, salah seorang honorer.
Bukan hanya para honorer yang mengaku kecewa dengan keputusan ini. Para guru ngaji, iman masjid juga merasakan hal yang sama. Menurut mereka seharusnya honor yang tidak seberapa jumlahnya tidak perlu dipermasalahkan seperti ini. Dan apa yang telah dilakukan Gubernur Gorontalo hanya bisa melukai hati masyarakat.
"Saya rasa ini sudah masuk ranah politik, seharusnya ini tidak terjadi. Kalau seperti ini masyarakat bukannya simpati, malah akan berbalik tidak senang. Kami sebagai masyarakat berharap Gubernur Gorontalo bisa menjadi Gubernur masyarakat, bukan hanya menjadi Gubernur sekelompok orang saja, karena masyarakat yang rugi," jelas Abdul Muin Mooduto.
Hal serupa diungkapkan Iman Masjid Al Ihlas Padebuolo Ismail Langaso. "Kecewa pastinya, apalagi honor ini tidak seberapa besar. Harusnya honor ini ditambahkan bukan dihilangkan seperti ini. Kami juga menginginkan seperti ini harus seterusnya, hal-hal seperti ini (honor) kami harapkan pemerintah untuk diperjuangkan. Saya rasa prihatin, agak rasa kecewa juga," jelasnya.
Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim kepada wartawan mengemukakan, evaluasi yang dilakukan terhadap APBD Kota Gorontalo dilakukan secara profesional, proporsional dan tentu berdasar ketentuan perundangan yang ada.
"Semuanya dilakukan sesuai ketentuan," kata Wagub, kemarin. Dijelaskanya juga, kalau dalam evaluasi selalu menyesuaikan dengan aturan utamanya Permendagri yang selalu berubah setiap tahun.
"Jelas ada keterpaduan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan Permendagri," jelasnya sembari menambahkan akan mengundang TAPD Pemkot untuk menjelaskan apa yang menjadi hasil evaluasi Pemprov terhadap APBD Kota Gorontalo. "Ini seperti putus komunikasi, sehari dua ini kita akan undang lagi TAPD Pemkot," tandas Wagub.
Senada dengan Idris, Asisten Pemberdayaan Masyarakat Nurlan Darise menambahkan, dalam surat keputusan Gubernur Gorontalo nomor 451/19/XII/2012 tentang evaluasi RAPBD Kota Gorontalo sama sekali tidak menyebutkan atau pun mencoret nomenklatur yang tertuang dalam RAPBD khusus untuk anggaran honorarium non PNS dan insentif.
Yang dilakukan Pemprov adalah memberikan petunjuk berupa penyesuaian dengan nomenklatur yang ada sesuai dengan Permendagri nomor 21 tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Nurlan menjelaskan, dalam nomenklatur yang ada dalam RAPBD Pemkot dituangkan penyediaan anggaran dengan koder rekening akhiran 5.2.1.02.03 untuk honorarium non PNS lainya Pemkot Gorontalo senilai Rp 8,9 Miliar.
"Yang ditegaskan adalah perjelas rincian objek belanja dimaksud dan tujuan belanja dapat dipertanggungjawabkan," tandasnya. Kalau tetap pada nomenklatur yang ada, Nurlan mengatakan kalau APBD Kota Gorontalo seperti gado-gado. "Kita tidak bisa lagi gunakan kalimat lainya seperti itu, itu gado-gado namanya, dan ini aturan yang mengaturnya.
Harus jelas lainya itu untuk apa," terang Nurlan Darise. Demikian pula dengan penyediaan anggaran pada kode rekening akhiran 5.2.1.04 untuk pembayaran insentif khusus lainya senilai Rp 25,7 miliar. Dalam nomenklatur ini memuat tentang insentif para imam masjid, guru ngaji dan tenaga kebersihan kota. Lagi-lagi disebutkan lainya, dan tidak dijelaskan rinci penggunaanya untuk apa.
Pada anggaran dengan akhiran kode rekening 5.2.1.04 tersebut terdapat 16 poin pemberian insentif yang menjadi catatan Pemprov dalam SK hasil evaluasi. Masih kata Nurlan, dari 16 insentif rata-rata memberikan insentif bagi para PNS, itu juga yang menjadi rekomendasi sebab PNS telah diberikan tambahan penghasilan yang tersedia dari anggaran pada kode rekening akhiran 5.1.02 senilai Rp 28,2 Miliar.
"Saya kira tim TAPD Pemkot sudah mengerti dengan hasil evaluasi yang ada," terang Nurlan yang kembali menegaskan kalau Gubernur tidak pernah mencoret atau merekomendasikan menolak pembayaran honor para honorer, imam masjid, upah pasukan kebersihan termasuk guru ngaji.
"Yang perlu kami tegaskan, yang tidak dibolehkan dalam surat keputusan itu adalah pinjaman Pemkot senilai Rp 40 Miliar, itu tidak boleh dan disitu sudah dijelaskan rinci alasan Pemprov tidak meretui anggaran itu.
Sementara itu, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie ketika dihubungi mengatakan apa yang telah dilakukan sudah sesuai dengan kentuan. Ia justeru prihatin adanya aksi massa yang dilakukan para horer bahkan imam masjid, padahal menurutnya dalam evaluasi telah diterangkan jelas apa yang boleh dan tidak bisa dilakukan.
"Jangan benturkan masyarakat, Walikota seperti provokator saja," tandas Gubernur. Ia meminta Walikota untuk fokus pada kepentingan masyarakat, sebab masih banyak urusan kota yang perlu ditangani.
Terkait pernyataan pihak Pemerintah Provinsi Gorontalo tersebut, pemerintah Kota Gorontalo menegaskan untuk opsi atau penjabaran dari APBD yang dimaksud telah dilakukan pada pemaparan program oleh Tim Evaluasi dari pemerintah Kota Gorontalo di hadapan Pemerintah Provinsi beberapa waktu lalu.
Sementara itu, evaluasi dilakukan pada APBD induk, penjabaran atas APBD yang dimaksud akan dilakukan pada Peraturan Walikota (Perwako). Dan hal seperti ini telah berlangsung sejak kepemimpinan Fadhel Muhammad, dan tidak pernah ada masalah seperti ini. (nat/tro)
Pemberhentian honor ini dilakukan bersasarkan hasil evaluasi Pemerintah Provinsi Gorontalo terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Gorontalo.
Dalam evaluasi tersebut, Pemprov menyarankan agar anggaran sebesar Rp25 miliar untuk insentif khusus dialiihkan untuk belanja modal. Dan ternyata anggaran tersebut dialokasikan untuk membayar honor tersebut. Akibatnya Pemkot tidak bisa memberikan kepastian akan kelangsungan pembayaran honor-honor tersebut.
Selain itu, anggaran untuk pembangunan terminal Dungingi Kota Gorontalo yang rencananya akan dibangun pada tahun 2013 ini juga digaris.
Walikota Gorontalo Adhan Dambea mengatakan langkah ini terpaksa ditempuh karena dalam rekomendasi tersebut Gubernur menegaskan jika anggaran tersebut tidak dialihkan maka APBD Kota Gorontalo akan dibatalkan.
"Daripada APBD dibatalkan, lebih baik saya ikuti rekomendasi dari gubernur," ujar Adhan kepada Gorontalo Post (Grup JPNN) kemarin.
Memang walikota mengaku dilematis dengan keputusan ini. Di satu sisi jika honor dibayarkan maka APBD tidak akan disetujui, tetapi di sisi lain, jika tidak dibayarkan maka para honorer akan kehilangan penghasilan.
Akibat dari pemberhentian honor ini, maka Rabu (2/1) kemarin para honorer melakukan unjukrasa di depan rumah dinas Gubernur GOrontalo. Mereka memprotes kebijakan pemberhentian honor tersebut. "Kami tidak mau kalau sampai honor atau insentif kami diberhentikan. Walikota maupun gubernur harus bertanggungjawab terhadap hal ini," ujar para honorer ketika mendatangi rumah dinas gubernur kemarin.
Dan ternyata aksi para honorer ini tidak sampai disitu saja. Tetapi hingga pukul 19.00 Wita tadi malam mereka masih tetap berada di Kantor Walikota Gorontalo menunggu kepastian nasib mereka.
"Saya sendiri sudah dua puluh tahun tenaga honor, tapi ini baru pertama kalinya terjadi. Tentunya sangat kecewa, harusnya hal ini tidak terjadi. Harapannya semoga ini cepat selesai," jelas Resti, salah seorang honorer.
Bukan hanya para honorer yang mengaku kecewa dengan keputusan ini. Para guru ngaji, iman masjid juga merasakan hal yang sama. Menurut mereka seharusnya honor yang tidak seberapa jumlahnya tidak perlu dipermasalahkan seperti ini. Dan apa yang telah dilakukan Gubernur Gorontalo hanya bisa melukai hati masyarakat.
"Saya rasa ini sudah masuk ranah politik, seharusnya ini tidak terjadi. Kalau seperti ini masyarakat bukannya simpati, malah akan berbalik tidak senang. Kami sebagai masyarakat berharap Gubernur Gorontalo bisa menjadi Gubernur masyarakat, bukan hanya menjadi Gubernur sekelompok orang saja, karena masyarakat yang rugi," jelas Abdul Muin Mooduto.
Hal serupa diungkapkan Iman Masjid Al Ihlas Padebuolo Ismail Langaso. "Kecewa pastinya, apalagi honor ini tidak seberapa besar. Harusnya honor ini ditambahkan bukan dihilangkan seperti ini. Kami juga menginginkan seperti ini harus seterusnya, hal-hal seperti ini (honor) kami harapkan pemerintah untuk diperjuangkan. Saya rasa prihatin, agak rasa kecewa juga," jelasnya.
Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim kepada wartawan mengemukakan, evaluasi yang dilakukan terhadap APBD Kota Gorontalo dilakukan secara profesional, proporsional dan tentu berdasar ketentuan perundangan yang ada.
"Semuanya dilakukan sesuai ketentuan," kata Wagub, kemarin. Dijelaskanya juga, kalau dalam evaluasi selalu menyesuaikan dengan aturan utamanya Permendagri yang selalu berubah setiap tahun.
"Jelas ada keterpaduan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan Permendagri," jelasnya sembari menambahkan akan mengundang TAPD Pemkot untuk menjelaskan apa yang menjadi hasil evaluasi Pemprov terhadap APBD Kota Gorontalo. "Ini seperti putus komunikasi, sehari dua ini kita akan undang lagi TAPD Pemkot," tandas Wagub.
Senada dengan Idris, Asisten Pemberdayaan Masyarakat Nurlan Darise menambahkan, dalam surat keputusan Gubernur Gorontalo nomor 451/19/XII/2012 tentang evaluasi RAPBD Kota Gorontalo sama sekali tidak menyebutkan atau pun mencoret nomenklatur yang tertuang dalam RAPBD khusus untuk anggaran honorarium non PNS dan insentif.
Yang dilakukan Pemprov adalah memberikan petunjuk berupa penyesuaian dengan nomenklatur yang ada sesuai dengan Permendagri nomor 21 tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Nurlan menjelaskan, dalam nomenklatur yang ada dalam RAPBD Pemkot dituangkan penyediaan anggaran dengan koder rekening akhiran 5.2.1.02.03 untuk honorarium non PNS lainya Pemkot Gorontalo senilai Rp 8,9 Miliar.
"Yang ditegaskan adalah perjelas rincian objek belanja dimaksud dan tujuan belanja dapat dipertanggungjawabkan," tandasnya. Kalau tetap pada nomenklatur yang ada, Nurlan mengatakan kalau APBD Kota Gorontalo seperti gado-gado. "Kita tidak bisa lagi gunakan kalimat lainya seperti itu, itu gado-gado namanya, dan ini aturan yang mengaturnya.
Harus jelas lainya itu untuk apa," terang Nurlan Darise. Demikian pula dengan penyediaan anggaran pada kode rekening akhiran 5.2.1.04 untuk pembayaran insentif khusus lainya senilai Rp 25,7 miliar. Dalam nomenklatur ini memuat tentang insentif para imam masjid, guru ngaji dan tenaga kebersihan kota. Lagi-lagi disebutkan lainya, dan tidak dijelaskan rinci penggunaanya untuk apa.
Pada anggaran dengan akhiran kode rekening 5.2.1.04 tersebut terdapat 16 poin pemberian insentif yang menjadi catatan Pemprov dalam SK hasil evaluasi. Masih kata Nurlan, dari 16 insentif rata-rata memberikan insentif bagi para PNS, itu juga yang menjadi rekomendasi sebab PNS telah diberikan tambahan penghasilan yang tersedia dari anggaran pada kode rekening akhiran 5.1.02 senilai Rp 28,2 Miliar.
"Saya kira tim TAPD Pemkot sudah mengerti dengan hasil evaluasi yang ada," terang Nurlan yang kembali menegaskan kalau Gubernur tidak pernah mencoret atau merekomendasikan menolak pembayaran honor para honorer, imam masjid, upah pasukan kebersihan termasuk guru ngaji.
"Yang perlu kami tegaskan, yang tidak dibolehkan dalam surat keputusan itu adalah pinjaman Pemkot senilai Rp 40 Miliar, itu tidak boleh dan disitu sudah dijelaskan rinci alasan Pemprov tidak meretui anggaran itu.
Sementara itu, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie ketika dihubungi mengatakan apa yang telah dilakukan sudah sesuai dengan kentuan. Ia justeru prihatin adanya aksi massa yang dilakukan para horer bahkan imam masjid, padahal menurutnya dalam evaluasi telah diterangkan jelas apa yang boleh dan tidak bisa dilakukan.
"Jangan benturkan masyarakat, Walikota seperti provokator saja," tandas Gubernur. Ia meminta Walikota untuk fokus pada kepentingan masyarakat, sebab masih banyak urusan kota yang perlu ditangani.
Terkait pernyataan pihak Pemerintah Provinsi Gorontalo tersebut, pemerintah Kota Gorontalo menegaskan untuk opsi atau penjabaran dari APBD yang dimaksud telah dilakukan pada pemaparan program oleh Tim Evaluasi dari pemerintah Kota Gorontalo di hadapan Pemerintah Provinsi beberapa waktu lalu.
Sementara itu, evaluasi dilakukan pada APBD induk, penjabaran atas APBD yang dimaksud akan dilakukan pada Peraturan Walikota (Perwako). Dan hal seperti ini telah berlangsung sejak kepemimpinan Fadhel Muhammad, dan tidak pernah ada masalah seperti ini. (nat/tro)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Datangkan TNI ke Poso Belum Mendesak
Redaktur : Tim Redaksi