Ribuan Laporan Korupsi di Jambi Masuk ke KPK

Senin, 19 November 2012 – 11:48 WIB
JAMBI– Kasus korupsi di berbagai daerah sudah memasui stadium lanjut. Dari catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak tahun 2004 sampai 2011, setidaknya ada 51.540 aduan atau laportan tindak pidana korupsi (tipikor) yang masuk ke KPK.

Khusus dari Jambi, laporan korupsi yang masuk ke KPK mencapai 1.129 laporan. Volume jumlah pengaduan dari Jambi memang cenderung naik turun. Tapi, pada 2010 dan 2011 trennya naik. Dari 141 aduan pada tahun 2010 menjadi 144 aduan di tahun 2011.

“Dari seluruh aduan itu tidak semua kita tindak lanjuti. Kurang dari 10 persen yang ditangani KPK, selebihnya dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan,”jelas Sekjen KPK Bambang Sapto dalam siaran persnya yang disampaikan kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Minggu (18/11).

Khusus untuk kasus gratifikasi, pada tahun 2012 ini KPK menerima 300 lebih laporan yang melibatkan sejumlah pejabat, mulai dari kepala dinas, Kepala daerah dan anggota DPRD di wilayah Sumatera dan Jawa. Dari total itu, laporan kasus gratifikasi yang paling banyak diterima KPK, yaitu Jawa Barat dengan 300 laporan. Disusul Sumatera Utara dengan 7 laporan, Sumbar 3 laporan dan Jambi 2 laporan.

Menurut Bambang, jika dilihat berdasarkan jabatan, penanganan dugaan tipikor sejak 2004-2001 banyak menjerat pejabat daerah, Bupati/Walikota, dan Gubernur. Pejabat setingkat eselon I, II, dan III, paling banyak terjerat yakni 91 orang.
“Untuk Walikota/Bupati 29 orang, dan Gubernur 8 orang,”katanya.

Bambang menjelaskan,saat ini tindak pidana korupsi yang terjadi bukan melulu karena ketidaktahuan pejabat soal aturan dalam sebuah kegiatan. Menurutnya, celah perbuatan itu justru sudah sangat canggih. Korupsi saat ini terjadi melalui perencanaan yang matang, mulai dari awal hingga akhir. Kerawanan korupsi yang terjadi, salah satunya adalah pada rapat-rapat pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif.
Rekayasa anggaran paling rawan terjadi pada saat pembahasan antara eksekutife-legislatife.

“T indak pidana korupsi saat ini terjadi tidak hanya diujung kegiatan, namun sudah sejak awal pembahasan anggaran yang melibatkan pemerintah melalui Menteri Keuangan, DPR, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dari awal pun pembahasan anggaran ini kadang sudah banyak masalah. Begitupun di daerah, mulai dari DPRD, Bappeda dan Kepala daerah,”katanya.

Di Jambi sendiri, kongkalingkong anggaran antara eksekutif-legislatif mulai dilakukan terang-terangan. Modusnya, legislatif meminta alokasi anggaran hingga Rp 1 M per orang dengan dalih sebagai dana aspirasi. Sebagian anggota DPRD Provinsi Jambi mengakui, bahkan ada yang menyebut nilai itu kurang banyak. Tapi, sebagian lainnya pilih bungkam dan tutup mulut.

Tapi, dugaan itu memang benar adanya, meski sulit untuk dibuktikan. Informasi yang diperoleh Jambi Independent menyebutkan, jatah dewan hingga Rp 1 M tersebut akan diberikan lewat pos bantuan dana hibah. Menurut sumber tersebut, sengaja dipilih pos dana hibah agar tidak menjadi temuan dan sulit terlacak. Bahkan secara hukum penggunaan dana hibah itu sah dan memang tidak menyalahi.

Tahun 2013 mendatang, anggaran untuk dana hibah memang membengkak hingga Rp 345 Miliar. Padahal tahun-tahun sebelumnya, pos dana hibah hanya sekitar Rp 20-30 Miliar. Membengkaknya anggaran dana hibah itu, diduga kuat untuk mengakomodir program aspirasi alias jatah Dewan itu.

Bambang mengatakan, kondisi adanya celah korupsi saat pembahasan anggaran itu memang terjadi hampir di setiap daerah. Makanya,  KPK meminta seluruh elemen masyarakat agar ikut mengawasi proses pembahasan anggaran oleh eksekutif dan legislatif. “Kita perlu melakukan tindakan prefentif sebelum korupsi itu terjadi. Apalagi, modus korupsi saat ini sudah cangih,”ujarnya.

Menurutny a, saat ini KPK dan Kemenpan RB, telah menerapkan program whistle blowing system, yakni suatu pengawasan yang dilakukan bagi instansi. Pola ini melindungi orang-orang yang mengetahui praktik dugaan tipikor yang terjadi di instansi atau lembaga lain agar dilaporkan ke lembaga berwenang.

“KPK sendiri tidak bisa bergerak kalau tidak ada aduan. Dengan pola ini kita akan melindungi pelapor, dan akan memberikan reward. Jadi jangan takut laporkan dan awasi jika ada penyimpangan,”jelasnya.

Sementara itu, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA), buru-buru membantah ketika ditanya soal adanya kongkalingkong anggaran antara eksekutif-legislatif. Berkali-kali dia menegaskan bahwa dana aspirasi itu diharamkan. Tapi, dia membenarkan adanya peningkatan jumlah alokasi dana hibah yang mencapai angka ratusan miliar.

“Dewan hanya menyampaikan aspirasi, tapi nantinya akan kita cek ke lapangan apakah betul penggunaan dana hibah itu,” ujarnya, usai menghadiri pelantikan pengurus Perbakin Jambi di Hotel Grand Abadi, Jumat lalu(16/11).

Menurut HBA, membengkaknya pos dana hibah itu wajar. Sebagian dana itu dialokasikan untuk samisake dan program di daerah yang bukan menjadi tanggung jawab Pemprov Jambi. “Misalnya, untuk jalan sarana produksi. Sebenarnya bukan tanggung jawab kita, tapi jika untuk kesejahteraan masyarakat dan petani, kenapa tidak,” jelasnya.

Tahun depan, 131 kecamatan akan mendapatkan masing-masing Rp 1 miliar dari pos dana hibah itu. “Jadi totalnya Rp 131 miliar, tambah lagi untuk proyek yang sifatnya kita hanya membantu masyarakat yang ada di kabupaten/kota,”katanya.

Pemprov Jambi sudah menyampaikan nota pengantar KUA PPAS APBD Tahun 2013 ke DPRD Provinsi Jambi, Senin (12/11). Dalam paripurna itu disebutkan, anggaran belanja hibah sebesar 27,26 persen dari belanja tidak langsung, jika dihitung angkanya lebih dari Rp 345 miliar.
Dalam pidato pengantarnya, HBA mengatakan, APBD Provinsi Jambi diusulkan meningkat menjadi Rp 2,586 triliun dengan alokasi belanja langsung sebesar Rp 1,306 triliun dan belanja tidak langsung sebesar Rp 1,280 triliun. “Komposisi belanja tidak langsung Rp 1,280 triliun setara dengan 49.51 persen dari total APBD,” kata gubernur.

Rinciannya, yakni komposisi belanja pegawai 37.52 persen, belanja hibah 27.26 persen, belanja bantuan sosial 2.77 persen, belanja bagi hasil 20.77 persen, belanja bantuan keuangan 11. 45 persen, serta belanja tidak terduga 0.23 persen. “Memang sebaiknya 60-40 persen antara belanja langsung dan tidak langsung. Itu kita usahakan ke depan, tapi belanja hibah itu termasuk proyek fisik,” tambahnya.(mui)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Obat Jamkesmas Habis

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler