jpnn.com, KHARTOUM - Puluhan jenazah, baik tentara maupun warga sipil, bergelimpangan di jalan-jalan di Sudan, terutama di wilayah konflik seperti Khartoum, Bahari, dan Omdurman hingga menimbulkan ketakutan akan bencana kesehatan masyarakat
Sejumlah saksi mata mengatakan kepada Anadolu, Selasa (15/8), bahwa baik jasad warga sipil maupun tentara tidak dikuburkan di Khartoum akibat perang yang masih berlangsung antara militer Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF).
BACA JUGA: Dubes Sudan Perkirakan Mahasiswa Indonesia Bisa Kembali dalam Beberapa Bulan
Alasan lain adalah karena tempat-tempat jenazah yang berserakan itu juga berdekatan dengan lokasi-lokasi pengeboman.
Pembusukan jasad mulai terjadi karena jenazah-jenazah berada di ruang terbuka selama berhari-hari dan warga tidak dapat melaksanakan pemakaman yang layak.
BACA JUGA: Utusan PBB Sebut Konflik di Sudan Sudah Mengabaikan Norma
Keadaan tersebut meningkatkan bahaya penyebaran penyakit di negara Afrika utara itu, yang dilanda perang antara dua pasukan sejak April tahun ini.
Komite Pusat Tenaga Kesehatan, organisasi nonpemerintah Sudan, pada Minggu (13/8) mengeluarkan peringatan mengenai risiko lingkungan yang ditimbulkan pembusukan jasad di jalanan akibat perang beserta dampaknya pada kesehatan dan lingkungan.
BACA JUGA: Hidup Mencekam Selama Perang Sudan, Mahasiswa NTB Pulang Langsung Peluk Erat Ibunda
"Ada permasalahan mempengaruhi kesehatan lingkungan akibat jenazah-jenazah yang ditinggalkan di tempat semula, terutama sejak beberapa di antaranya mulai memasuki masa pembusukan," menurut situs Sudan Tribute, yang mengutip Kepala Komite Pusat Tenaga Kesehatan Hiba al-Makki,
Dia mendesak bahwa “situasi ini membutuhkan penanganan sesuai dengan protokol kesehatan masyarakat dalam keadaan darurat.”
Organisasi kemanusiaan berbasis di London, Save the Children International, sebelumnya melaporkan bahwa ribuan jenazah membusuk di jalan-jalan Khartoum akibat kamar mayat tidak mampu mengawetkan jenazah, juga karena dampak daya yang tidak menentu pada sistem pendingin.
Pertempuran intens telah terjadi selama lebih dari 100 hari antara militer dan RSF, khususnya di wilayah strategis di sekitar ibu kota dan bagian barat negara itu.
Selama konflik, yang berlangsung sejak April, lebih dari tiga ribu jiwa tewas. Selain itu, puluhan ribu orang terluka dan mpat juta orang mengungsi. Sebagian besar kekerasan terjadi di sekitar ibu kota. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif