Ribuan Nelayan Tak Melaut

Rabu, 08 Agustus 2012 – 10:35 WIB
GEBANG- Ribuan nelayan yang ada di Kecamatan Gebang menganggur alias tidak melaut selama dua minggu terakhir ini. Hal itu terkait kencangnya angin yang berhembus pada akhir Juli hingga awal Agustus 2012. Data Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Kabupaten Cirebon menyebutkan, ada 1.320 nelayan di Kecamatan Gebang yang berhenti melaut alias menganggur.

"Sekarang ini angin sangat kencang dan diperkirakan sulit kembali normal. Mau tak mau nelayan berhenti melaut. Atau jika memang memaksakan diri, bisa melaut pada waktu tertentu saat angin tidak terlalu kencang alias siang hari," tutur Sekretaris Jenderal DPP SNI, Budi Laksana, Selasa (7/8).

Untuk mengantisipasi terjadinya penurunan kesejahteraan nelayan, pihaknya memberlakukan iuran para anggota SNI di Kabupaten Cirebon, termasuk Kecamatan Gebang. Iuran itu, kata dia, dimanfaatkan oleh anggota SNI sendiri dengan cara dipinjamkan untuk keluarga nelayan. "Nilainya sekitar Rp1 juta per anggota. Ini untuk mencegah terjadinya penurunan dari sisi ekonomi nelayan," terang Budi.

Pria yang akrab disapa Butet ini memperkirakan kondisi angin di wilayah pantura Jawa Barat akan kembali normal pada bulan September 2012. "Paling tidak, maksimalnya akhir bulan Agustus 2012 angin sudah berhenti. Karena biasanya, setiap bulan Juli-Agustus itu terjadi perputaran angin di Samudera Hindia lalu terbawa ke Pula Jawa," kata dia.

Sementara Ketua SNI Kabupaten Cirebon Ribut Bachtiar mengakui kalau para nelayan di Kecamatan Gebang kebingungan untuk melaut karena angin yang sangat kencang. "Kalau melaut juga percuma. Kita sudah bawa-bawa perlengkapan tapi hasil tangkapan tidak ada. Ikan juga sekarang lagi sepi karena faktor cuaca ini," tuturnya. Lalu bagaimana para nelayan mengantisipasi problem tersebut" Menurut Ribut, para nelayan cenderung mengubah profesi dengan membetulkan perahu masing-masing. Ada juga yang menjadi pemulung, bahkan ada yang hanya menganggur di rumah.

Meski hasil tangkapan menurun, Ribut mengatakan bahwa para nelayan masih berjualan. "Artinya, intensiitas jenis tangkapan menurun. Misalnya, kalau tidak ada angin, produksi rajungan melimpah. Tapi sekarang sedikit, itupun harganya mahal sekali hingga Rp50 ribu per kilogram. Jadi, bagi yang ingin mencari jenis ikan, nelayan masih tetap berjualan," kata dia.

Sementara itu, akibat kemarau, sejumlah petani bawang yang ada di Desa Beringin, Kecamatan Pangenan, terancam mengalami kerugian besar. Pasalnya, tanaman bawang mereka yang baru berumur 1 bulan tidak mendapatkan pasokan air dengan baik. Salah seorang petani setempat, Amak, mengaku sebanyak 12 hektare tanaman bawang yang ada di Desa Beringin tidak terairi dengan baik karena kekurangan pasokan air.

Sejatinya, kalau pasokan air itu lancar, dalam jangka waktu satu bulan, tanaman bawang sudah bisa tumbuh sekitar 5 sampai 10 cm. Tapi, karena jarang disiram dengan air, kondisinya menjadi kerdil. "Jika hal ini terus dibiarkan tanaman akan mati dan petani bisa rugi besar," katanya.

Melihat kondisi itu, sejumlah petani bawang berencana mengeruk pinggiran Sungai Cimanis Bangka Deres dengan alat berat agar air yang melimpah di sungai tersebut bisa dialirkan ke areal tanaman bawang. "Rencana kami akan sewa beko untuk mengeruk pinggiran sungai demi mendapatkan pasokan air, terangnya. (mid/jun)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Waspada! Banyak Jalur Mudik Rawan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler