Stella asal Jakarta sudah mengajukan 'exemption' atau izin pengecualian untuk bisa masuk ke Australia kurang lebih sebanyak 30 kali.
Mahasiswa S-1 University of Sydney ini sudah mengajukannya sejak awal Juli agar ia bisa bertemu dengan pasangannya dan melanjutkan kuliahnya.
BACA JUGA: Tak Ada Penularan COVID-19 di Vietnam Dalam Dua Minggu. Apa yang Bisa Dipelajari?
Hingga saat ini, Australia masih menutup perbatasannya untuk mencegah kedatangan orang yang bukan berstatus warga negara dan 'permanent residence' (PR).
Warga asing harus mengajukan izin pengecualian untuk masuk ke Australia yang kini jumlahnya ada ratusan ribu permintaan.
BACA JUGA: Melbourne Diminta Tak Longgarkan Lockdown Meski Penularan COVID-19 Menurun
"Saya mengajukan karena pasangan saya ada di sana dan kami sudah terpisah dari Desember 2019," ungkap Stella kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia. Photo: Hampir setiap hari sejak bulan Agustus, Stella mengajukan permohonan pengecualian untuk dapat terbang ke Australia. (Koleksi pribadi)
BACA JUGA: Banyak Perempuan Indonesia Jadi Tulang Punggung Saat Pandemi COVID-19
"Pasangan saya tidak bisa terbang ke Indonesia karena tutup perbatasannya, selain itu dia juga bekerja penuh waktu … dan harus bekerja secara fisik, tidak bisa online."
Sejak Maret lalu, Stella tinggal di Jakarta bersama keluarganya dan mengikuti kuliah online.
Namun ia mendapatkan informasi soal kemungkinan masuk ke Australia dengan mengajukan 'exemption' dari sebuah grup di Facebook.
Stella kemudian mendaftar hingga beberapa kali dan mulai bulan Agustus kemarin ia juga menambahkan dokumen pelengkap.
Setelah mencoba sampai hampir 30 kali, ia masih juga belum mendapatkan kabar baik dari imigrasi Australia.
Menurutnya, usia muda dari hubungan mereka, ditambah lemahnya bukti merupakan beberapa sebab penolakan.
"Jujur saja saya sama pasangan saya sudah join bank account [memiliki rekening bank bersama], dan kalau membicarakan komitmen dan lain-lain dokumen kami semua lengkap," tutur Stella.
"Satu hal yang tidak ada itu bukti tinggal satu rumah, dan itu yang agak susah karena kita secara budaya, Indonesia, tidak boleh tinggal dengan pasangan sebelum nikah." Photo: Muhammad Ilman mendapatkan izin pengecualian ke Australia untuk melanjutkan pekerjaannya di pabrik daging Queensland. (Koleksi pribadi)
'Pintar mengolah kata'
Sementara Muhammad Ilman, pemegang Work and Holiday Visa (WHV) mendapatkan izin pengecualiannya setelah mencobanya 13 kali.
Sejak pertengahan Juli, ia mengajukan permohonan tersebut dengan alasan bekerja di sektor 'critical skills' atau keterampilan penting, khususnya di bidang produksi makanan.
Menurutnya, di samping dokumen yang lengkap, pendaftar harus dapat meyakinkan petugas alasan mereka perlu diberikan izin ke Australia.
"Kalau menurut saya ada berkas pun tidak cukup," kata Ilman kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.
"Karena kasus teman-teman lain begitu, alasannya kuat, ada dependant [pihak yang bergantung pada mereka], terpisah dari anak, tapi tetap tidak diterima." Photo: Satu hari setelah menerima lampu hijau dari ABF, Ilman (kanan) terbang ke Sydney, meninggalkan istri dan anaknya di Taiwan. (Koleksi pribadi)
Untuk meyakinkan petugas, Ilman memohon surat dukungan dan kontrak bekerja dari perusahaannya, hingga surat rekomendasi dari anggota parlemen atau dewan di Queensland.
"Alasan paling kuat karena ada keluarga ya. Maksudnya ada waktu, dikasih kesempatan untuk ke Australia ya harus digunakan. Karena mencari nafkah untuk istri dan anak saya," kata dia.
Setelah mencoba selama satu bulan, ia akhirnya menerima kabar jika pengecualiannya telah dikabulkan tanggal 15 September dan berangkat ke Sydney keesokan harinya.
Saat dihubungi ABC Indonesia, Ilman sedang menjalani karantina wajib selama 14 hari sebelum terbang ke Queensland pada pekan depan.
Ia menjelaskan kunci dari keberhasilannya adalah tetap mencoba dan memperhatikan kata-kata yang digunakan saat menuliskan pernyataan sebanyak 1.000 kata.
"Pintar juga mengolah kata, tidak harus seperti menulis tes IELTS, tapi yang penting bahasanya sederhana dan pesannya tersampaikan dan meyakinkan," kata Ilman yang pada awalnya mengaku sempat menyerah. Photo: Eveline sempat mengunjungi pasangannya, Gary Shaw sebelum Australia menutup perbatasan satu bulan setelah kepulangannya ke Indonesia. (Koleksi pribadi)
Mendapat bantuan agen
Warga Indonesia lain yang menerima pengecualian masuk ke Australia adalah Eveline Yulianti yang mau bertemu dan menikah dengan pasangannya di Australia.
Mereka telah menjalin hubungan jarak jauh antara kota kecil Collinsville di Queensland dan Surabaya selama hampir dua tahun.
Eveline mengaku sempat mengajukannya hingga lima kali, sebelum akhirnya izin pengecualian dikabulkan awal September lalu,
Persyaratan yang tertulis di situs Kementerian Dalam Negeri Australia sudah ia penuhi, namun setelah mengaku putus asa, Eveline akhirnya mengeluarkan uang sebesar AU$200 (Rp2,1 juta) untuk menggunakan jasa agen.
"Agen saya minta semua percakapan [dengan pasangan] dari awal sampai akhir, log [daftar rincian] panggilan video, foto barang-barang yang pernah kami berikan kepada satu sama lain," ungkapnya. Photo: Australia sudah membuka aplikasi izin pengecualian ke negara tersebut sejak penutupan perbatasan 20 Maret lalu. (ABC News: Dean Faulkner)
Selain itu, ia dan pasangannya meminta teman-teman mereka untuk mengisi Form 888, sebagai bentuk testimoni dan saksi atas hubungan mereka berdua.
Ia pun menyertakan surat pertanda dapat bertahan hidup secara keuangan dan bukti sewa rumah pasangannya.
Eveline mengaku tidak menyangka jika kemudian ia mendapatkan izin pengecualian untuk datang ke Australia.
"Saya sampai speechless [tidak dapat berkata-kata]," katanya.
Berita tersebut membawa kebahagiaan tersendiri setelah selama lima bulan merasa tertekan karena ketidakpastian.
"Waktu belum tahu ada exemption itu stressnya minta ampun. Tidak jelas ini mau ketemu kapan, ke depannya bagaimana. Serba tidak jelas," kata Eveline yang bekerja sebagai agen biro perjalanan di Indonesia.
"Exemption juga sudah tahu caranya, ditolak. Setiap ditolak [saya] nangis."
Kini, ia tengah bersiap untuk berangkat ke Australia tanggal 29 Oktober, menjalani karantina di Perth, sebelum terbang ke Queensland 14 hari kemudian dan bertemu pasangannya. Apakah proses seleksi "tidak konsisten"?
Hingga 31 Agustus 2020, Petugas Perbatasan Australia (ABF) mencatat ada 109.743 permintaan izin pengecualian masuk ke Australia, dengan satu orang dapat mengajukan berkali-kali.
Sebanyak pengajuan dari 16.860 warganegara asing telah diterima, sementara 6.100 lainnya ditolak.
Penolakan pemberian izin pengecualian dan proses seleksi menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang yang mengajukannya, termasuk Stella yang membacanya sendiri dari cerita orang-orang di sebuah grup Facebook.
"Saya dan pasangan saya sangat frustasi melihat banyak orang yang harusnya diberi pengecualian, tapi tidak dapat, contohnya ibu-anak dan suami-istri yang terpisah," kata dia. Photo: Australian Border Force mengatakan pedoman keputusan pemberian izin terus menerus direvisi. (Supplied: ABF)
"Sedangkan ada beberapa orang yang kenal baru beberapa bulan, melebih-lebihkan cerita mereka, eh malah dapat pengecualian," katanya lagi.
"Ini membuktikan bahwa mereka [ABF] itu sangat tidak konsisten. Jadi kami bingung harus bagaimana lagi."
Kepada ABC Indonesia ABF mengatakan pedoman seleksi izin pengecualian direvisi "secara teratur".
"Setiap kasus unik dan dipertimbangkan berdasarkan informasi yang tersedia di aplikasi, beserta bukti pendukung yang ditambahkan," ungkap juru bicara ABF.
"Peninjauan keputusan dengan kualitas terjamin terus dilakukan untuk memastikan keputusan dibuat secara konsisten."
Laporan tambahan oleh reporter politik Matthew Doran.
Ikuti berita seputar pandemi di Australia lainnya di ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Kesamaan Cerita dari Para Pekerja COVID-19 di Australia dan Indonesia