Ribuan pemburu diskon memenuhi pertokoan di seluruh penjuru di Australia saat Boxing Day, sehari setelah Natal. Transaksi dalam sehari saja diperkirakan akan mencetak rekor. Baca juga: Pemuda Indonesia pilih bekerja di pertokoan saat musim liburan di Australia Warga Muslim Palestina di Gaza membuat dekorasi Natal untuk umat Kristen Fakta-fakta seputar kebakaran hutan Australia di akhir 2019

 

BACA JUGA: Klasemen Liga Inggris Jelang Boxing Day dan Catatan Unik Kane

Padahal menjelang Natal yang lalu, tingkat belanja termasuk yang terburuk.

Warga sudah antusias menunggu di depan pusat-pusat pertokoan di seluruh Australia, yang baru dibuka pada pukul 5 subuh (26/12).

BACA JUGA: Kaesang Tak Terima Jokowi Seperti Itu

Jenny Penev, salah satu warga di Melbourne, bahkan mengaku kalau ia dan temannya sudah tiba di kawasan Bourke Street sejak dini hari, agar bisa jadi yang pertama masuk toko.

"Kita sudah melakukannya sejak beberapa tahun sebelumnya, jadi sudah seperti tradisi," katanya kepada ABC.

BACA JUGA: Mensos Merayakan Natal, Sejumlah Menteri Hadir

Photo: Pemburu diskon sudah mengantri di depan pertokoan David Jones sejak dini hari. (AAP: Bianca De Marchi)

 

Tapi menurut Jenny, suasana pusat pertokoan "tidak sesibuk" tahun-tahun sebelumnya.

Gwen Florencia Ali, seorang warga Melbourne asal Indonesia yang memilih bekerja di musim liburan, mengatakan toko-toko lebih banyak membutuhkan tenaga kerja saat Boxing Day dengan bayaran lebih mahal.

Asosiasi Ritel di Australia (ARA) mengatakan pemotongan pajak dan suku bunga yang turun telah gagal menggairahkan nilai belanja, bahkan nilainya menjelang Natal disebut-sebut yang terendah dalam sebelas tahun terakhir.

Daya tarik diskon besar-besaran menjadi alasan kuat seorang warga asal Geelong, Wendy Norris, untuk bangun jam 03:00 pagi dan pergi ke pusat kota Melbourne bersama keluarganya. External Link: Suasana Boxing Day di Australia

 

"Kita ingin mendapat semua diskon dan juga merasakan pengalamannya," kata Wendy.

"Ibu kami tidak suka kalau kalah cepat," kata James, anak Wendy.

Sementara itu di Sydney, salah satu warga yang sedang mencari pakaian untuk malam tahun baru, mengatakan datang langsung ke toko memberikan kepastian lebih daripada belanja online.

"Belanja online butuh pengiriman, jadi saya belum tentu mendapatakannya sekarang, dan kalau kita datang lebih awal, hampir tak ada kerumunan," katanya. Photo: Suasana di pertokoan DFO South Wharf, Melborune yang dipenuhi pengunjung. (ABC News: Patrick Rocca)

 

Russel Zimmerman dari ARA mengatakan kebakaran hutan dan kekeringan yang menerjang Australia baru-baru ini sangat mempengaruhi penjualan.

Menurutnya, kepopuleran musim belanja saat 'Black Friday' dan 'Cyber Monday' telah mengubah tingkat belanja menjelang Natal.

"Sepertinya kita akan melihatnya lebih banyak dalam beberapa tahun ke depan. Kita memperkirakan belanja online akan naik dari sekitar 7 persen menjadi 15 persen dalam beberapa tahun ke depan," ujarnya.

ARA juga memperkirakan nilai belanja warga Australia setelah Natal hingga 15 Januari mendatang akan mencapai AU$ 18,72 miliar, atau lebih dari Rp 181 triliun.

Sementara menurut Asosiasi Ritel Nasional (NRA), nilai keseluruhan belanja di Australia untuk sehari Boxing Day saja akan mencetak rekor hingga AU$ 2,6 miliar, atau lebih dari Rp 25 triliun.

Ikuti laporan menjelang akhir tahun di Australia hanya di ABC Indonesia dan bergabunglah bersama komunitas ABC Indonesia di Facebook.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dimas Akira Mengeluarkan Barang dari Saku Celananya, Sheila Marcia Kaget

Berita Terkait