Ribuan Perusahaan Outsourcing Bakal Tutup

Rabu, 20 Februari 2013 – 05:45 WIB
JAKARTA - Perusahaan jasa alih daya (outsourcing) tidak mumpuni siap-siap tersingkir. Pemberlakuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) nomor 19 tahun 2012 akan menjadi seleksi alam sehingga diperkirakan lebih dari 50 persen dari total pelaku bisnis ini kolaps.
   
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI Jamsos) Kemenakertrans, R. Irianto Simbolon, mengatakan bahwa peraturan tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain ini akan efektif pada 15 November 2013. Masih ada waktu bagi semua pihak terkait terutama perusahaan outsourcing itu sendiri untuk memenuhi ketentuan.
   
Hanya saja disadari bahwa tidak semua pihak bisa melakukannya. Hanya perusahaan yang memiliki kemampuan baik dari sisi sumber daya manusia maupun financial saja yang sanggup beradaptasi dan bertahan. Perusahaan tidak kompeten dipastikan tutup dan jumlahnya diyakini bisa mencapai 50 persen.

"Saya rasa sebanyak (50 persen) itu (tutup usaha), bisa saja. Tetapi kan ini baik karena untuk kepastian bisnis dan pekerja agar lebih aman," ujarnya, kepada Jawa Pos, Selasa (19/2).
   
Kemenakertrans mencatat sampai dengan akhir tahun lalu terdapat sebanyak 6.239 Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah pekerja di bawahnya sebanyak 338.505 orang.

Meski begitu, kata Irianto, tidak sedikit perusahaan outsourcing ini mulai melakukan penyesuaian dengan peraturan yang segera berlaku. Mereka lah perusahaan yang memang menjunjung tinggi peraturan dan memiliki niat untuk bertahan.

"Kita masih terus melakukan evaluasi dan sosialisasi sampai ke daerah-daerah. Pembinaan terus kita lakukan," akunya.

Masih banyak perusahaan outsourcing di daerah belum berbadan hukum dan mulai memeroses untuk memiliki salah satu persyaratan itu. Dari proses itu akan terseleksi juga kadar kemampuan secara finansial, manajerial, dan motif usaha sesungguhnya.

"Langkah ini perlu dilakukan sebab nantinya menjadi lebih tertib, rapi, sehingga permasalahan outsourcing ini kami yakin jauh berkurang. Pada prinsipnya memang dalam rangka perlindungan kepada pekerja dan perusahaan (pengguna jasa outsourcing)," yakinnya.

Staf Khusus Menakertrans, Dita Indah Sari, juga meyakini potensi bangkrut perusahaan outsourcing itu sangat tinggi. Sebab selain peraturan baru ini ada tekanan dari kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

"Tetapi berapapun perusahaan outsourcing yang nanti sanggup bertahan, bukan itu intinya sebab tidak bisa dipatok angka idealnya berapa. Yang lebih penting penekanannya adalah tentang peningkatan pengawasan, itu yang mau diperketat. Selama ini banyak perusahaan (outsourcing) mau enaknya saja karena izin usaha gampang, kerja enak, untungnya banyak. Mereka tidak akan bertahan," tuturnya kepada Jawa Pos, kemarin.

Dita menegaskan bahwa pasar bagi perusahaan outsourcing sebenarnya sangat tinggi. Ada begitu banyak perusahaan membutuhkan tenaga kerja melalui penyedia jasa itu.

"Maka sebenarnya kalau mereka (perusahaan outsourcing) sungguh-sungguh ingin melaksanakan mekanisme bisnis dengan baik mereka akan berjuang untuk bertahan," tegasnya, kepada Jawa Pos, kemarin.

Ada empat pilihan yang bisa ditempuh. Pertama melakukan penyesuaian dengan aturan yang ada karena tenggat waktu tersisa masih lama. "Jadi misalnya dari sisi administrasi, manajemen, akuntansi, pembiayaan, dan sebagainya, segera dipenuhi. Perusahaan yang bonafit dan selama ini menjalankan usahanya dengan baik pasti pilih opsi pertama ini," ulasnya.

Atau pilih jalan kedua yaitu melakukan negosiasi dengan perusahaan inti (pemakai jasa) untuk menggeser status pekerja outsourcing menjadi perusahan pemborong sehingga pekerjanya dikontrak oleh perusahaan inti. Opsi ketiga adalah meminta kepada perusahaan inti untuk langsung mengontrak para pekerja yang ada di bawah naungan perusahaan outsourcing itu. "Tetapi ini memungkinkan jika jumlahnya tidak terlalu banyak," kata Dita.

Pilihan terakhir yang paling dihindari adalah perusahaan outsourcing itu angkat bendera putih dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). "Pemerintah sudah pertimbangkan bahwa hanya ada lima jenis usaha yang boleh pakai outsourcing dan di bidang itu memang yang paling membutuhkan," ungkapnya.(gen)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Diminta Seriusi Dugaan Kriminalisasi Kasus

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler