Ribuan Petani Butuh Jembatan

Senin, 11 Maret 2013 – 10:15 WIB
SOLSEL--Ribuan petani di Nagari Pauh Duo Nan Batigo, Kecamatan Pauhduo, Kabupaten Solok Selatan membutuhkan jembatan, sebagai akses menuju lahan pertanian mereka yang terletak di kawasan Paninjauan. Puluhan tahun masyarakat di sana terpaksa menyeberang sungai untuk mengangkut hasil tani. Bila air sungai besar atau lagi musim hujan, ekonomi masyarakat benar-benar lumpuh.

Pantauan Padang Ekspres (Grup JPNN), Minggu (10/3), setelah 68 tahun Indonesia merdeka, kondisi tersebut tak kunjung berubah. Petani di Nagari Pauh Duo Nan Batigo tetap kesulitan mendongkrak ekonomi mereka, karena infrastruktur paling penting tak dibenahi.

Damhuri dan Amdani warga setempat mengatakan bahwa nasib petani di sana sungguh miris. Ketika hendak mengangkut hasil tani dari ladang dan sawah seperti kelapa, karet, padi, cokelat, jeruk dan sebagainya mereka terpaksa menjunjungnya di atas kepala. Dengan beban yang begitu berat, para petani mesti menyeberangi sungai selebar 17 meter.

"Beberapa waktu lalu ada masyarakat kita yang memikul padi, saat menyeberang ia tergelincir dan padinya hanyut," kenang Damhuri yang juga mantan kepala Jorong Paninjauan.

Kesusahan yang dialami petani tidak hanya sampai di situ. Bila musim hujan dan debit air sungai tinggi, petani terpaksa meliburkan diri. Walau begitu, ada juga yang nekat pergi ke ladang, tentu dengan konsekuensi, menghadang bahaya.

Buruknya akses menuju ladang dan sawah masyarakat juga menyebabkan harga komiditi pertanian semakin tertekan. Sebut saja harga karet. Bila harga karet di pasaran Rp 8.000 per kilo, maka harga karet di tingkat petani yang dijual di areal ladang hanya berkisar Rp 4.000-5.000 per kilo. Kondisi ini tentu sangat memukul perekonomian petani.

"Mau bagaimana lagi, untuk mengangkut karet dari ladang, susahnya minta ampun. Itulah sebabnya harganya jatuh," tambah Amdani.

Tokoh masyarakat Nagari Pauh Duo Nan Batigo Jalinus menuturkan, 80 persen masyarakat Pauh Duo Nan Batigo mata pencahariannya adalah bertani. Pada umumnya, lahan pertanian mereka terletak di Paninjauan. Ekonomi masyarakat sangat tergantung pada akses jalan dan jembatan untuk menuju tempat beraktivitas.
"Harapan masyarakat, jembatan dan jalan usaha tani yang menjadi sarana paling urgen untuk beraktivitas hendaknya mendapat perhatian," imbuh Jalinus.

Kepala Jorong Paninjauan, Harmaini mengungkapkan, kebutuhan jalan dan jembatan menuju areal sawah dan ladang masyarakat sudah berkali-kali disampaikan lewat Musrenbang. Namun hingga kini belum juga terkabul. Padahal, ketersediaan infrastruktur tersebut merupakan kebutuhan masyarakat di lima jorong seperti Taratakbukareh, Paninjauan, Pakansalasa, Tubo Sungaiduo.

"Di areal itu terdapat sedikitnya 150 hektare kebun karet, sawah sekitar 30 hektare, dan puluhan hektare tanaman lainnya," terang Harmaini sambil menunjuk ke arah ladang dan sawah yang harus dicapai dengan menyeberang sungai.

Dia menjelaskan, pada 2010, melalui swadaya masyarakat serta bantuan donatur, pernah dibangun jembatan untuk lalu lintas petani. Namun 1,5 tahun kemudian, jembatan kayu itu roboh diterjang air bah.

Anggota DPRD Solsel Mukhlis yang juga warga Pauhduo mengharapkan pembangunan jembatan dan peningkatan akses jalan usaha tani mendapat perhatian. Sebab, majunya perekonomian ribuan masyarakat petani di sana sangat tergantung pada ketersediaan infrastruktur. "Masyarakat tentunya berharap adanya pembangunan jembatan yang permanen di sini. Saya sendiri pun pernah merasakan, bagaimana beratnya menjunjung buah kelapa dari ladang untuk di bawa pulang. Tidak bisa diangkut dengan gerobak, karena harus menyeberang sungai," kenangnya. (sih)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Umat Hindu Upacara Melasti

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler