JAKARTA- Kelangkaan daging sapi di Jakarta, berimbas buruk pada ribuan usaha pengolahan daging bakso di ibu kota. Tak tanggung-tanggung, usaha bakso skala menengah ke bawah mengalami penurunan omset penjualan bakso hingga 70 persen. Sayangnya, PD Dharmajaya selaku pemasok daging sapi tak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Salah satu industri pengolahan bakso yang mengalami penurunan omset cukup drastis adalah Usaha Dagang (UD) Husada Sari Rasa yang berada di kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) Blok F No. 15-20, Pulogadung, Jakarta Timur. Industri rumahan yang setiap harinya memasok bakso untuk pedagang bakso gerobakan atau kaki lima ini, nyaris gulung tikar karena produksinya terus menurun. “Usaha saya sudah kembang kempis sekarang. Omset menurun hingga 70 persen. Harga daging naik 35 persen, tapi kami tidak bisa menaikkan harga bakso 35 persen. Akhirnya kami mengurangi kualitasnya,” kata Tatat, pemilik UD Husada Sari Rasa kepada wartawan kemarin (13/4).
Menurut Tatat, ia mendirikan usaha pengolahan daging menjadi bakso sejak 2001. Selama ini, usahanya berjalan lancar dengan 150 karyawan yang mampu mengolah 1,5 ton daging per hari menjadi sebanyak 400 ribu bakso per hari. Jam kerja untuk memproduksi bakso yang dipasarkan ke pasar-pasar tradisional dan supermarket ini biasanya bisa mencapai jam 20.00 malam setiap harinya.
Dengan harga jual bakso mulai dari Rp100 per butir hingga Rp400 per butir, industrinya bisa mendapatkan omset sekitar Rp160 juta per hari. “Dulu, usaha kami lancar, untung bisa dipakai untuk membayar gaji karyawan,” ujarnya.
Namun, pemberlakukan pembatasan kuota daging impor menjadi 34 ribu ton per tahun untuk mendukung swasembada daging sapi lokal, usahanya mulai terkatung-katung. Karena, pihaknya tidak mendapatkan suplai daging sapi lokal dari daerah-daerah pemasok dengan alasan pemilik ternak belum membutuhkan uang sehingga tidak mau menjual sapinya. Sedangkan kuota daging impor dibatasi dengan drastis, padahal kebutuhan untuk Jakarta saja mencapai 50-60 ribu ton per tahun.
Pembatasan tersebut akhirnya membuat Tatat terpaksa mengurangi jumlah karyawannya sebanyak 100 orang, hingga sekarang dia hanya mempunyai 50 karyawan. Pengurangan karyawan ini, selain dikarenakan usaha sedang lesu, juga daging sapi yang diolah pun menurun sangat tajam.
Sejak awal tahun 2012, UD Husada Sari Rasa hanya mampu mengolah 400 hingga 500 kilogram (kg) daging sapi yang dapat dihasilkan menjadi 100 hingga 200 ribu butir. Dengan begitu omset penjualan pun turut menurun drastis menjadi Rp80 juta per hari. Begitu pula dengan jam produksinya tidak sampai malam lagi, melainkan pada jam 16.00, produksi bakso sudah selesai.
“Tidak hanya itu, kelangkaan daging mengakibatkan kualitas rasa bakso pun berkurang. Sekarang kita banyakin tetelan daripada dagingnya, begitu pula dengan tepung tapiokanya. Habis mau naikin kualitas, daging tidak ada,” tuturnya.
Kalau kondisinya seperti ini terus, lanjutnya, bisa-bisa usahanya gulung tikar. Karena itu, dia mengharapkan suplai daging sapi bisa ditambah. Mereka pun mengacam akan melakukan aksi unjuk rasa, untuk menyelamatkan usahanya dan hidup para karyawannya.
Manager UD Husada Sari Rasa, Hermanto, menerangkan penurunan kualitas bakso olahannya terlihat juga dalam kemasan plastik. Kalau dulu satu plastik berisi 25 butir bakso dengan berat 150 gram dengan harga jual Rp12.500 per plastik, sekarang dengan harga dan jumlah butir yang sama beratnya dikurangi menjadi 120 gram.
“Pemerintah tidak mengerti akan hal ini. kami belum pernah mengalami situasi separah ini. Tahun lalu tidak sesusah tahun ini. Masa kami harus demo dulu, baru dibuka impor daging sapinya. Tolonglah kami,” tandasnya. (wok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua KPU DKI Segera Diganti
Redaktur : Tim Redaksi