Ribut Tumpengan dan Sedekah Bumi, Begini Penjelasan Gus Muwafiq

Rabu, 06 April 2022 – 20:39 WIB
Ulama KH Ahmad Muwafiq saat mengisi program Inspirasi Ramadhan Edisi Buka Puasa bersama Host Nico Siahaan di akun BKN PDI Perjuangan di Youtube, Selasa (5/4). Foto: BKN PDIP

jpnn.com, JAKARTA - Ulama KH Ahmad Muwafiq mengulas mengenai pro dan kontra tradisi tumpengan dan sedekah bumi dari sudut pandang Islam. Dia menilai praktik tradisi tersebut harus dilihat lebih dalam lagi.

Pria yang akrab disapa Gus Muwafiq itu tak ingin lagi ada pembubaran paksa dan ribut-ribut mengenai hal ini.

BACA JUGA: Opick Meriahkan Syair Ramadan 2022, Siap Menyentuh Hati

"Islam itu tidak berbicara memandang sedekah bumi, lebih kepada apa yg ada dalam sedekah bumi dan tumpengan," ujarnya saat mengisi program Inspirasi Ramadhan Edisi Buka Puasa bersama Host Nico Siahaan di akun BKN PDI Perjuangan di Youtube, Selasa (5/4).

Menurut Gus Muwafiq itu, tradisi tumpengan itu adalah upaya nenek moyang agar bisa makan bareng-bareng atau guyub.

BACA JUGA: Rupanya ini Alasan Kartika Putri dan Suami Pilih Umrah Saat Ramadan

"Makanya nasi ini ditumpuk, ngumpul bareng, makan bareng, ayam juga cuma satu," imbuhnya.

Riuh rendah pembahasan tradisi dan budaya lokal yang dihadapkan dengan syariat Islam itu juga dijawab dengan candaan. Dia menilai hal itu hanya perlu dihayati saja.

BACA JUGA: Ramadan, Harga Minyak Goreng dan Bahan Pangan Makin Meroket

"Kalau zakat budayanya juga dipakai, masyarakat sana (Arab) zakatnya gandum karena budaya makannya gandum. Kalau di sini zakatnya beras karena budaya makannya nasi, nah, ini bedanya," ungkapnya.

Ulama NU itu juga menilai ada kelompok yang memang memiliki merek lain dalam memahami konteks agama. Menurut dia, tradisi nusantara itu memiliki kesamaan dengan di Arab sana.

"Sebenarnya, sih, gitu-gitu saja. Itu kan problem market, manusiawi," candanya.

Sama halnya dengan sedekah laut. Konteksnya, kata Gus Muwafiq, adalah wujud syukur kepada lautan. Para nelayan ingin bersyukur kepada makhluk-makhluk yang ada di dalam laut seperti ikan, lumba-lumba, terumbu karang, dan sebagainya.

"Cuma, yang enggak tahu, dikira kasih makan Ratu Kidul atau apa. Itu kasih makan ikan saja yang di laut itu. Masak dikasih makan pampers, sampah, selama ini, kan, kita kasih makan laut bungkus plastik, sampah, bungkus pampers. Maksud saya, yang tidak pernah bergerak di wilayah itu enggak usah ngomong, kalau anda mau ngomong harus berada di situ, agar tahu," tuturnya.

Pangkal masalah ini adalah soal pemahaman dan kontekstualisasi dengan zaman yang terus bergerak. Gus Muwafiq menganggap tidak bisa ada hal-hal yang dipaksakan dari zaman Rasulullah SAW, utamanya terkait budaya Arab, lalu ditransfer begitu saja di Indonesia, atau belahan bumi lain. Khususnya para penganut agama Islam.

"Saya dulu belajar tentang ilmu telepati, puasa berhari-hari, tetapi sekarang saya juga harus tahu diri, karena dengan Rp. 15 ribu, kita pergi ke konter bisa beli kuota. Ini zaman berubah," tutupnya. (antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Kebaikan Sahur Mendekati Waktu Imsak selama Berpuasa Ramadan


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler