Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun kok jadi Heboh? Ingat ya, Dia Bukan Pengungkap Pertama

Kamis, 19 Januari 2023 – 17:34 WIB
Pendukung Richard Eliezer meluapkan kekecewannya seusai mengikuti sidang kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat dengan terdakwa Richard Eliezer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (18/1). Mereka kecewa karena Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun kok jadi Heboh? Ingat ya, Dia Bukan Pengungkap Pertama.

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menjelaskan pertimbangan jaksa penuntut umum (JPU) dalam menentukan tuntutan terhadap para terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

BACA JUGA: Terungkap Alasan Sebenarnya JPU Menuntut Richard Eliezer 12 Tahun Penjara, Oalah, Baru Tahu

Diketahui, tuntutan PU terhadap Richard Eliezer atau Bharada E, mendapat sorotan dari masyarakat lantaran polisi berpangkat bharada itu dituntut hukuman 12 tahun penjara.

Sebagian masyarakat merasa heran dan kesal, mengapa Richard Eliezer yang berperan sebagai justice collaborator dituntut lebih lama dibanding tuntutan terhadap Putri Candrawathi.

BACA JUGA: Putri Candrawathi Menutup Telinganya, Dituntut 8 Tahun Penjara, Sebelumnya Terus Menangis

Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Bripka Ricky Rizal Wibowo masing-masing dituntut delapan tahun penjara. Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup.

Merespons reaksi publik, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung I Ketut Sumedana memberi penjelasan.

BACA JUGA: Richard Eliezer Sopan & Kooperatif Dituntut 12 Tahun Penjara, Ternyata Ini Hal Memberatkan

"Penentuan tinggi rendahnya tuntutan yang diajukan terhadap terdakwa mempertimbangkan berbagai persyaratan," kata I Ketut Sumedana di Jakarta, Kamis (19/1).

JPU, lanjutnya, membuat pertimbangan dari sisi pelaku, korban hingga peran masing-masing terdakwa, latar belakang para terdakwa, dan termasuk rasa keadilan yang berkembang di tengah masyarakat.

Ketut menjelaskan penilaian penuntutan bukan saja dilihat dari mens rea para terdakwa, tetapi persamaan niat dan perbedaan peran masing-masing terdakwa yang terungkap di persidangan.

"Tentu menjadi pertimbangan matang dalam menuntut para terdakwa sebagaimana dibuktikan JPU, yaitu Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP," terangnya.

Fakta Hukum di Persidangan

Dipaparkan bahwa fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa Ferdy Sambo yang merupakan pelaku intelektual dari kasus pembunuhan berencana tersebut dituntut hukuman penjara seumur hidup.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri tersebut memerintahkan Richard Eliezer untuk mengeksekusi atau menghilangkan nyawa Brigadir J.

Adapun Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Bripka Ricky Rizal Wibowo masing-masing dituntut delapan tahun penjara.

"Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal tidak secara langsung menyebabkan terjadinya/menghilangkan nyawa Brigadir J," kata I Ketut Sumedana.

Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal sejak awal telah mengetahui rencana pembunuhan Brigadir J, tetapi tidak berusaha mencegah atau menghalangi tindak pidana pembunuhan tersebut.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana meminta masyarakat untuk menghormati tuntutan JPU terhadap para terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

"Hormatilah kewenangan tuntutan itu. Kami mewakili masyarakat, pemerintah, dan negara. Kewenangan itu diberikan kepada Jaksa Agung sesuai Undang-Undang 11 Tahun 2021," kata Fadil Zumhana di Jakarta, Kamis.

Dikatakan, mengacu pada undang-undang tersebut, JPU berwenang melakukan penuntutan terhadap semua pidana. Dalam melaksanakan kewenangan itu, JPU diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan lain.

Fadil Zumhana menegaskan bahwa Kejagung memiliki aturan yang jelas.

"Ini proses penuntutan dilakukan secara arif dan bijaksana," ujar dia.

Kejagung melihat secara jelas peran masing-masing terdakwa karena JPU tidak mungkin menuntut seseorang tanpa memerhatikan dan alat bukti yang muncul di persidangan.

Terkait adanya pro dan kontra atas tuntutan JPU kepada masing-masing terdakwa pembunuhan Brigadir J, Fadil Zumhana mengatakan itu merupakan hal yang biasa karena perbedaan sudut padang dalam melihat suatu masalah.

"Jika korban menyatakan kurang tinggi, saya berempati. Kalau terdakwa bilang ketinggian, itu juga hak terdakwa," terangnya.

Dikatakan bahwa proses hukum kasus pembunuhan berencana Brigadir J masih berjalan.

Setidaknya masih ada tahap pleidoi atau pembelaan, replik dari jaksa, duplik hingga putusan oleh majelis hakim.

Dia berharap dalam perjalanan kasus itu tidak ada opini-opini yang dilemparkan ke publik apalagi ikut mengadili kasus tersebut.

"Biarkan hakim, jaksa, dan penasihat hukum berpikir jernih nanti hukumannya dari hakim," ujarnya.

Tuntutan terhadap Richard Jauh Lebih Ringan Dibanding Ferdy Sambo

Kejaksaan Agung mengatakan rekomendasi justice collaborator (JC) terdakwa Richard Eliezer yang direkomendasikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah terakomodir dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum.

Karena itu, tuntutan pidana terhadap Richard Eliezer jauh lebih ringan dibandingkan Ferdy Sambo.

"Terdakwa mendapatkan tuntutan pidana jauh lebih ringan dari terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung I Ketut Sumedana di Jakarta, Kamis (19/1).

Richard Eliezer, lanjutnya, merupakan seorang bawahan yang taat pada atasan untuk melaksanakan perintah yang salah, sekaligus menjadi eksekutor pembunuhan Brigadir J.

Dijelaskan Ketut bahwa kasus pembunuhan berencana tidak termasuk atau diatur berdasarkan Pasal 28 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Dalam undang-undang tersebut dan Surat Edaran Mahkamah Agung, kata Ketut, memang tidak secara tegas disebutkan pembunuhan berencana apakah masuk kategori JC yang bisa diberikan atau tidak.

Kemudian diktum dan delictum yang dilakukan Richard Eliezer sebagai eksekutor, yaitu pelaku utama bukanlah sebagai penguat fakta hukum.

"Jadi, dia bukan penguat mengungkap satu fakta hukum, yang pertama (mengungkap) justru keluarga korban," jelas Ketut.

Diketahui, pihak keluarga Brigadir J yang pertama kali mempersoalkan kematian anggota Brimob asal Jambi itu, yakni dengan melaporkan kepada polisi terkait dugaan telah terjadi pembunuhan berencana.

Terdakwa Richard Eliezer merupakan pelaku utama sehingga tidak dipertimbangkan sebagai orang yang mendapatkan JC.

“Hal tersebut sudah sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 dan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban,” kata Ketut. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler