jpnn.com - Dia adalah flamboyan di tengah polarisasi. Dicintai kawan maupun lawan. Hangat wajah, sopan tutur kata, teratur dan rapi dalam pidato, terukur dalam nasihat, konsisten dalam pilihan politik, dan ikhlas menanggung risiko politik. Itulah Cosmas Batubara.
Pada masa transisi politik dari rezim Orde Baru, banyak yang menyarankan, dan kami yunior pun mengharapkan, agar senior yang baik hati ini bisa meninggalkan partai penguasa yang sedang menunggu waktu kejatuhan. Warna partai itu yang makin hijau, dan virus KKN yang makin menggerogoti pusat rezim, menjadi alasan di balik saran dan harapan.
BACA JUGA: Berita Duka: Mantan Menteri Cosmas Batubara Meninggal Dunia
Beberapa senior mengambil langkah check-out check-in sambil bargaining politik, entah dengan tujuan murni mengembalikan misi awal kekuasaan atau untuk tujuan politik pragmatis. Tetapi Cosmas Batubara memilih jalan untuk setia dan konsisten, dan berusaha menyelamatkan keadaan dalam diam.
Lama di kemudian hari baru disadari, pilihan Cosmas Batubara adalah pilihan yang bermartabat. Sebab tidak ada ruang politik nyata yang sepenuhnya bebas dari "lumpur" politik. Karena itu, sebagaimana yang berulang kali dinasihatinya, tugas para kader politik adalah tekun membina diri agar memiliki kualitas diri sebagai garam dan terang dalam dunia politik.
BACA JUGA: Berita Duka: Buruh Instalasi Listrik Meninggal Dramatis
BACA JUGA: Berita Duka: Mantan Menteri Cosmas Batubara Meninggal Dunia
Ia sangat realistik dalam politik, dan hampir menjadi icon dari realisme politik itu sendiri. Karena itu nasihat politiknya kadang terasa berlebihan ketika kita masih muda, tetapi terasa cukup pas ketika kita beranjak bergumul dalam dunia politik praktis. Dia mengatakan, dalam dunia politik, kita menghabiskan banyak waktu untuk urusan organisasional dan perkawanan yang jauh dari urusan substansi kebijakan. Tetapi itu semua adalah prasyarat dan bagian dari perjuangan untuk menyelamatkan satu dua pasal kebijakan publik.
BACA JUGA: Berita Duka: Yanto Meninggal Dunia
Yang hanya perlu dijaga dalam pergaulan politik tersebut adalah nilai-nilai moral. Ini adalah juga salah satu penekanan nasihat Beliau, yang dibuktikannya juga dengan bebasnya Beliau dalam urusan KKN sampai di ujung hidupnya.
Realisme politik seorang Cosmas Batubara tidak membuatnya "norak" dalam perang-perangan politik. Sekalipun setia pada Golkar dan Soeharto, dia tidak sok membela habis-habisan rezim itu, dan alergi terhadap perjuangan menentang Soeharto dan rezimnya. Itu ditunjukkan dari sikapnya yang gentle dan moderat terhadap Petisi 50 di mana banyak yuniornya di PMKRI ada di dalamnya, dan sikapnya terhadap yuniornya di era 1990-an.
Tercatat setidaknya di era saya ketika memimpin PMKRI, dia tidak berlebihan dalam menyikapi dukungan kami terhadap pembentukan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) yang merupakan puncak dan simbol konsolidasi gerakan reformasi, baik dalam proses pembentukan maupun konsolidasi gerakannya di berbagai daerah.
Saya masih ingat nasihat-nasihatnya yang terukur ketika itu. Ketika kami melakukan konsolidasi di Margasiswa I, Jalan Sam Ratulangi 1, Menteng, Jakarta Pusat. Ketika tokoh-tokoh LSM utama menyerahkan kepercayaan kepada Kelompok Cipayung untuk memimpin gerakan reformasi karena ancaman terhadap LSM dan PRD sudah sulit diladeni. Dan sebagai ujungnya Margasiswa I dikerumuni tentara siang dan malam.
Saya telepon Pak Cosmas melalui telepon coin di Margasiswa. Saya bilang, Pak Cosmas, kami di Margasiswa kedatangan terlalu banyak tamu. Tentara, siang dan malam. "Saya masih kasihan Mama saya, saya tidak mau Mama dengar, kami diculik,” demikian pinta saya.
Lalu Pak Cosmas tanya, "Memangnya ada apa, Ton?" Saya cerita bahwa kami baru konsolidasi. Sejumlah tokoh LSM baru ada di sini kemarin, menyerahkan kepercayaan. Saya sebut beberapa nama di antaranya. Lalu Pak Cosmas hanya merespons dengan nasihat sederhana.
"Ya sudah, kalau mengambil langkah, ya kamu mesti tahu risiko apa yang akan kamu hadapi." Begitu saja. Tapi malam harinya, ada kelompok tentara lagi yang datang ke Margasiswa. Ada teman yang tanya mereka. Emangnya dari mana? Mereka jawab, kami dari Istana, di sebelah. Kami ditugaskan untuk menjaga kalian.
Bayangkan ruwetnya keadaan waktu itu, dan betapa sayangnya seorang Cosmas Batubara pada adik-adiknya.
Cosmas Batubara. Dia memang sangat dekat dengan yunior-yuniornya. Yang berkualifikasi sebagai lawan politik semacam Chris Siner Key Timu dan Policarpus Teka da Lopez saja dia dekat. Mereka menghargai Dia sebagai politikus yang bermartabat. Apalagi kami yang lebih yunior.
Kerendahan hatinya sangat wah. Karena Dia bahkan bisa dikontak kapan saja. Dan Dia tidak pernah menolak menjadi narasumber apabila diminta, jika memang waktunya pas. Saya sendiri mengalaminya berulang-ulang, bahkan ketika ikut mengurus Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai Staf Khusus, membantu Pak Muhaimin Iskandar sebagai Menteri. Dia sangat rela membagi ilmu dalam urusan hubungan industrial.
Perhatiannya pada urusan kaderisasi juga sangat luar biasa. Saya mengalaminya dalam banyak sekali kesempatan. Antara lain ketika mempersiapkan Kongres dan MPA PMKRI di Malang, 1996. Saya lapor ke Beliau, soal kondisi keuangan yang parah menjelang kongres. Ini adalah kondisi yang lumrah bagi organisasi kemahasiswaan ekstra kampus ketika itu. Dia lalu merespons, dan mengatakan akan mengumpulkan beberapa alumni untuk membicarakan soal itu. Dan waktunya akhirnya tiba untuk acara kumpul-kumpul alumni menjelang Kongres dan MPA. Saya presentasi kebutuhan anggaran. Tidak sampai Rp 100 juta. Dan malam itu, terkumpul sekaligus bantuan alumni sejumlah 110 juta rupiah. Sepengetahuan saya, mungkin itu Kongres-MPA pertama tanpa masalah duit.
Saya memang secara pribadi merasa sangat dekat dengan Pak Cosmas. Banyak kebutuhan pribadi dan kebutuhan kuliah dibantu Pak Cosmas. Pasti banyak orang juga dibantu Beliau. Bantuannya sangat tulus, entah kalau itu diketahui keluarganya.
Selamat jalan Pak Cosmas. Hormatku tak terhingga. Hormat juga buat keluarga yang ditinggalkan. Bahagia di sisi Bapa.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berita Duka : Misilah Binti Mohammad Solikin Meninggal Dunia di Tanah Suci
Redaktur & Reporter : Friederich