jpnn.com - JAKARTA - Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mengungkapkan bahwa alokasi dana untuk riset ilmu pengetahuan dan teknologi di tanah air masih minim. Namun, ia berharap kendala itu tidak membuat Indonesia tak bisa bersaing di kancah global.
Berpidato pada pembukaan Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) XI di Auditorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis (8/9), Puan menyatakan alokasi dana riset iptek di Indonesia saat ini masih berkisar di angka 0,08 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal menurut United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO), rasio anggaran iptek yang memadai minimal 2 persen dari PDB.
BACA JUGA: Pengumuman! Hari Ini Ada Seminar Pendidikan Berkaliber Internasional di Kemendikbud
Menurutnya, PDB Indonesia pada 2014 mencapai Rp 10.542,7 triliun. Karenanya jika merujuk pada ketentuan UNESCO, idealnya dana iptek di Indonesia minimal Rp 200 triliun.
Hanya saja, katanya, saat ini dana iptek yang tersedia sekitar Rp 10 triliun. ”Tentu merupakan kesenjangan yang sangat besar antara kondisi ideal dan apa yang terjadi saat ini,” tuturnya.
BACA JUGA: Menteri Anies: Kesehatan Prioritas! Pendidikan Nomor Berapa?
Karenanya pemerintah mendorong optimalisasi riset dengan menggabungkannya ke pendidikan tinggi. Selain demi oprimalisasi dana, langkah itu juga untuk memacu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. “Alokasi anggaran riset akan bisa ditopang oleh anggaran pendidikan tinggi dan kedua sektor dapat berjalan dengan sinergi,” ucapnya.
Mantan ketua Fraksi PDIP itu menegaskan, kunci keberhasilan bangsa lain yang telah sejahtera dan kini menjadi kekuatan ekonomi penting di dunia ada pada penguasaan iptek. Sebab, dengan iptek pula mereka mampu memenangi persaingan global. “Dunia saat ini berada dalam era persaingan global untuk dapat memenangkan kepentingan nasionalnya melalui kekuatan ekonomi, sumber daya alam, sumber energi, sumber daya manusia, dan iptek,” ujarnya.
BACA JUGA: Keahlian Lulusan SMK tak Sesuai Kebutuhan Industri
Karenanya UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 telah mengarahkan riset untuk fokus pada 7 bidang. Yakni untuk pangan dan pertanian, kesehatan dan obat, energi dan energi baru yang terbarukan, transportasi, komunikasi dan informatika, pertahanan dan keamanan, serta teknologi material.
Menurut Puan, dengan pengembangan iptek yang difokuskan pada tujuh bidang itu maka diharapkan Indonesia bisa melakukan lompatan ke depan. “Agar nantinya memiliki kemandirian dalam membangun ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat,” tuturnya.
Namun demikian ia juga mengakui, persoalan yang menghambat riset iptek adalah faktor pendanaan dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM). Itu pun masih selalu diperdebatkan lagi tentang faktor yang harus diutamakan, apakah dana atau SDM.
Karenanya, antara SDM dan pendanaan harus sejalan. Sebab, dengan semakin banyaknya SDM berkualitas maka dukungan untuk dana riset pun akan semakin besar. Demikian juga sebaliknya. “Semakin banyak dana yang diberikan, maka akan menghasilkan SDM yang semakin berkualitas,” ulasnya.(ara/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siswa SMK Didominasi dari Keluarga Miskin, Ini Alasannya
Redaktur : Tim Redaksi