jpnn.com, SAMARINDA - DPP Partai Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto resmi memberhentikan Rita Widyasari dari jabatannya sebagai ketua DPD Golkar Kaltim, Jumat (15/12).
Menyusul keputusan itu, status bakal calon gubernur (cagub) Kaltim dari Golkar yang telah tersemat di pundak Rita, kini terancam dicabut.
BACA JUGA: Rita Widyasari Mulai Digoyang
Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Golkar Kaltim Andi Sofyan Hasdam menyampaikan, pengganti Rita adalah satu di antara 10 pelamar yang mendaftar sebagai bakal calon wakil gubernur (cawagub) yang dibuka partai berlambang beringin itu.
Namun, seorang pengurus harian DPD Golkar Kaltim Mohammad Djailani menepis hal itu.
BACA JUGA: Golkar Cabut Dukungan Buat Kang Emil di Pilgub Jabar
Wakil Ketua Bidang Industri dan Ketenagakerjaan tersebut mengatakan, belum ada pencabutan penetapan cagub dari DPP yang sudah menyatakan Rita adalah calon satu-satunya dari Golkar.
“Selama penetapan itu belum dicabut, kami menghormati surat tersebut,” tuturnya ditemui di kediamannya, Minggu (17/12).
BACA JUGA: Politikus Kepercayaan JK Cocok Jadi Sekjen Golkar
Namun, dia justru khawatir partai beringin Kaltim pecah lantaran kebijakan dari plt ketua. Diketahui, salah satu program yang akan dilakukan Sofyan Hasdam setelah ditunjuk menjadi plt ketua DPD Golkar Kaltim adalah menyusun kepengurusan baru di bawah kepemimpinannya.
Hal tersebut, menurut Djailani, sangat kontra produktif. “Malah bisa membuat pengurus yang sudah solid seperti sekarang akan terpecah,” terangnya.
Dalam poin ketiga Surat Keputusan DPP Partai Golkar Nomor: KEP-264/DPP/GOLKAR/XII/2017 yang menyatakan Sofyan sebagai plt disebutkan bisa melakukan penataan kelembagaan organisasi dan bila dianggap perlu dapat merevitalisasi.
“Yang mesti digarisbawahi adalah kata ‘bila perlu’. Menurut saya, perombakan belum diperlukan,” ujarnya.
“Sebaiknya pengurus yang sekarang didayagunakan agar tetap solid,” terangnya.
Djailani mengungkapkan, sebaiknya Sofyan fokus terhadap persiapan penyelenggaraan musyawarah daerah luar biasa (musdalub). Sebab, itu merupakan tugas utama plt ketua.
Djailani menyarankan Sofyan membentuk panitia penyelenggaraan musdalub. Jadi, ada pihak yang mengurus organisasi, ada pula yang bertugas menyukseskan musdalub.
Bila nanti musdalub mengeluarkan nama ketua definitif yang baru, baru bisa dilakukan pengaturan kelembagaan. “Bila ketua definitif terpilih, tak masalah ada perombakan pengurus Golkar,” tegasnya.
Djailani mengimbau fungsionaris Golkar lainnya untuk mendukung plt ketua dalam mengawal penyelenggaraan musdalub. “Sangat berdosa bila kami tak mendukung. Sama saja tidak mengindahkan keputusan dari pusat,” ujarnya.
Namun, dalam hal ini, Sofyan sebagai orang yang ditunjuk jangan melebih-lebihkan wewenang dari DPP tersebut. Apalagi, dengan rencana Sofyan yang akan menyetor kandidat cagub Golkar berdasarkan hasil survei.
Sebelumnya, nama-nama bakal cagub akan diambil dari 10 orang yang mendaftar sebagai bakal calon wakil gubernur yang akan mendampingi Rita Widyasari pada April lalu.
Seluruh nama pendaftar sudah disurvei DPP. Nama Sofyan dan Djailani pun masuk ke 10 kandidat tersebut. Figur lainnya antara lain, Makmur HAPK, Ghufron Yusuf, dan Adi Darma. Di samping itu ada Nusyirwan Ismail, Agus Mustofa, Didik Effendy, Suriansyah, dan Farid Wadjdy.
Djailani secara terbuka menentang rencana pemilihan bakal cagub yang diusung Golkar berdasar survei. Menurut dia, ada dua mekanisme yang harus dijalankan.
Setelah nantinya ada lampu hijau dari DPP dengan mencabut Rita sebagai cagub, di daerah mesti melaksanakan rapat koordinasi daerah khusus (rakordasus).
Dalam rapat koordinasi tersebut, DPD Golkar tingkat kabupaten/kota memberikan usulan bakal cagub. Namun, rakordasus tidak bisa dilaksanakan bila belum ada ketua definitif.
Dengan kata lain, harus ada ketua definitif yang dihasilkan dari musdalub baru ada rakordasus yang mengusung nama bakal cagub.
“Enggak bisa menabrak mekanisme partai. Seolah-olah hasil survei menjadi acuan sepenuhnya,” ujarnya.
Djailani mendapat bocoran hasil survei. Dia melihat hasilnya belum valid lantaran tingkat partisipasi survei di bawah 50 persen. Menurut dia, hak suara ada di DPD Golkar kabupaten/kota di Kaltim.
“Bayangkan, bila memilih berdasar survei tersebut, ada 10 suara DPD kabupaten/kota yang tak didengar,” terangnya. Padahal, tak dimungkiri, mesin partai ada di tingkat kabupaten/kota.
Jangan sampai karena tidak didengarkan ada kader yang hengkang, bahkan membelot. Sudah banyak contoh pemecatan kader. “Hasilnya pun merugikan partai,” ungkapnya.
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Sonny Sudiar berpendapat, langkah Sofyan hendak melakukan penataan struktur organisasi adalah tepat.
Tentu, mantan wali kota Bontang dua periode itu akan melihat pengurus yang bisa bekerja sama dengannya. Sebab, bagaimanapun, kader yang duduk di kepengurusan sekarang didominasi orang dekat Rita Widyasari.
Bagi Sofyan, tentu akan repot bila para loyalis Rita hanya tunduk dan patuh dengan yang dikatakan bupati Kutai Kartanegara nonaktif tersebut.
Sementara itu, tugas lainnya adalah melakukan konsolidasi sampai ke DPD Golkar kabupaten/kota. Di samping itu, roda mesin partai politik tetap harus bisa berjalan.
Apakah perombakan tidak justru menimbulkan riak baru? Sonny mengatakan, setiap perombakan selalu diikuti pro dan kontra. Lagi pula, penataan organisasi pasti atas restu dewan pimpinan pusat (DPP). Tinggal bagaimana agar tak menimbulkan gejolak dan konflik sesama kader Golkar.
“Pilihan DPP menunjuk plt (pelaksana tugas) ketua adalah langkah cepat dan tepat menjelang pilgub. Tidak boleh ada kevakuman kepemimpinan,” ujarnya.
Kondisi konyol bila para pengurus dan kader Golkar masih meributkan penunjukan Sofyan. Sebab, dengan kondisi ketidaksolidan, partai berlambang beringin itu terancam tak bisa memainkan perannya dalam Pilgub Kaltim 2018. “Kalau kondisinya seperti itu patut disayangkan karena mereka punya modal 13 kursi,” katanya.
Meski kata dia, Sofyan yang duduk sebagai plt ketua DPD Golkar Kaltim dihadapkan di posisi yang agak sulit dan berat.
Satu sisi menyelamatkan partai, lain hal memiliki ambisi pribadi, yakni agar dapat diusung Golkar sebagai bakal calon gubernur (cagub).
Suami Neni Moerniaeni itu, terang dia, harus mampu memberi pemahaman bahwa duduk sebagai plt ketua karena perintah partai.
Bila pun akhirnya nama Sofyan yang direkomendasikan DPP sebagai bakal cagub, itu dengan pertimbangan melihat hasil survei.
“Fungsi dan peran Sofyan itu hanya sebagai jembatan. Menyampaikan ke DPP ini lho figur yang paling tepat, apakah dirinya sendiri, kader internal lainnya, atau di luar Golkar. Tapi rugi menurut saya mencalonkan dari eksternal,” ucap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unmul itu.
Diketahui, sehari setelah terbitnya Surat Keputusan DPP Partai Golkar tentang pemberhentian dan penunjukan Plt Ketua DPD Partai Golkar Kaltim pada 15 Desember 2017, membuat Sofyan Hasdam bergerak cepat.
Dia tak ingin membuang waktu jelang pendaftaran pasangan cagub dan cawagub ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim pada 8 Januari 2018.
Sofyan menuturkan, hal pertama yang dia lakukan sebagai Plt ketua adalah menyusun kepengurusan kemudian disetor ke DPP Golkar. “Ada perombakan, tapi tidak menyeluruh. Makanya kerja kami mesti ngebut,” tuturnya dua hari lalu.
Salah satu tugas pokok Plt Ketua DPD Golkar Kaltim adalah mengawal partai untuk melaksanakan musdalub.
Selain itu, Sofyan fokus terhadap pemilihan pasangan cagub dan cawagub yang diusung Golkar. “Saya harus memilih salah satu sebagai prioritas,” ujarnya.
Ketua Harian DPD Golkar Kaltim Makmur HAPK mengungkapkan, penunjukan Plt ketua adalah kewenangan DPP.
“Jadi tidak mesti ketua harian atau sekretaris,” terangnya kala ditanya soal penunjukan Sofyan sebagai Plt ketua Golkar Kaltim.
Dengan penunjukan Plt ketua oleh DPP, Makmur menjelaskan, sudah dipastikan Rita Widyasari yang sebelumnya diusung menjadi cagub dari Golkar bakal diganti.
“Sekarang, penggantian Bu Rita sudah tidak jadi masalah. Yang jelas sekarang bagaimana cara agar memperbaiki keadaan partai,” ujarnya. Menurut Makmur, Golkar Kaltim harus solid. (*/fch/ril/rom/k8)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet Lebih Memikat ketimbang Aziz untuk Posisi Ketua DPR
Redaktur & Reporter : Soetomo