jpnn.com, JAKARTA - Ekonom senior Rizal Ramli mencuit soal orang yang sering bicara revolusi industri 4.0, tetapi faktanya telah berubah menjadi 'begal digital'.
Dalam cuitan pada Minggu (3/5) itu, Rizal yang merupakan mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman tersebut juga menautkan akun milik partai pimpinan Airlangga Hartarto.
BACA JUGA: Saleh Daulay: Kenapa Najwa Shihab Tidak Menggugat Pemerintah?
"Ini yang sering pidato 4.0, 5.0. Realitanya jadi “Begal Digital”. @PartaiGolkar yang namanya sudah mulai membaik, tapi sekarang dirusak dengan menjadi sponsor utama UU yang rugikan rakyat seperti OmniBus Law, Begal Digital dan Perppu 2020 yang bakal jadi pintu masuk skandal-skandal keuangan," cuit @RamliRizal.
Cuitan itu ditulis Rizal Ramli, merespons pemberitaan tentang omongan Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, yang menuding Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto adalah biang masalah Kartu Prakerja karena memaksakan program berjalan tanpa mendengar kritik publik.
BACA JUGA: Fakta Mengejutkan yang Harus Diketahui Warga Surabaya, Sidoarjo, Gresik
Uchok mengatakan, masalah dalam program pelatihan Kartu Prakerja semakin muncul ke permukaan seperti harga yang mahal serta kualitas dan pengawasan pelatihan yang tidak jelas.
Masyarakat, menurut Uchok, juga tidak mendapat keuntungan dari program pelatihan Prakerja karena saat ini lebih perlu bantuan sosial langsung.
BACA JUGA: Kapasitas Najwa Shihab sebagai Jurnalis, Artis, Pengamat Politik, atau Apa?
Bukan pembelian modul pelatihan karena di Google banyak modul pelatihan gratisan.
“Kalau enggak mau dibilang sumber masalah, batalkan dong program itu. Jika Menko Perekonomian ngotot melaksanakan, maka wajar kami menilai mungkin ada kepentingan terselubung. Pemerintah harus tahu kebutuhan rakyatnya, bukan mengakomodasi kepentingan pihak tertentu," kata Uchok dalam berita itu.
Anggota Baleg DPR RI sekaligus Anggota Fraksi Golkar, Firman Soebagyo sebelumnya meminta semua pihak untuk tidak menjadikan omnibus law RUU Cipta Kerja sebagai komoditas politik.
Apalagi hanya demi kepentingan kelompok tertentu yang tidak ingin melihat perekonomian di negara ini maju.
Hal ini disampaikan Firman menyikapi pernyataan sejumlah pihak yang menilai DPR dan pemerintah tidak berempati karena membahas RUU ini di tengah pandemi virus Corona.
Menurut Firman, RUU Cipta Kerja menjadi langkah konkret sekaligus terobosan pemerintah untuk membuat rencana kerja dan memastikan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid - 19.
Firman menekankan, saat ini pemerintah harus segera menangani dampak ekonomi tersebut.
"Jadi semua pihak saya minta jangan berasumi yang tidak-tidak terkait RUU Cipta Kerja. Jangan juga dijadikan komoditas politik. Seharusnya RUU ini menjadi kepentingan nasional yang diharapkan dapat menjadi angin segar bagi pemilihan ekonomi. Lewat RUU tersebut selanjutnya pemerintah bisa membuat langkah konkret dan terobosan guna memberikan insentif yang jelas terkait pemulihan ekonomi," ucap Firman, 18 April 2020.
Firman berpendapat, dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 sudah dirasakan oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Dampak itu harus direspon cepat.
Jika pemerintah dan DPR tidak segera membuat terobosan regulasi ekonomi yang dibutuhkan guna mengimbangi negara lain, maka Indonesia akan ketinggalan.
Bahkan bisa terpuruk dalam permasalahan ekonomi yang berkelanjutan pasca pandemi.
"Target investasi bisa tidak tercapai. Ekonomi kita bisa-bisa sulit untuk pulih. Ditambah lagi tenaga kerja yang sudah banyak di PHK akan terus bertambah serta menjadi lebih susah diatasi. Sekarang justru saat tepat kita melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja ini," kata Firman.
Hingga saat ini pembahasan RUU Cipta Kerja tetap berjalan di DPR, kecuali untuk klaster ketenagakerjaan yang belakangan diputuskan ditunda pembahasan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sikap fraksi-fraksi DPR juga dinamis. Sejauh ini hanya dua fraksi yang secara tegas menolak pembahasan RUU Cipta Kerja di tengah pandemik Covid-19.
PKS sejak awal tidak mengirim anggotanya ke Panja RUU Cipta Kerja di Baleg, Demokrat belakangan menarik anggotanya.
Nah, untuk tujuh fraksi lain, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP sampai saat ini masih ikut dalam pembahasan RUU sapu jagat itu di Baleg. Rapat-rapat pun sejauh ini dilakukan secara virtual. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam