JAKARTA - PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) sudah mempunyai konsep sendiri untuk mengembangkan peternakan sapi, yaitu melalui mekanisme plasma sapi dan sarjana masuk desa. Ini menyusul tersebutnya PT RNI sebagai salah satu perusahaan pelat merah yang bisnisnya merambah perkebunan, disamping tetap pada bisnis utamanya produksi dan distribusi gula pasir.
Direktur Utama (Dirut) PT RNI, Ismed Hasan Putro mengatakan, pihaknya siap untuk mengerahkan setidaknya 2.500 sarjana masuk desa untuk pengembangan sapi. Nantinya, RNI mengembangkan pola plasma dalam membina para petani.
"Konteks peran kami tidak hanya melalui mekanisme bisnis, tapi plasma. Jadi melalui petani yang dikelompokan akan dibina oleh sarjana masuk desa dengan alokasi delapan ekor sapi per kelompoknya. Kita kembangkan ini di Jatitujuh dan Subang. Dari pola plasma itu, mereka dapatkan bagi hasilnya sekitar Rp 1,3 juta per kelompok atau Rp 500 juta di satu desa. Ini adalah uang yang kita kembangkan di satu desa itu. Kemudian kami juga akan menghimpun 2500 sarjana masuk desa," kata Ismeddi kawasan Karawang, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
Pengembangan peternakan dan penggemukan sapi di Majalengka, rinci Ismed, terintegrasi dengan perkebunan tebu dan pabrik gula. Para sapi-sapi yang diternak dan digemukan di kawasan ini diberi nama "sate" alias sapi tebu. "Sapi terintegrasi dengan tanaman tebu. Makanya disebut sate. Di sini kami pun telah melakukan peletakan baru pertama Rumah Pemotongan Hewan," paparnya.
Dari total area Pabrik Gula (PG) Jatitujuh seluas 12 ribu hektar, kata dia, delapan ribu hektar di antaranya digunakan untuk perkebunan tebu. Sisanya seluas empat ribu hektar lainnya, dimanfaatkan untuk fasilitas umum seperti jalan dan rumah pegawai.
Di pusat penggemukan dan RPH ini, PT RNI bisa menggemukkan 500 ekor sapi. Sapi-sapi tersebut bisa memakan hasil limbah tebu yang tidak terpakai hasil pabrik.
"Tetes tebu dan pucuk tebu terhadap sapi itu sangat kompetitif konsentratnya dengan dikombinasikan dedak, rumput gajah dan ampas tahu. Nantinya penggemukan sapi dengan pakan ternak tanaman tebu akan bersinergi dengan RPH modern yang akan selesai 10 Nopember 2013. RPH Jatitujuh ini memiliki kapasitas pemotongan sebanyak 30 ribu ekor sapi per tahun atau sekitar 2.500 ekor sapi per bulan atau 100 ekor per hari. RPH ini memiliki luas empat hektar dengan biaya investasi yang diperlukan untuk membangun RPH ini senilai Rp 25 miliar," pungkasnya. (ers)
Direktur Utama (Dirut) PT RNI, Ismed Hasan Putro mengatakan, pihaknya siap untuk mengerahkan setidaknya 2.500 sarjana masuk desa untuk pengembangan sapi. Nantinya, RNI mengembangkan pola plasma dalam membina para petani.
"Konteks peran kami tidak hanya melalui mekanisme bisnis, tapi plasma. Jadi melalui petani yang dikelompokan akan dibina oleh sarjana masuk desa dengan alokasi delapan ekor sapi per kelompoknya. Kita kembangkan ini di Jatitujuh dan Subang. Dari pola plasma itu, mereka dapatkan bagi hasilnya sekitar Rp 1,3 juta per kelompok atau Rp 500 juta di satu desa. Ini adalah uang yang kita kembangkan di satu desa itu. Kemudian kami juga akan menghimpun 2500 sarjana masuk desa," kata Ismeddi kawasan Karawang, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
Pengembangan peternakan dan penggemukan sapi di Majalengka, rinci Ismed, terintegrasi dengan perkebunan tebu dan pabrik gula. Para sapi-sapi yang diternak dan digemukan di kawasan ini diberi nama "sate" alias sapi tebu. "Sapi terintegrasi dengan tanaman tebu. Makanya disebut sate. Di sini kami pun telah melakukan peletakan baru pertama Rumah Pemotongan Hewan," paparnya.
Dari total area Pabrik Gula (PG) Jatitujuh seluas 12 ribu hektar, kata dia, delapan ribu hektar di antaranya digunakan untuk perkebunan tebu. Sisanya seluas empat ribu hektar lainnya, dimanfaatkan untuk fasilitas umum seperti jalan dan rumah pegawai.
Di pusat penggemukan dan RPH ini, PT RNI bisa menggemukkan 500 ekor sapi. Sapi-sapi tersebut bisa memakan hasil limbah tebu yang tidak terpakai hasil pabrik.
"Tetes tebu dan pucuk tebu terhadap sapi itu sangat kompetitif konsentratnya dengan dikombinasikan dedak, rumput gajah dan ampas tahu. Nantinya penggemukan sapi dengan pakan ternak tanaman tebu akan bersinergi dengan RPH modern yang akan selesai 10 Nopember 2013. RPH Jatitujuh ini memiliki kapasitas pemotongan sebanyak 30 ribu ekor sapi per tahun atau sekitar 2.500 ekor sapi per bulan atau 100 ekor per hari. RPH ini memiliki luas empat hektar dengan biaya investasi yang diperlukan untuk membangun RPH ini senilai Rp 25 miliar," pungkasnya. (ers)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Perusahaan Akan Go Public
Redaktur : Tim Redaksi