Menurut dia, temuan tersebut seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi Pemkot Samarinda. Khususnya sejumlah instansi terkait untuk memperbaiki kinerja pengawasannya ke depan. Kata dia, tidak cukup hanya dengan sidak. Tapi harus diikuti dengan langkah selanjutnya berupa sanksi.
“Ya, minimal ada terapi kejut buat pengusahanya. Jadi mereka tidak sesuka hati menipu masyarakat dengan menjual makanan busuk,” ujar Tuah kepada Sapos kemarin.
Terapi kejut yang ia maksud, semisal dengan menutup sementara kegiatan operasionalnya. Selanjutnya, kedepan dievaluasi dan diawasi kembali. Jika ternyata tidak komitmen, maka harus disanki yang lebih berat.
“Kalau saya istilahkan, sanksinya nanti tidak lagi hanya sekadar tegas. Tapi juga sanksi keras. Seperti dalam istilah militer itu represif. Jadi pengusaha itu tetap harus berada di bawah kontrol pemerintah. Bukan malah sebaliknya,” urai Tuah.
Menurut dia, payung hukum untuk menindak pengusaha nakal sudah sangat jelas. Berikut sanksinya. Jadi diminta agar pemkot tidak lamban dalam mengambil sikap.
“Kalau hanya sekadar teguran biasa, percuma saja sidaknya. Tidak bisa berikan efek jerah. Untung kalau konsumen yang makan makanan busuk itu hanya terganggu kesehatannya. Kalau sampai meninggal, siapa yang bertanggung jawab" Pengusaha" Belum tentu. Makanya harus diperhatikan secara bijak,” tandasnya.
Soal sidak, ia juga menilai tidak cukup hanya dilakukan khusus Ramadan dan menjelang Lebaran. Namun harus dilakukan secera reguler dan intensif sebagimana permintaan para anggota DPRD.
“Jadi terlepas dari Ramadan ataupun tidak, pengawasan harus terus dilakukan. Karena ini untuk kesehatan masyarakat banyak,” pungkas Tuah. (yes/fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapal Terakhir di Kaltim Hanya Angkut 779 Pemudik
Redaktur : Tim Redaksi