Rosa Seret Andi, Demokrat Merasa Digembosi

Senin, 16 Januari 2012 – 20:54 WIB
Menpora Andi Mallarangeng saat bersaksi pada persidangan atas Wafid Muharam.

JAKARTA - Ketua DPP Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika mengatakan apapun yang diungkapkan M Nazaruddin ataupun Rosa Manulang dalam kasus yang melibatkannya telah menjadi fakta persidangan.

Menurutnya, yang paling penting dari semua itu, adalah alat bukti yang terkait dengan penyataan tersebut. “Kalau itu sudah menjadi fakta persidangan. Yang paling penting selanjutnya adalah alat bukti. Alat bukti yang saya maksud harus sinkron dengan pernyataan itu,” ujar Pasek kepada wartawan, Senin (16/1), di Jakarta.

Seperti diketahui, Mindo Rosalina Manulang, saksi pada persidangan kasus suap Wisma Atlet SEA Games dengan terdakwa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/1) buka-bukaan tentang aliran dana dana proyek Wisma Atlet SEA Games dan Hambalang.

Salah satu nama yang disebut Rosa ikut kecipratan dana Wisma Atlet adalah Tim Sukses Menpora Andi Mallarangeng, untuk kepentingan Kongres Partai Demokrat di Bandung. Di hadapan majelis yang diketuai Darmawati Ningsing, Rosa mengaku adanya pengeluaran dari Permai Group.

Rosa mengetahui adanya pengeluaran itu berdasarkan catatan Yulianis, yang saat itu menjadi Direktur Keuangan Permai Group. Pengeluaran itu jumlahnya beragam, ada Rp 2 miliar, Rp 3 miliar dan Rp 500 juta. "Kalau yang Rp 500 juta kita berikan langsung ke Tim Sukses Pemenangan Andi Mallarangeng di Bandung," beber Rosa.

Selain itu Rosa juga membeber tentang pengeluaran Rp 20 miliar dari Permai Group sebesar Rp20 miliar pada tahun 2010.  Tujuannya, untuk pelicin proyek Sport Center Hambalang dan Wisma Atlet SEA Games.

Uang Rp 20 miliar itu dibagi dua, yakni Rp 10 miliar untuk pelicin proyek Wisma Atlet dan Rp 10 miliar untuk proyek Hambalang. Namun ternyata, Nazar dengan hanya mendapat proyek Wisma Atlet saja.

Akhirnya Nazar marah dan memerintahkan Rosa menagih Rp 10 miliar yang sudah terlanjur diserahkan ke Wafid Muharam. Pasek mengatakan, jika pernyataan dan alat bukti tidak sesuai, maka harus diperdalam juga kemungkinan adanya tekanan psikologis yang dialami Rosa ketika mendapatkan ancaman pada sidang-sidang sebelumnya, terkait keselamatan dirinya dan keluarganya.

“Sebelumnya kan ada ancaman-ancaman yang konon dilakukan Nazaruddin terhadap dirinya. Itu harus diungkap juga, jangan-jangan apa yang diungkap sekarang oleh Rosa tidak lepas merupakan efek psikologi terhadap ancaman-ancaman yang diterimanya itu," kata Pasek. "Rosa dipaksa membersihkan peran nazaruddin, dan mengkaitkan semuanya pada Anas Urbaningrum,” imbuhnya.

Terkait pernyataan Rosa bahwa apa yang dimaksudkan dengan Ketua Besar dan Bos Besar seperti yang terekam dalam percakapan melalui Blackberry Messenger dengan Wasekjen PD yang juga Anggota Komisi X, Angelina Sondakh, adalah Anas Urbaningrum dan Mirwan Amir, Pasek menegaskan, tidak ada kebiasaan di PD memanggil Anas seperti itu.  “Kebiasaan menyebut ketua besar gak pernah ada di internal PD, kami menyebut Anas dengan ketum atau Anas saja, tidak ada menyebut ketua besar," jelasnya.

"Ini bentuk rekayasa dari Nazaruddin hanya untuk mengkapitalisasi media agar menarik. Kenapa gak disebut ketum saja, semua menyebut seperti itu,” tambahnya.

Ia menjelaskan lagi, Angelina Sondakh sendiri tidak pernah mengakui ada komunikasi itu melalui BBM itu. "Komunikasi itu harus dibuktikan dahulu apakah benar ada atau tidak," katanya.

Ia menerangkan, tidak sulit untuk merekayasa percakapan melalui BBM. ”Bisa saja Rosa membeli BB, dan memasukkan foto Angie, habis itu dibuat seolah Angie mengirimkan BBM kepada Rosa,” tegasnya.

Terakhir dirinya pun menegaskan bahwa langkah Nazaruddin sangat sistematis dan merupakan langkah untuk menghancurkan PD. Pihak-pihak yang ingin menghancurkan PD bekerja sama dengan Nazaruddin karena tahu bahwa untuk menghancurkan SBY tidak bisa secara langsung karena rakyat pendukung SBY yang jumlahnya besar akan marah.

“Jadi dilakukanlah skenario menghancurkan orang-orang Demokrat. Pertama Anas, dan sekarang Andi Malarangeng, besok entah siapa lagi saya tidak tahu. Semua mau dibuat hancur citranya,” pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Din Anggap Polri Bela Pengusaha


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler