jpnn.com, JAKARTA - Hari ini, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) genap berusia 74 tahun, sekaligus peringatan Hari Guru Nasional (HGN).
Mantan Ketua PB PGRI Didi Suprijadi mengatakan, jati diri PGRI sebagai organisasi ketenagakerjaan adalah bagaimana memperjuangkan kesejahteraan guru. Nah, saat ini yang harus diperjuangkan PGRI adalah soal kesejahteraan guru honorer.
BACA JUGA: HGN 2019, Guru Honorer K2 Belum Bisa Tersenyum
"Saya menyoroti rencana pemerintah dengan program kartu prakerja sebagai pembanding, lalu dihubungkan dengan guru honorer," kata Didi dalam pesan elektroniknya, Senin (25/11).
Guru honorer adalah orang yang bekerja mengajar mendidik di sekolah negeri, minimal sudah mengajar satu tahun dengan honor Rp 300 – 500 ribu per bulan. Honor itu dibayar setiap tiga bulan, anggarannyadari dana Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ).
BACA JUGA: Ketum IGI Tantang Pemerintah Pecat Seluruh Guru Honorer
Untuk menjadi guru profesional disyaratkan agar guru memiliki sertifikat pendidik. Fakta di lapangan hampir seluruh guru honorer belum bersertifikat pendidik.
Salah satu kendala guru honorer belum bisa mengikuti sertifikasi pendidik selama ini adalah peraturan yang menyebutkan harus tenaga pendidik tetap yang diangkat yayasan untuk sekolah swasta atau diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) untuk sekolah negeri.
BACA JUGA: Mana Berani Pemerintah Memberhentikan Semua Guru Honorer
Didi membeberkan, ada perubahan peraturan dalam pelaksanaan sertifikasi, yaitu dalam Lampiran Surat Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 4184/B4/GT/2018 Tanggal 15 Februari 2018 tentang persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Calon Peserta PPG dalam Jabatan.
Di surat itu disebutkan untuk guru bukan PNS di sekolah negeri (guru honorer) dibuktikan dengan SK Pengangkatan dari Kepala Daerah atau Kepala Dinas Pendidikan lima tahun terakhir (mulai tahun 2014 sampai dengan 2018).
"Fakta di lapangan kepala daerah atau kepala Dinas Pendidikan jarang yang berkenan memberikan SK," ujarnya.
Ketentuan lainnya persyaratan guru bukan PNS di sekolah negeri seperti disebutkan di atas, hanya berlaku untuk pendaftaran dan pelaksanaan PPG Dalam Jabatan, tidak berlaku untuk persyaratan pembayaran tunjangan profesi pendidik.
Artinya kalaupun guru honorer mendapatkan sertifikat guru melalui PPG akan tetapi sertifikat tersebut tidak dapat digunakan sebagai syarat penerimaan tunjangan fungsional guru.
"Jadi walaupun sudah memiliki sertifikat pendidik guru honorer belum bisa mendapatkan tunjangan fungsional guru (TFG)," ujarnya
Biaya pelaksanaan PPG Dalam Jabatan bagi guru bukan PNS di sekolah negeri menjadi tanggung jawab pemerintah daerah atau Satuan Pendidikan, kecuali guru yang mengajar di daerah khusus (3T). Artinya pemerintah pusat tidak dapat menanggung biaya PPG bagi guru honorer. Bandingkan dengan biaya PPG untuk guru PNS dan guru yayasan.
Bagaimana dengan kartu pra kerja? Kartu Pra-Kerja diberikan kepada lulusan SMA/SMK atau Perguruan Tinggi yang belum mendapat pekerjaan. Penerima Kartu Pra-Kerja sebelumnya diikutkan dalam pelatihan untuk mendapatkan ketrampilan dan kompetensi atas biaya pemerintah.
Setelah mengikuti pelatihan program ketrampilan, penerima kartu Pra-Kerja akan diikutkan pelatihan lanjutan untuk mendapatkan sertifikasi kompetensi. Sebelum penerima kartu Pra-Kerja mendapatkan pekerjaan, pemerintah melalui dana APBN akan memberikan insentif sebesar Rp 500 ribu per bulan.
Pemerintah pusat telah menganggarkan Rp 10 triliun dalam APBN 2020 untuk alokasi 2 juta penerima Kartu Pra-Kerja.
Tata cara mendapatkan Kartu Pra Kerja adalah sebagai berikut. Pertama, peserta mendaftar secara on line melalui Kemanaker.or.id sebagai calon peserta program penerima kartu pra-kerja. Melalui Kemenaker.or.id ini pula pengumuman disampaikan bagi yang diterima atau tidak.
Kedua, bagi peserta yang lulus seleksi akan diberi pilhan untuk mendaftar pelatihan vokasi melalui website atau aplikasi. Selanjutnya peserta pelatihan baik yang memilih pelatihan tatap muka ataupun darling mendapatkan dana pelatihan berkisar antara Rp 3 juta sampai Rp 7 juta.
Ketiga, bagi peserta yang lulus pelatihan dan mendapatkan sertikat kompetensi akan diikutkan uji kompetensi serta mendapatkan subsidi Rp 90 ribu dari dana kartu pra-kerja.
Keempat, pemegang kartu pra-kerja mendapatkan insentif Rp 500 ribu per bulan dari dana APBN sebagai persiapan melamar pekerjaan.
Kelima, peserta harus mengisi survey kepekerjaan yang dilakukan secara periodik untuk mendapatkan data apakah sudah mendapatkan pekerjaan atau belum.
"Bila rencana pemberian Kartu Pra-Kerja ini dilaksanakan maka akan terlihat di mana letak keberpihakan pemerintah terhadap guru honorer. Guru honorer sudah bekerja puluhan tahun, memiliki sertifikat pendidik dengan jalan mandiri dan hanya mendapatkan honor Rp 300 – 500 ribu per bulan dibayarkan tiap tiga bulan serta bekerja di instansi pemerintah. Sedangkan pemegang kartu pra-kerja belum bekerja, mendapatkan insentif Rp 500 ribu per bulan dan sertifikasi dibiayai pemerintah serta bekerja rencananya bukan di instansi pemerintah," bebernya.
Guru honorer seluruh negeri yang berjumlah 750 ribu di Kemendikbud dan 250 ribu di Kemenag akan senang hati bila pemerintah mengalihkan dana APBN tahun 2020 alokasi dana Kartu Pra-Kerja senilai Rp 10 triliun untuk alokasi dana insentif guru-guru honorer. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad