Setiap tahun sepertiga anggaran kesehatan dan kesejahteraan yang digelontorkan Pemerintah Federal Australia, sekitar $46 miliar (sekitar Rp 460 triliun) ternyata terbuang percuma. Pasalnya, banyak digunakan untuk prosedur kesehatan dan pengobatan yang tidak diperlukan, serta beresiko memperburuk kesehatan pasien.
Demikian terungkap dalam laporan investigasi program Four Corners ABC, yang mengungkap banyak dari pengobatan dan tes yang dijalani pasien ternyata tidak diperlukan.
BACA JUGA: Tiba di Melbourne, Justin Bieber Ajarkan Cara Berfoto dengan Dirinya
Bahkan, kebanyakan tes itu justru memperburuk kondisi kesehatan pasien dan hanya menghamburkan anggaran kesehatan untuk prosedur yang mahal namun tidak begitu bermanfaat.
Lantaran kondisi ini, miliaran dolar anggaran kesehatan dari pemerintah menguap sia-sia setiap tahunnya.
BACA JUGA: Perempuan Sudah Lama Berkiprah di Pemerintahan Lokal Australia
Data yang diambil dari Institut Kesehatan dan Kesejahteraan Australia menunjukan setiap tahunnya Australia menggelontorkan dana untuk sektor kesehatan sebesar $155 miliar (sekitar Rp 1.500 triliun).
Diperkirakan, sepertiga dari dana tersebut yakni sekitar $46 miliar dipakai untuk berbagai tes dan prosedur kesehatan yang tidak perlu.
BACA JUGA: OzAsia Festival 2015: Melihat Indonesia yang Bukan Cuma Bali
Jumlah ini merupakan total dana yang dibelanjakan oleh pemerintah federal dan negara bagian, asuransi kesehatan swasta dan uang tunai yang dibayarkan langsung oleh pasien untuk menutup kekurangan biaya pengobatan.
Adam Elshaug, pakar Kebijakan Kesehatan di Universitas Sydney telah mengidentifikasi setidaknya 150 pelayanan medis yang tidak aman, tidak pantas atau tidak efektif yang menerima penggantian pembayaran dari pemerintah.
Dia mengatakan sistem ini hanya menghambur-hamburkan anggaran kesehatan yang sangat berharga dan menempatkan pasien pada risiko kesehatan yang lebih buruk.
"Kita tahu pasien disakiti dengan menerima berbagai tes dan pengobatan yang tidak seharusnya mereka dapatkan," katanya.
"Dan itu memakan biaya juga dimana biaya itu seharusnya kita perhitungkan karena uang itu dapat dialokasikan ke area pengobatan yang lain," tambahnya.
Sementara menurut Profesor Robyn Ward, kepala Komite Penasehat Layanan Kedokteran, kebanyakan dari pasien tidak menyadari hanya ada sedikit bukti yang mendukung serangkaian prosedur pengobatan yang harus mereka jalani.
Komite ini bertanggung jawab meninjau bukti-bukti di balik proposal untuk memasukan item baru dalam Skema Manfaat Kedokteran (MBS) - sebuah daftar yang terdiri dari 5.700 layanan, tes dan prosedur yang pengobatannya akan mendapatkan ganti rugi dari pasien atau dokter.
"Rata-rata mereka tidak memiliki pemahaman kalau sebenarnya pengobatan atau tindakan yang dilakukan hanya memberi sedikit manfaat pada mereka dan beberapa bahkan dapat benar-benar merugikan," kata Profesor Ward, yang merupakan spesialis kanker terkemuka.
Prof. Ward mencontohkan prosedur kesehatan untuk menangani nyeri sendi yang umum dikeluhkan pasien di Australia.
Nyeri sendi, menurutnya, adalah gejala umum yang dialami warga paruh baya atau yang sudah lanjut usia. Ketika pasien berobat maka dokter biasanya akan meminta pasien melakukan pemindaian di bagian lutut atau MRI.
Sejak prosedur ini dibolehkan, jumlah perintah MRI melonjak dari nol menjadi 150 ribu pada tahun lalu. Padahal tindakan ini menurut Prof. Ward tidak menjamin rasa nyeri yang dialami pasien memang terkait dengan kondisi atau kerusakan di bagian lutut.
Setelah melakukan MRI, pasien nyeri lutut terkadang dirujuk ke ahli bedah ortopedi, yang mungkin menawarkan operasi lubang kunci untuk memperbaiki tulang rawan dan membersihkan puing-puing dari arthritis pasien.
Dikatakan, sebenarnya tindakan ini juga tidak bermanfaat. Padahal tindakan ini setiap tahunnya memakan anggaran kesehatan hingga $12 juta.
Tindakan terakhir yang kerap dihadapi pasien nyeri tulang adalah operasi penggantian lutut. Menurut pakar rematik dan epidemologi klinis di RS Cabrini Melbourne, Rachelle Buchbinder, 20 persen tindakan operasi pergantian lutut ini sebenarnya tidak diperlukan pasien.
Jenny Doust, mengaku sangat paham mengapa situasi ini bisa terjadi dan meningkat.
"Sebagian dari masalah ini adalah, dokter merasa mereka perlu melakukan tes lebih lanjut, terkadang pasien juga memaksa untuk melakukan prosedur itu," katanya.
"Selain itu juga didorong oleh kondisi ketika dokter merasa secara klinis tidak terlalu yakin tentang apa yang terjadi dan mereka tidak bersedia memberikan tindakan berdasarkan ketidakpastian seperti itu," katanya.
"Padahal, terkadang obat terbaik itu adalah tidak diobati sama sekai," ujarnya.
Pemerintah Federal sedang mengkaji bukti untuk item MBS ini. Selain itu pasien juga didorong untuk lebih kritis menanyakan bukti medis dari prosedur atau tindakan yang dianjurkan dokter untuk mereka lakukan.
"Saya kira semua pasien harus mempertanyakan bukti itu. Mereka harus menanyakan bukti kalau kondisi kesehatan mereka akan membaik setelah melakukan prosedur A atau B," kata Jenny Doust.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Generasi Muda Ingin Tinggalkan Australia Karena Melambatnya Ekonomi