Kepala Ekonom Danareksa Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, hingga akhir Nopvember 2012 lalu, total dana pemerintah yang tersimpan di BI mencapai kisaran angka Rp 203 triliun. "Ini inefisiensi yang sangat besar," ujarnya Kamis (10/1).
Menurut Purbaya, banyaknya uang yang diparkir di BI tersebut menunjukkan rendahnya efektifitas penyerapan belanja pemerintah. Padahal, dana tersebut mestinya digunakan untuk kegiatan-kegiatan produktif. "Akibatnya, Indonesia kehilangan potensi pertumbuhan ekonomi," katanya.
Karena itu, lanjut dia, adanya wacana menaikkan harga BBM agar penghematan dana subsidinya bisa dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur dinilai tidak akan efektif. Sebab, dana yang ada saat ini saja masih belum terserap optimal. "Jadi, ini PR (pekerjaan rumah) besar bagi pemerintah untuk memperbaiki penyerapan anggaran," ucapnya.
Tingginya dana pemerintah yang menganggur itu juga mendapat sorotan tajam dalam kajian Komite Ekonomi Nasional (KEN). Ketua KEN Chairul Tanjung menyatakan, setiap Rp 100 triliun dana pemerintah yang di BI membuat Indonesia kehilangan potensi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,7 persen. "Sebab, program-program pembangunan tidak berjalan dengan baik," ujarnya.
Berdasar kajian KEN tersebut, maka jika saat ini terdapat Rp 203 triliun dana pemerintah yang diparkir di BI, maka potensi pertumbuhan ekonomi yang menguap mencapai 1,4 persen. Artinya, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 2012 sebesar 6,3 persen, maka potensi sesungguhnya pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 7,7 persen.
Kajian KEN menyebut, selama ini BI memberikan bunga 60 persen dari BI Rate untuk uang pemerintah yang disimpan di BI. Dengan skeman tersebut, seolah-olah BI dan pemerintah sama-sama untung. Sebab, pemerintah mendapat bunga dan BI mendapat dana murah untuk operasi pasar. Namun, tetap saja hal itu tidak tepat karena hilangnya potensi pertumbuhan ekonomi jauh lebih besar dari keuntungan yang didapat pemerintah dan BI. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Harus Belajar dari Krisis
Redaktur : Tim Redaksi