Rp485 Miliar Lagi untuk Jalan ke Kualanamu

Diusulkan Bandara Perintis di Dairi

Rabu, 26 September 2012 – 08:52 WIB
JAKARTA - Setelah pembangunan bandara baru Kualanamu hampir kelar, akses jalan ke bandara pengganti Polonia itu ditempatkan ke skala prioritas tertinggi. Anggaran 2013 untuk pembangunan jalan tol dan non tol yang mengakses ke Kualanamu mulai dibahas di Jakarta.

Komisi V DPR yang membidangi pembangunan infrastuktur mengusulkan angka Rp485 miliar di tahun anggaran 2013. Hingga kemarin, angka usulan tersebut masih terus dibahas secara mendalam.

"Untuk Kualanamu, untuk pembangunan jalan tol dan non tol, harus ada tambahan lagi Rp485 miliar. Itu sedang kita matangkan," ujar anggota Komisi V DPR asal dapil III Sumut, Ali Wongso Sinaga, kepada JPNN kemarin (25/9).

Dijelaskan, prioritas diberikan untuk pembangunan jalan lantaran proyek bandara Kualanamu sendiri sudah hampir kelar. "Sisi udaranya sudah hampir selesai. Artinya tidak perlu lagi ada tambahan dana. Tapi kalau nanti ternyata masih kurang, kita usulkan lagi tambahannya," ujar Ali Wongso, satu-satunya anggota DPR asal Sumut yang duduk di komisi bidang infrastruktur itu.

Sedang untuk sisi darat atau bagian terminalnya, menurut Ali, merupakan tanggung jawab Angkasa Pura II. "Terminal juga sudah beres," imbuh politisi Partai Golkar itu.

Selain mendorong adanya kesiapan dana untuk jalan akses ke Kualanamu, lanjut Ali, Komisi V DPR juga terus mendorong pengembangan bandara Silangit. "Karena kurang panjang, maka kita dorong agar diperpanjang landasannya. Kalau Aek Godang saya lihat sudah tidak ada masalah," kata Ali.

Komisi V DPR, lanjutnya, juga sudah mengusulkan kepada pemerintah agar dibangun bandra perintis di Dairi. Komisi V DPR meminta kepada Dirjen Perhubungan Udara untuk segera melakukan studi kelayakan di Dairi dibangun bandara perintis. "Dirjen Perhubungan Udara sudah menyatakan kesiapannya untuk melakukan studi kelayakan," terang Ali.

Mengapa lapangan terbang perintis diusulkan ada di Dairi? Ali menjelaskan, jika nantinya bandara Kualanamu sudah beroperasi, maka jarak Dairi ke bandara jauh. Sementara, kapasitas jalan nasional yang mengakses Dairi-Kualanamu, masih sangat terbatas. "Maka ini harus diantisipasi dengan keberadaan lapangan terbang perintis," ucapnya.

Alasan lain, keberadaan bandara perintis di Dairi juga bisa mempermudah akses penerbangan warga di sejumlah kabupaten di sekitarnya. "Termasuk Aceh Barat," ujarnya.

Diakui, memang sejumlah bandara perintis lainnya yang ada di Sumut, harus terus dikembangkan seiring dengan beroperasinya bandara Kualanamu nantinya. Hanya saja, karena keterbatasan dana, maka harus dibuat skala prioritas. "Termasuk yang ada di Nias," imbuhnya.

Bagaimana dengan bandara FL Tobing di Tapanuli Tengah? Ali mengaku tidak mengetahui persis apakah nantinya mendapat alokasi dana pengembangan. Dia pun memaklumi jika para bupati/walikota di Sumut langsung melobi Ditjen Perhubungan Udara, tanpa minta bantuan dirinya sebagai wakil rakyat asal Sumut. Padahal, jika minta bantuan, Ali menyatakan siap membantu. "Jangankan dari Sumut, dari provinsi lain pun kita bantu," katanya.

Seperti diketahui, ada enam bandara di wilayah Sumut yang masuk dalam prioritas pengembangan hingga 2025, di luar bandara Kualanamu.

Keenam bandara itu adalah bandara Aek Godang di Padang Sidempuan, bandara Sibisa di Parapat, bandara Pulau-pulau Batu di Nias Selatan. Selain itu, bandara Silangit di Tapanuli Utara, bandara DR. FL. Tobing di Tapanuli Tengah, dan bandara Binaka di Gunung Sitoli.

Skala prioritas pengembangan keenam bandara itu tercantum dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) Kementrian Perhubungan 2005-2025. Para bupati/walikota di daerah terkait, beberapa waktu lalu pun mulai rajin melobi agar bandara di wilayahnya bisa segera mendapatkan alokasi di APBN di tahun-tahun berikutnya, agar pengembangan bandara bisa cepat dilakukan. Siapa cepat, dia yang dapat.

Antara lain yang sudah menggalang lobi ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) adalah para bupati dan walikota di wilayah Nias. Mereka menginginkan agar Bandara Binaka di Gunung Sitoli segera dikembangkan, sebagaimana bandara Silangit.

Untuk anggaran tahun 2012 yang dikucurkan Departemen Perhubungan untuk sembilan bandara yang ada di wilayah Provinsi Sumut ternyata sangat kecil, yakni hanya Rp692.787.768.000. Itu pun, terbesar tersedot untuk proses lanjutan pembangunan bandara Kualanamu, yakni sebesar Rp603.166.259.000.

Pertama, untuk bandara Dr FL Tobing, Tapteng sebesar Rp5.923.073.000. Antara lain untuk perluasan pelataran parkir terminal penumpang Rp214,57 juta dan untuk pembangunan gedung tower termasuk pengawasannya Rp1,44 miliar.

Kedua, bandara Sibisa, Parapat, Rp395,7 juta. Antara lain untuk pembangunan, rehabilitasi, dan pemerliharaan prasarana navigasi Rp20 juta.

Ketiga untuk bandara Binaka, Gunung Sitoli Rp9.026.000.000. Keempat, bandara Silambo, Teluk Dalam, Nisel, Rp9 miliar.

Kelima, bandara udara Kualanamu, yang di data Kemenhub ditulis bandara Medan Baru, yakni Rp603.166.259.000. Antara lain untuk pekerjaan tanah tahap II, perbaikan tanah, dan aeronautical pavement runway Rp416.5999.175.000. Pekerjaan pengadaan Air Navigation System (paket 3) Rp52.752.273.000. Honor-honor juga dianggarkan secara rinci.

Keenam, bandara Lasondre, Pulau Batu, Nisel Rp3.526.000.000. Ketujuh, bandara Silangit, Siborongborong Rp18.264.500.000. Antara lain untuk lanjutan pekerjaan tanah dan perpanjangan landasan pacu dan pengawasannya Rp11.140.200.000

Kedelapan, bandara Aek Godang, Padangsidempuan Rp3.916.848.000. Antara lain untuk pengdaan dan pemasangan AFL Rp2.040.000.000.

Kesembilan, terakhir, bandara Polonia, Medan Rp7.759.170.000. Terbesar untuk penimbunan tahap II lahan bangunan operasional dan pemagaran keliling dan pengawasannya Rp3.741.305 miliar. (sam/jpnn)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Hukum Dianggap Tak Efektif Atasi Kejahatan Pajak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler