jpnn.com - JAKARTA – Sistem manajemen Rumah Sakit (RS) mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dinilai sebagai biang kerok atas penyebab defisitnya dana jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikelola BPJS kesehatan. Hal ini dikarenakan RS mitra BPJS lebih dominan berorientasi pada bisnis orang sakit.
“Mereka mustinya on the track sesuai peraturan BPJS kesehatan, bukan akal-akalan demi cari untung semata,” ujar Koordinator Nasional Masyarakat Peduli BPJS (Kornas MP BPJS) Hery Susanto di Jakarta, Sabtu (14/5).
BACA JUGA: Anggota Komisi III Minta Hakim Pertimbangkan Keinginan Publik
Hery mengkritik RS Mitra BPJS yang kadang menyampaikan kepada pasien peserta BPJS bahwa kamar di kelasnya penuh. Bahkan ketersediaan obat pun kosong, pdahal nyatanya tidak.
“Ini sangat mencederai semangat pelayanan JKN sesuai UU BPJS. Meski dalam laporannya banyak RS.mitra BPJS yang cenderung manipulatif guna mendapatkan keuntungan sepihak dari serapan biaya klaim yang diajukan ke BPJS,” katanya.
BACA JUGA: JKN Hanya Bermanfaat Bagi Sektor Bisnis Orang Sakit
Menurutnya, BPJS kesehatan melaporkan mengalami defisit sebesar Rp 3,3 triliun untuk pembiayaan JKN (2014). Di 2015, defisit pembiayaan JKN sebesar Rp 6 triliun, dan prediksi pada 2016 bisa mencapai lebih Rp 7 triliun.
Karena itu, kata dia, Kornas MP BPJS mendesak pemerintah untuk mereformasi sistem manajemen RS yang pro semangat JKN dan UU BPJS. Tanpa reformasi sistem manajemen RS mitra BPJS Kesehatan pelaksanaan JKN lebih banyak menguntungkan RS yang dominan memposisikan sebagai sektor industri bisnis orang sakit, tapi berpotensi rugikan keuangan negara.
BACA JUGA: Airlangga: Percuma Ngomong Ini Kalau Infrastrukturnya Tak Mendukung
“Ini harus diantisipasi, tidak menutup kemungkinan pada 2019 defisit pembiayaan JKN ini akan terus membebani keuangan negara. Harus perkuat kontrol dan pengawasan terhadap manajemen RS mitra BPJS,” katanya.
Hal ini diperparah lagi dengan rendahnya kualitas fasilitas dan pelayanan kesehatan. Alih-alih manajemen RS mitra BPJS sering menjebak pasien peserta BPJS dengan biaya tambahan yang harus dibayarkan ke pihak rumah sakit.
“Jadi masalah utama bukan karena masyarakat gagal paham sebagai peserta BPJS karena tidak bayar iuran, namun karena pemerintah belum tuntas dalam membenahi sistem manajamen RS yang pro JKN dan tujuan BPJS,” ujar Hery.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanggapi Komite Etik, Akbar Tanjung: Dalam Kasus Akom, Situasinya Berbeda
Redaktur : Tim Redaksi