BANDARLAMPUNG – Pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait biaya penerimaan siswa baru (PSB) di rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) tergolong pungutan liar, langsung direspons Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Lampung.
Disdik meminta RSBI di Lampung menahan diri menarik biaya pendaftaran hingga ada kejelasan dari pusat tetap menggunakan Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan atau menunggu putusan MK, atau juga tetap mengacu pada keputusan forum komite sekolah.
’’Kami sangat menyambut baik terkait penundaan pungutan. Meski begitu, kami belum bisa menindaklanjutinya, apakah sudah ada yang memungut atau belum. Sebab, pengaduannya sampai saat ini belum ada,’’ kata Sekretaris Disdik Lampung Effendi Rachman kemarin (26/6).
Saat ini, pihaknya tengah menggodok petunjuk teknis (juknis) untuk menyeragamkan pola pendidikan seluruh kabupaten/kota guna menggratiskan seluruh biaya PSB.
’’Jika mereka meminta pungutan kepada siswa, artinya di situ ada pelanggaran. Di juknis sudah jelas bahwa PSB, apa pun bentuknya, semuanya gratis,” tegas Effendi.
Terpisah, Kepala SMAN 9 Bandarlampung Hendro Suyono juga mendukung langkah pusat dan ICW. Karena itu, pihaknya hingga kemarin belum menarik biaya kepada orang tua siswa.
Sebelum melakukan pungutan, kata Hendro, pihak sekolah selalu melibatkan wali murid yang dipimpin langsung ketua komite. Nah dalam penentuan besaran jumlah yang harus dikeluarkan wali murid, sekolah mempunyai rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) yang bersama-sama disepakati.
’’Dari sanalah kenapa kami tidak pernah ribut-ribut. Kami tidak pernah memaksakan wali murid. Kami juga masih memberlakukan sistem silang. Jadi, siswa yang tidak mampu bisa ditutupi oleh yang mampu,’’ terangnya.
Menyikapi judicial review tentang status RSBI di Mahkamah Konstitusi (MK), Hendro mengaku tidak ambil pusing. ’’Itu kan masih belum ada hasilnya. Kami di sini hanya sebagai abdi negara yang bertugas mencerdaskan anak bangsa. Apa pun keputusannya nanti, kami ikut dan patuh saja,” pungkas Hendro.
Pendaftaran PSB tingkat SMA sederajat sendiri sudah dilaksanakan pada 21-23 Juni, dengan pelaksanaan ujian tanggal 26 Juni, dan diumumkan pada 4 Juli mendatang. Sedangkan PSB tingkat SMP dimulai 25-27 Juni, tes tanggal 1 Juli, dan diumumkan pada 6 Juli.
Diketahui, terkait musim penerimaan siswa dan mahasiswa baru (PMB) ini, ICW dan Ombudsman RI langsung membuka posko pengaduan.
’’Memasuki musim PSB dan PMB, biasanya suara sumbang terkait sekolah atau universitas yang meminta pungutan pasti muncul. Nah, kami merespons dengan membuka posko pengaduan,” terang Febri Hendri dari Divisi Monitoring dan Pelayanan Publik ICW.
Dia menambahkan, posko juga berfungsi untuk mengawal Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011 tentang Larangan Pungutan. Febri menilai peraturan menteri (permen) tersebut tidak efektif karena selama ini belum ada tim yang mengawasi.
’’Jadi, permen itu menjadi tidak bertaring karena sekolah yang melakukan pungutan selama ini tak tersentuh hukum,’’ tukasnya. Dia lantas mengurai, yang masih sering dijadikan celah untuk pungutan adalah seragam dan buku. Sekolah tahu peraturan melarang, namun sedikit ancaman tidak bisa menerima siswa membuat orang tua tak berkutik.
Begitu juga untuk mereka yang mendaftar di sekolah RSBI. Febri menyarankan agar sekolah tidak gegabah meminta uang, meski aturan memperbolehkan. Sebab, seperti diketahui, saat ini sedang berjalan judicial review tentang status sekolah RSBI di MK.
Kalau MK merevisi, berarti status sekolah RSBI tidak akan ada lagi. Sehingga privilege diperbolehkannya meminta pungutan otomatis hilang karena statusnya sama dengan sekolah biasa. ’’Kalau wali murid telanjur keluar uang, nanti sulit dikembalikan. Mending jangan meminta dan membayar dahulu. Yang terpenting, karena perkaranya masih belum diputuskan, pungutan RSBI bisa dikategorikan pungutan liar (pungli),’’ tandasnya.
ICW juga membuka data, di Jambi ada sekolah yang memberikan surat ke wali murid agar mau bayar Rp2,5 juta. Lebih parah lagi di Palembang, salah satu SMA malah meminta uang Rp10 juta agar bisa mengenakan seragam sekolah itu. Beberapa data itu menunjukkan betapa lemahnya kawalan Permen 60/2011.
Di Jakarta, lanjut Febri, modusnya beda lagi. ’’Sumbangan’’ itu mulai diminta kepada wali murid setelah proses belajar-mengajar berlangsung. Caranya, wali murid akan dikumpulkan dalam suatu ruangan dan sekolah mulai merayu agar diberi kucuran dana. ’’Akan kami pantau semua itu. Saya harap kepala sekolah bisa mengklarifikasi,” ucapnya. (jpnn/nur/c1/ary)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ambil Rapor, Orang Tua Murid Wajib Setor Rp 600 Ribu
Redaktur : Tim Redaksi