jpnn.com - BATAM - Program kesejahteraan rakyat yang digagas Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) tak berjalan lancar di Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Pembangunan rumah supersederhana untuk warga berpenghasilan rendah di kavling Bukit Kamboja Double, Sagulung, Batam, dinilai membebani warga.
Perumahan murah tersebut dibangun Badan Pengusahaan Batam selaku pemilik lahan. Dana pembangunannya berasal dari Kemenpera. Sejauh ini, 85 unit rumah sudah dibangun di enam blok. Perumahan itu sudah ditempati 20 keluarga berpenghasilan rendah. Warga yang sudah menempati perumahan tersebut kini dibebani KPR sesuai dengan harga rumah, yakni Rp 48 juta.
BACA JUGA: Argo Parahyangan Dilempari Batu, Penumpang Nyaris Terkena Pecahan Kaca
Dengan kondisi tersebut, warga yang telanjur menempati rumah itu merasa tertipu. Mereka menilai, tujuan pembangunan rumah tersebut, yakni rumah murah, mulai melenceng.
Seperti diungkapkan Buha Wanto Hutasoit, wakil penghuni perumahan murah tersebut, warga yang sudah menempati rumah murah itu merasa ditipu. Mereka mulai bimbang soal biaya pembelian rumah. "Nggak jelas peruntukan pembangunan perumahan itu. Saat pembangunan selesai, tidak ada sosialisasi rumah itu gratis atau beli. Kalau beli, semurah apa?" kata Buha seperti dilansir Batam Pos (JPNN Group).
BACA JUGA: Gaji PNS Dipotong 2,5 Persen Buat Zakat
Belakangan, setelah beberapa warga menempati rumah itu, warga didatangi Rustam Efendi, project officer tim pelaksana pembangunan rumah sederhana kavling siap bangun Batam. Dengan mengaku sebagai pihak yang dipercaya Badan Pengusahaan Batam, dia minta sejumlah uang kepada warga yang sudah menempati rumah tersebut.
Uang itu diklaim sebagai uang pengajuan KPR ke bank. Warga dibebani DP Rp 3 juta, booking fee Rp 300 ribu, dan pelunasan KPR rumah hingga Rp 48 juta yang akan diangsur selama sepuluh tahun. Warga jadi bingung. Sebab, mereka hanya tahu bahwa rumah itu program perumahan murah dari Kemenpera.
BACA JUGA: Kuota Hanya 61 CPNS, Pendaftar Sudah 6.343
"Kalau tahu beli juga kayak gini, mendingan kami beli yang dekat jalan raya. Kami ambil ini karena dibilang hanya perlu bayar Rp 18 juta uang administrasi dan pengurusan dokumen. Sekarang kok diharuskan bayar KPR," tutur salah seorang penghuni.
Rosenda juga menilai bahwa proyek bernilai miliaran rupiah itu tidak tepat sasaran. Informasi yang beredar menyebutkan, proyek tersebut merencanakan pembangunan 3.000 rumah sangat sederhana untuk warga kurang mampu yang belum memiliki rumah. Namun, yang terealisasi hanya 85 unit di enam blok.
Dua blok lain di belakang enam blok yang sudah dibangun itu sebetulnya sempat digarap. Namun, proyek tersebut kini terbengkalai. Fondasi dan separo tembok yang telah dibangun di dua blok itu kini rusak dimakan waktu. "Kesannya tidak sepenuh hati. Peruntukannya tidak jelas. Di lokasi juga tidak ada papan proyek. Sepertinya hanya menghabiskan anggaran," gerutu Rosenda.
Dengan kondisi begitu, warga menduga ada penyelewengan dana. "Tidak pernah jelas dana dan peruntukan proyek ini. Belakangan, Badan Pengusahaan Batam malah bilang ada KPR. Kalau perumahan ini sama dengan perumahan lain, seharusnya pemerintah sejak awal menyosialisasikan peruntukannya. Jadi, warga yang benar-benar kurang mampu tidak terjebak," sesal Ruri, warga lain.
Humas Badan Pengusahaan Batam Dwi Djoko Wiwoho terlihat kaget saat dikonfirmasi tentang keluhan warga tersebut. "Waduh saya belum tahu persoalan itu. Nanti saya cek," ujarnya. (eja/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pekerja Pabrik Tewas Tergilas Mesin Giling
Redaktur : Tim Redaksi