jpnn.com, BOGOR - Demi menuntut ilmu, anak-anak yang tinggal di atas Bukit Enut Cigudeg, Kabupaten Bogor Jawa Barat terpaksa numpang belajar di rumah Dedi Supardi si Ketua RW 01, Kampung Panggeleseran, Desa Banyuwangi Cigudeg, Bogor.
Gerombolan anak berseragam batik dengan nuansa hijau tersebut sudah berkumpul di rumah Dedi sejak pukul 06.30 WIB. Pagi itu, satu per satu anak-anak masuk ke rumahnya sambil membawa peralatan tulis lengkap. “Geus asup, hayuk buru! (Sudah masuk, ayo cepat, red),” sahut seorang bocah kepada teman-temannya sambil berlari ke arah rumah Pak RW.
BACA JUGA: Serius! Jalan Raya Puncak Bogor Retak
Setiap hari, pemandangan itu terlihat di rumah Dedi, ketua RW sekaligus pemilik sekolah satu-satunya di atas Bukit Enut Cigudeg.
Sejak sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mathaul Anwar yang didirikannya pada 1995 ambruk, dia terpaksa memindahkan para siswa ke rumahnya.
BACA JUGA: Dicari, Ibu-Ibu 61 Tahun, Terakhir Pakai Daster Motif Bunga
Untuk diketahui, pada 2006 Kampung Panggeleseran dilanda longsor besar. Kejadian itu membuat bangunan sekolah yang sudah reyot selama 12 tahun semakin hancur dan tidak layak pakai.
Kondisi ini pula yang memaksa pemilik yayasan memindahkan sekolahnya ke rumahnya sendiri. “Awalnya dua ruangan bisa dipakai tapi akhirnya semuanya hancur. Makanya semua siswanya dipindah ke sini,” ujarnya seperti dikutip dari Metropolitan.
BACA JUGA: Kabar Bendung Katulampa Jebol Hoaks
Ya, ruang tamu Pak RW Dedi kini menjadi ruang belajar bagi anak-anak Kampung Panggeleseran. Tak ada kursi, apalagi meja layaknya sekolah pada umumnya. Hanya papan tulis yang menjadi fasilitas belajar mereka. Menurut Dedi, anak-anak di sana sudah terbiasa ngampar di lantai ruang tamu rumahnya. “Setiap hari memang ngampar begini belajarnya,” tuturnya.
Rumah sederhana yang cat putihnya telah lapuk itu jadi pilihan warga di sana untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Sebab, sekolah itu satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di atas Bukit Enut Cigudeg. “Memang di sini sudah enggak ada lagi sekolah. Cuma ini satu-satunya,” kata Dedi.
Dia menjelaskan, sejak longsor terjadi, kampungnya juga direlokasi ke Kampung Kembangwangi, RT 02/11. Di sana, pemerintah telah menyediakan rumah subsidi gratis bagi warga Kampung Panggeleseran.
Namun, menurut Dedi, masih ada sebagian warga yang memilih menetap di Kampung Panggeleseran. “Makanya sekolah ini juga dibuat dua. Ada yang di Panggeleseran sama di Kembangwangi,” ucapnya.
Kampung Panggeleseran lokasinya berada di atas Bukit Enut. Dari Jalan Raya Cigudeg, butuh waktu sekitar satu jam 30 menit untuk sampai ke rumah Pak RW yang jadi tempat siswa MI Mathaul Anwar sekolah.
Siapa pun yang hendak ke kampung ini harus menembus hamparan kebun sawit. Sebagian jalan di sana juga rusak akibat dilintasi truk tambang. Begitu melewati jalan tanjakan dan membelah bukit, barulah terlihat permukiman warga Kampung Panggeleseran. Perkampungan itu tampak sepi.
Menurut Dedi, sebagian warga di sana telah pindah ke Kampung Kembangkuning. Sebab, tanah di sana tak aman dijadikan tempat tinggal. “Beberapa warga di sini sudah direlokasi ke Kembangwangi. Tapi masih ada 20-an rumah yang tetap di sini. Pemiliknya tidak mau pindah,” beber Dedi.
Akibat adanya relokasi itu, lanjut Dedi, ia juga membagi ruang belajar siswa di dua titik, yakni di Kampung Panggeleseran dan Kampung Kembangwangi. “Kalau di sini rumah saya yang dipakai. Di Kembangwangi ada tiga rumah warga yang dipakai,” tuturnya.
Kepala MI Panggeleseran Tatu Uyaenah mengatakan, kondisi seperti ini sudah berlangsung lama. Setiap siswa belajar dalam kondisi apa adanya. “Ya mau gimana lagi. Kami hanya bisa pasrah dengan kondisi seperti ini. Anak-anak harus belajar di rumah-rumah warga karena ketiadaan kelas seperti sekolah umumnya,” kata Tatu kepada wartawan, kemarin.
Disinggung terkait upaya pengajuan bantuan, sambung Tatu, pihaknya sudah mengajukan ke berbagai pihak, dari Kemenag, ormas Islam, Pemkab Bogor dan wakil rakyat. Namun hingga kini tak ada satu pun yang berhasil. “Kalau buat proposal bantuan sudah banyak, hampir ke semua pihak. Namun ya mungkin belum ada yang terketuk untuk membantu,” imbuhnya.
Seorang siswa bernama Erwin mengaku tak sabar bisa memiliki gedung sekolah. ”Ingin belajar di ruang bagus kayak yang lain di kota,” ucap Erwin.
Kondisi ini juga membuat Ketua Pengurus Daerah (PD) Mathaul Anwar Kabupaten Bogor Abdul Azis Sarnata prihatin. Dia mengaku telah mendatangi sekolah tersebut beberapa waktu lalu. Aziz berjanji akan mendorong sekolah tersebut untuk mendapat bantuan.
“Kami sudah tinjau ke lokasi tersebut bersama beberapa pengurus PD Mathaul Anwar. Sekolahan itu harus mendapatkan perhatian dari Pemkab Bogor,” kata Azis. (kmg/mul/d/feb/run)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gunung Salak, Apa Kabarmu Kini?
Redaktur & Reporter : Adek