jpnn.com, FLORIDA - Rumah pohon dua lantai yang bertengger di australian pine alias pohon pinus australia kini jadi bahan sengketa.
Padahal rumah pohon itu sungguh menawan. Rumah itu dipercantik dengan sejumlah hammock, semacam ayunan dari kain, di sekitarnya.
BACA JUGA: Gembala Vs Petani di Nigeria: 83 Nyawa Melayang
Menghadap ke Teluk Meksiko, siapa pun yang melihatnya bakal angkat jempol.
Sayang, Pemerintah Kota Holmes Beach, Manatee County, Negara Bagian Florida, Amerika Serikat (AS), justru ingin merobohkannya.
BACA JUGA: Mahathir Berpeluang Jadi Perdana Menteri Tertua di Dunia
Padahal sang pemilik sudah membangunnya sejak tujuh tahun lalu.
''Saat hendak membangun rumah pohon itu pada 2011, kami sempat bertanya kepada pemerintah setempat tentang perlu tidaknya izin pembangunan. Saat itu mereka bilang tidak perlu. Sekarang semuanya berbalik,'' ujar Richard Hazen, pemilik rumah pohon tersebut, sebagaimana dilansir Associated Press.
BACA JUGA: Para Wanita Cantik Kompak Tak Bercelana di 60 Kota
Hazen dan istrinya, Lynn Tran, tidak bisa menerima keputusan tersebut. Mereka terus membela diri.
Pasangan yang belum dikaruniai momongan itu tidak mau begitu saja merelakan rumah pohon yang mereka sebut sebagai ''sarang pelarian'' untuk sejenak lepas dari rutinitas tersebut.
Meski sudah berkali-kali mendapatkan surat peringatan dari pemerintah setempat, mereka tetap ngotot mempertahankannya.
Hazen dan Tran telah membawa kasus itu ke Mahkamah Agung (MA). Berkas yang diajukan David Levin, pengacara suami istri itu, masuk MA sejak Jumat (5/1).
Para hakim MA punya waktu sampai hari ini (8/1) untuk memutuskan apakah akan menerima kasus itu atau tidak.
Jika MA tidak mau campur tangan, pupuslah harapan Hazen dan Tran. Mau tidak mau keputusan pemerintah setempat harus dijalankan.
Yakni, merobohkan rumah pohon yang pembangunannya memakan waktu enam bulan dengan biaya sedikitnya USD 30.000 (sekitar Rp 402,6 juta) itu.
''Peluang kami untuk mendapatkan perhatian MA memang kecil. Tapi, hak klien saya perlu diperjuangkan,'' ujar Levin.
Tiap tahun MA hanya boleh terlibat dalam 80 kasus yang diajukan kepada mereka secara independen.
Padahal, selama 12 bulan ada ribuan kasus yang masuk.
Tran sendiri menyatakan optimistis MA akan memperhatikan kasusnya. Bahkan, dia rela membiayai proses hukumnya yang nominalnya hampir mencapai lima kali lipat biaya pembangunan rumah pohon tersebut.
Wali Kota Holmes Beach Bob Johnson menyebut upaya Hazen dan Tran yang dikenal sebagai pebisnis properti sekaligus pemilik Angelinos Sea Lodge di Pulau Anna Maria, Florida, itu sia-sia.
''Mereka buang-buang waktu saja,'' katanya.
Dia yakin rumah pohon tersebut akan dirobohkan. Setiap hari, menurut Johnson, pasangan suami istri itu harus membayar denda USD 50 atau sekitar Rp 671 ribu karena tidak mau merobohkan rumah pohonnya.
Sekarang jumlah dendanya sudah mencapai puluhan ribu USD.
''Cepat atau lambat mereka akan kalah,'' tegasnya.
Ironisnya, untuk merobohkan rumah pohon itu, Hazen dan Tran harus punya izin. Padahal, mereka tidak mempunyai izin pembangunannya. (hep/c15/pri/jpnn)
Warga dan Pemkot Rebutan Rumah Pohon
jpnn.com, FLORIDA - Rumah pohon dua lantai yang bertengger di australian pine alias pohon pinus australia kini jadi bahan sengketa.
Padahal rumah pohon itu sungguh menawan. Rumah itu dipercantik dengan sejumlah hammock, semacam ayunan dari kain, di sekitarnya.
Menghadap ke Teluk Meksiko, siapa pun yang melihatnya bakal angkat jempol.
Sayang, Pemerintah Kota Holmes Beach, Manatee County, Negara Bagian Florida, Amerika Serikat (AS), justru ingin merobohkannya.
Padahal sang pemilik sudah membangunnya sejak tujuh tahun lalu.
''Saat hendak membangun rumah pohon itu pada 2011, kami sempat bertanya kepada pemerintah setempat tentang perlu tidaknya izin pembangunan. Saat itu mereka bilang tidak perlu. Sekarang semuanya berbalik,'' ujar Richard Hazen, pemilik rumah pohon tersebut, sebagaimana dilansir Associated Press.
Hazen dan istrinya, Lynn Tran, tidak bisa menerima keputusan tersebut. Mereka terus membela diri.
Pasangan yang belum dikaruniai momongan itu tidak mau begitu saja merelakan rumah pohon yang mereka sebut sebagai ''sarang pelarian'' untuk sejenak lepas dari rutinitas tersebut.
Meski sudah berkali-kali mendapatkan surat peringatan dari pemerintah setempat, mereka tetap ngotot mempertahankannya.
Hazen dan Tran telah membawa kasus itu ke Mahkamah Agung (MA). Berkas yang diajukan David Levin, pengacara suami istri itu, masuk MA sejak Jumat (5/1).
Para hakim MA punya waktu sampai hari ini (8/1) untuk memutuskan apakah akan menerima kasus itu atau tidak.
Jika MA tidak mau campur tangan, pupuslah harapan Hazen dan Tran. Mau tidak mau keputusan pemerintah setempat harus dijalankan.
Yakni, merobohkan rumah pohon yang pembangunannya memakan waktu enam bulan dengan biaya sedikitnya USD 30.000 (sekitar Rp 402,6 juta) itu.
''Peluang kami untuk mendapatkan perhatian MA memang kecil. Tapi, hak klien saya perlu diperjuangkan,'' ujar Levin.
Tiap tahun MA hanya boleh terlibat dalam 80 kasus yang diajukan kepada mereka secara independen.
Padahal, selama 12 bulan ada ribuan kasus yang masuk.
Tran sendiri menyatakan optimistis MA akan memperhatikan kasusnya. Bahkan, dia rela membiayai proses hukumnya yang nominalnya hampir mencapai lima kali lipat biaya pembangunan rumah pohon tersebut.
Wali Kota Holmes Beach Bob Johnson menyebut upaya Hazen dan Tran yang dikenal sebagai pebisnis properti sekaligus pemilik Angelinos Sea Lodge di Pulau Anna Maria, Florida, itu sia-sia.
''Mereka buang-buang waktu saja,'' katanya.
Dia yakin rumah pohon tersebut akan dirobohkan. Setiap hari, menurut Johnson, pasangan suami istri itu harus membayar denda USD 50 atau sekitar Rp 671 ribu karena tidak mau merobohkan rumah pohonnya.
Sekarang jumlah dendanya sudah mencapai puluhan ribu USD.
''Cepat atau lambat mereka akan kalah,'' tegasnya.
Ironisnya, untuk merobohkan rumah pohon itu, Hazen dan Tran harus punya izin. Padahal, mereka tidak mempunyai izin pembangunannya. (hep/c15/pri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Donald Trump: Bukan Sekadar Cerdas, Saya Jenius!!
Redaktur & Reporter : Natalia