Jasad seorang pria berusia 65 tahun di Jakarta Utara tergeletak di depan rumahnya lebih dari 12 jam sebelum dijemput ambulans dan dimakamkan.

Pria tersebut ditemukan warga sudah tidak bernyawa di depan rumahnya.

BACA JUGA: Wisma Atlet Hampir Penuh, Pemerintah Jadikan 2 Rusun Ini Tempat Isolasi

Tapi warga pun tidak berani melakukan apa-apa karena curiga dengan status kesehatannya.

Video jenazah pria yang tergeletak di depan rumahnya ini sempat viral di media sosial.

BACA JUGA: Klaster Keluarga Dominasi Penyebaran Covid-19 di Jakarta

Kapolsek Tanjung Priok, Kompol Ghulam Nabhi mengatakan warga sekitar awalnya menduga dia positif COVID-19 lantaran anaknya sedang menjalani isolasi di Rumah Sakit Darurat COVID Jakarta. 

Setelah datanya dicek, ternyata pria yang meninggal dunia ini juga terkonfirmasi positif COVID sejak 12 Juni lalu.

BACA JUGA: Dalam Sehari, Lebih dari 1.000 Anak di Jakarta Terpapar Covid-19

Ghulam menambahkan sejak anaknya menjalani isolasi, pria itu tinggal seorang diri di rumahnya yang berada di kawasan padat penduduk.

"Yang bersangkutan juga tidak punya handphone," kata Ghulam kepada wartawan, Selasa (22/06).

Menurut Ghulam, ia menerima laporan ada jenazah dari ketua RW setempat pada Senin pukul 13.00, tetapi mobil ambulans baru datang pada Selasa (22/06) pukul 01.00 waktu setempat.

“Jenazah covid banyak, jadi bukan karena mereka tidak mau, tetapi memang terbatas dan yang punya kemampuan pemulasaran jenazah covid tidak banyak," tutur Ghulam menjawab pertanyaan mengenai mengapa ambulans datang sangat terlambat.

Jenazah pria itu lalu dikuburkan di tempat pemakaman khusus pasien COVID-19 di Rorotan, Jakarta Utara. Makin banyak kasus kematian COVID di luar rumah sakit

Ini bukan kali pertama pasien COVID-19 meninggal dunia di luar rumah sakit. 

Pekan lalu pasien asal Kabupaten Indramayu, Jawa Barat meninggal setelah tidak mendapatkan tempat perawatan di rumah sakit.

Pasien laki-laki berusia 43 tahun itu terkonfirmasi positif COVID-19 dengan gejala berat dan mengalami sesak napas.

Kepala Puskesmas setempat, Uswatun Hasanah, menjelaskan kondisi pasien saat itu memang sudah sangat lemah.

Pihaknya kemudian berusaha mencarikan rumah sakit sebagai tempat rujukan pasien COVID-19. 

"Tapi kemarin itu penuh semua," kata Uswatun kepada wartawan.

Uswatun mengatakan pihaknya juga memberikan penanganan seadanya sambil menunggu informasi lebih lanjut mengenai ketersediaan tempat tidur bagi pasien COVID-19.

Keluarga kemudian membawa pasien berkeliling mencari rumah sakit yang kosong dengan menggunakan mobil pribadi.

"Mungkin daripada menunggu, mereka akhirnya berusaha mencari rumah sakit sendiri," ujar Uswatun.

Pihak keluarga sempat mendatangi lima rumah sakit yang semuanya penuh, hingga akhirnya pasien tersebut meninggal di jalan.

Sementara di Jawa Barat, dilaporkan satu keluarga yang tinggal di Kabupaten Bandung memakamkan sendiri ayah mereka yang meninggal dunia saat sedang menjalani isolasi mandiri.

Sebelumnya mereka berada dalam situasi tak pasti selama enam jam, beberapa nomor hotline provinsi yang dihubungi tidak memberikan solusi.

Proses pemakaman dilakukan sendiri oleh pihak keluarga inti dan keluarga terdekat, dibantu oleh seorang Ustadz yang menjadi relawan. Pasien isolasi mandiri tak boleh lepas dari pengawasan

Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19, Profesor Wiku Adisasmito mengatakan kepada ABC maraknya kasus kematian pasien COVID di luar rumah sakit merupakan momentum untuk evaluasi.

“Hal pertama yang bisa kita evaluasi dari kejadian ini ialah bagaimana cara kita mengidenfitikasi mana pasien yang layak untuk menjalani isolasi mandiri di luar fasilitas pelayanan kesehatan, dalam konteks ini ini ialah rumah.”

Profesor Wiku menambahkan, berdasarkan pedoman tata laksana COVID-19, pasien yang dapat melakukan isolasi mandiri di rumah adalah pasien tanpa gejala atau dengan gejala ringan.

Namun, menurutnya pasien dalam isolasi mandiri ini harus didampingi dan dalam pengawasan rutin puskesmas setempat. 

“Hal ini bertujuan untuk memantau perkembangan kondisi pasien melalui pemantauan asupan, aktivitas fisik, konsumsi obat-obatan, saturasi oksigen, riwayat komorbid, dan perkembangan gejala.”

“Jika gejalanya memburuk harus dirujuk atau dirawat di rumah sakit,” katanya. 

Meski demikian, layanan kesehatan di Indonesia kini terancam runtuh di tengah lonjakan kasus COVID-19 yang terus melesat tinggi. Sisa tempat tidur perawatan di rumah sakit menipis

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan ketersediaan tempat perawatan rumah sakit rujukan COVID-19 makin menipis terutama di Pulau Jawa. 

Berdasarkan data Kemenkes per 20 Juni 2021, ada empat provinsi yang memiliki tingkat hunian pasien di atas 80 persen, yakni Jawa Tengah (82%); Jawa Barat (84%); Banten (80%); dan DKI Jakarta (86%).

Jika dilihat lebih detail lagi ada 52 kabupaten dan kota yang memiliki 'bed occupancy rate' (BOR) di atas 80 persen, 24 di antaranya sudah mencapai 90 hingga 100 persen.

Sementara itu kasus harian mencapai rekor tertinggi sejak pandemi, yaitu sebanyak 20.574 pasien, tercatat Kamis kemarin (24/06), sehingga total kasus di Indonesia telah mencapai 2.053.995.

Jumlah kasus aktif saat ini lebih dari 171.000 orang yang berdampak pada BOR rumah sakit.

Kementerian Kesehatan memberikan kebijakan untuk memprioritaskan perawatan COVID-19 di rumah sakit, kepada mereka yang mengalami saturasi rendah, memiliki penyakit penyerta, dan sesak nafas. Beberapa rumah sakit bangun tenda IGD darurat

Dalam keadaan genting seperti sekarang ini maka perlu mengambil kebijakan 'triase medis', menurut dokter relawan COVID-19, dr Debryna Dewi Lumanauw.

“Dalam situasi bencana seperti ini kita harus melihat, mana pasien yang paling parah tapi yang paling mungkin untuk diselamatkan.”

“Tapi bukan berarti yang tidak masuk kriteria ini kita pulangkan … kita akan tangani pasien sebisa mungkin."

Menurutnya jika ICU atau unit perawatan intensif penuh, pasien bisa berada di Instalasi Gawat Darurat untuk sementara.

“Meskipun enggak seintensif di ICU, tapi di Instalasi Gawat Darurat pasti ada alat-alat bantu dasar yang dibutuhkan untuk kebanyakan pasien.”

Selain itu, menurut dr Debryna, tenaga di Instalasi Gawat Darurat pasti akan aktif mencarikan rumah sakit rujukan yang memiliki fasilitas sesuai dengan kebutuhan pasien. 

“Untuk alasan-alasan tersebut, Instalasi Gawat Darurat itu menjadi tempat yang terbaik.”

Tak heran, beberapa rumah sakit di pulau Jawa kini telah membangun tenda-tenda darurat untuk menampung pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat yang ruangannya mulai kelebihan kapasitas. Indonesia berada di 'titik kritis'

Dokter Joni Wahyuhadi, Dirut RSUD Dr Soetomo Surabaya yang juga Ketua Satgas Kuratip Pengendalian COVID-19 Jawa Timur mengatakan Indonesia sedang berada di titik kritis terkait penanggulangan pandemi.

“Dibandingkan tahun 2020, sekarang sumber daya berkurang, sekarang adanya varian baru yang lebih menular dan sikap warga yang tidak lagi sama dibandingkan tahun lalu.

“Ada kesan masyarakat tidak lagi takut terhadap virus. Sebagian disebabkan karena vaksinasi, juga karena kejenuhan terhadap virus.” katanya.

“Tahun lalu, kalau ada pasien positif tidak ada yang berani datang. Sekarang karena sikap kekeluargaan masyarakat, malah yang datang menjenguk dan mengantar ke rumah sakit banyak.

“Kita sudah merawat lebih dari 4.800 pasien COVID, di bulan November lalu, tidak ada keluarga pasien yang datang, sekarang malah banyak. Ini persoalan bagi kita.”

Saat ini tingkat hunian rumah sakit di Jawa Timur sudah sekitar 65 persen untuk pasien COVID.

Jawa Timur telah mempersiapkan rumah sakit lapangan di berbagai daerah, termasuk di Pulau Madura.

“Yang kita lakukan sekarang adalah penerapan pembatasan kegiatan masyarakat skala mikro di tingkat kecamatan untuk melakukan screening yang ketat dan juga pelacakan."

“BIla ada yang positif kita akan melakukan isolasi dan perawatan di rumah sakit lapangan tersebut.”

Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan Pemerintah Indonesia telah bertindak sigap dengan terus menambah ketersediaan tempat tidur.

"Pengobatan terbaik serta target satu juta vaksinasi per hari juga kita upayakan," ujar Moeldoko dalam pernyataannya kepada media, Kamis kemarin (24/06). 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Panik, Ini yang Harus Dilakukan Saat Terpapar Covid-19, Silakan Baca

Berita Terkait