Rumini dan Siskaee

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kamis, 09 Desember 2021 – 16:13 WIB
Siskaeee atau FCN menjalani pemeriksaan psikologi di Polda DIY, Senin (6/12). Foto: Humas Polda DIY

jpnn.com - ‘’Nduk, anakku Rumini, mlayu o nduk, ibu wes 70 tahun wes ra mampu mlayu…wedus gembel Semeru bakal ngubur deso iki lan makhluk penghunine…Wes nduk ndang mlayu o…iklasno ibu istirahat panjang neng kene…’’

(‘’Nduk, anakku Rumini, larilah anakku, ibu sudah 70 tahun sudah tidak mampu lari, wedus gembel Semeru bakal mengubur desa ini dan makhluk penghuninya…Sudahlah nduk, segeralah lari, ikhlaskan ibu istirahat panjang di sini…’’)

BACA JUGA: Siskaeee Ngaku Punya Trauma Masa Lalu, Reza Indragiri Ingatkan Polisi Agar Hati-hati

’Mboten, buk, rogo iso mlayu…Tapi ati iki ora iso…Ra sanggup tego niggalne ibu dewean…’’

(Tidak, bu, raga ini bisa lari…Tapi hatiku tidak bisa…Tidak sanggup tega meninggalkan ibu sendirian….’’)

BACA JUGA: Tidak Hanya di Bandara, Siskaeee Merekam Aksinya di Berbagai Tempat Ini

Dialog Nenek Salamah (70 tahun) dan putrinya Rumini (28 tahun) itu viral di media sosial. Bersama dialog itu ada ilustrasi kartun yang menggambarkan Rumini memeluk ibunya yang tergeletak tidak berdaya. Di latar belakang tampak debu tebal ‘’wedus gembel’’ dari awan panas Gunung Semeru bergulung-gulung melindas apa saja.

Dialog itu adalah pembicaraan terakhir Salamah dan Rumini. Keduanya kemudian ditemukan tewas dalam kondisi berpelukan di dapur rumah (5/12). Jenazah ibu beranak itu terbenam di kedalaman debu yang mengeras ketika ditemukan oleh kerabatnya.

BACA JUGA: Fantastis! Sebegini Penghasilan Siskaeee dari Konten Pornografi

Dari 34 korban meninggal yang sudah ditemukan akibat erupsi Gunung Semeru, kisah Rumini dan ibunya menjadi yang paling mengharu biru. Desa Kobokan, Candipuro menjadi salah satu desa yang lenyap ditelan debu dengan jumlah korban paling banyak. Rumini dan Bu Salamah termasuk di dalamnya.

Rumini bisa saja melarikan diri ketika mendengar suara gelegar muntahan lahar panas dari puncak gunung. Ia punya waktu dan kekuatan untuk lari. Namun, Rumini tidak tega membiarkan ibunya yang hampir lumpuh sendirian di rumah.

Rumini memilih menemani ibunya, dengan risiko kematian, ketimbang meninggalkan sang ibu sendirian menghadapi maut.

Rumini hanya berdua dengan ibunya di rumah. Suaminya, Imam Syafii, bekerja sebagai pekerja tambang pasir di desa sebelah. Pagi itu Imam pamit kepada istri dan ibu mertuanya. Rumini memeluk hangat suaminya.

Imam mengingat momen itu, tetapi dia tidak menyangka bahwa pelukan itu menjadi yang terakhir dari istrinya. Seandainya Imam tahu, ia akan tinggal di rumah supaya bisa menyelamatkan istri dan mertuanya.

Rumini memilih untuk tetap di rumah dan tidak meninggalkan ibunya yang sudah tidak mampu berjalan. Setiap hari Bu Salamah tergeletak di tempat tidur dan harus dibantu untuk bisa berjalan. Rumini tidak punya cukup tenaga untuk menggendong tubuh sang ibu untuk menghindari terjangan wedus gembel.

Naluri kecintaannya kepada ibu membuatnya bertahan menghadapi maut. Ketika jenazahnya ditemukan, posisi Rumini ada di atas tubuh ibunya dengan tangan memeluk sang ibu. Rumini berusaha memberikan perlindungan terakhir kepada ibunya sebelum akhirnya terkubur berdua.

Naluri Rumini sebagai seorang perempuan--yang melindungi dan mencintai ibunya sampai tarikan napas terakhir--membuat terharu warganet. Masih hangat dalam ingatan warganet kisah Bu Trimah, seorang nenek di Malang, Jawa Timur, yang diserahkan ke panti jompo oleh ketiga anak kandungnya, Oktober lalu.

Anak-anak Bu Trimah sibuk dengan pekerjaan dan, mungkin, mengalami kesulitan ekonomi. Merawat orang tua yang setengah lumpuh dan agak cerewet pasti merepotkan. Namun, hal itu tidak cukup menjadi alasan untuk meninggalkan orang tua ke panti jompo.

Naluri dasar manusia mengajarkan untuk mendahulukan keselamatan dirinya sendiri. Itu adalah basic instinct, naluriah dasariah, yang dimiliki manusia primitif. Setiap menghadapi ancaman keselamatan, dari alam maupun dari binatang buas, manusia primitif akan memilih menyelamatkan dirinya sendiri ketimbang keluarga atau pun orang lain.

Prinisp’’survival of the fittest’’ berlaku di setiap keadaan. Siapa yang paling kuat dan paling bisa beradaptasi dialah yang akan bertahan hidup. Jika harus mengorbankan keselamatan kelompok atau keluarganya, manusia primitif akan melakukannya untuk keselamatan diri sendiri.

Manusia primitif hidup sebagai nomaden dengan berpindah-pindah secara konstan dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal itu dilakukan setelah hewan-hewan buruan di wilayahnya makin menipis jumlahnya dan tidak cukup lagi memenuhi kebutuhan makanan kelompoknya.

Perpindahan nomaden ini juga dilakukan untuk menghindari serangan musuh yang lebih kuat, yang sering memburu dan membunuh kelompok yang lebih lemah.

Ketika tempat tinggalnya sudah tercium musuh maka kelompok nomaden harus segera meninggalkan tempat untuk menyelamatkan diri menghindari serangan.

Dalam proses pelarian ini kelopok nomaden harus bergerak cepat. Semua anggota kelompok harus bisa bergerak cepat untuk menghindari kejaran lawan. Dalam kondisi demikian, orang-orang tua yang lemah dan tidak bisa bergerak cepat akan ditinggalkan oleh kelompok nomaden.

Dalam kasus seperti ini seorang anak harus meninggalkan ayah atau ibunya yang sudah lemah dan tidak mampu bergerak mengikuti kecepatan rombongan. Sang anak akan meninggalkan ayah atau ibunya di suatu tempat dengan bekal makanan secukupnya. Sang anak berjanji akan menjemput setelah menemukan tempat yang aman.

Orang tua sudah sadar bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan anaknya. Orang tua itu sadar bahwa pelan-pelan ia akan mati karena kehabisan bekal makanan. Kalau bekal makanan masih cukup ia masih menghadapi bahaya dibunuh oleh kelompok lawan yang memergokinya. Kalau orang tua itu tidak tepergok lawan ia masih sangat mungkin mati karena dimakan binatang buas.

Tradisi primitif ini masih tetap berlanjut sampai manusia menjadi modern seperti sekarang. Survival of the fittest menjadi jalan hidup manusia modern untuk mempertahankan diri dan memastikan hidupnya nyaman dan aman.

Survival of the fittest menjadi justifikasi bagi manusia modern untuk mengakumulasi modal dan kekayaan sebanyak mungkin dengan mengorbankan orang lain.

Liberalisme ekonomi yang serakah adalah perwujudan dari cara hidup survival of the fittest yang paling primitif. Orang yang mengeruk keuntungan triliunan rupiah dari bisnis PCR di tengah pandemi menunjukkan bahwa dia melakukan tindakan primitif, sebagaimana manusia purba yang menyelamatkan diri sendiri tanpa peduli nasib orang lain.

Tradisi purba ini juga berkembang sampai sekarang dalam etika kedokteran di negara liberal, yang membolehkan bunuh diri medis melalui eutanasia. Praktik medis semacam ini disamakan dengan tradisi orang purba yang meninggalkan orang tua yang renta di tengah perjalanan, dan membiarkannya mati kelaparan, dibunuh lawan, atau diterkam binatang buas.

Naluri primitif tidak selamanya selfish atau mementingkan diri sendiri. Naluri untuk melindungi dengan kasih sayang dipunyai oleh perempuan, yang sanggup berkorban untuk melindungi anaknya maupun kerabatnya yang lemah renta. Namun, dalam kehidupan primitif wanita tidak punya kuasa mengambil keputusan seperti lelaki.

Rumini menunjukkan naluri melindungi yang tinggi terhadap Salamah. Anak-anak Bu Trimah menunjukkan naluri primitif yang memilih meninggalkan ibunya di pinggir jalan dan membiarkannya mati pelan-pelan.

Ada lagi naluri perempuan primitif sejenis Siskaee, yang memanfaatkan keperempuannya untuk menarik perhatian lawan jenis dan mengeruk keuntungan darinya. Perempuan seperti Siskaee mempunyai kebiasaan primitif ekshibisionis yang ekstrem dengan memanfaatkan media sosial untuk memamerkan payudara dan alat vitalnya.

Naluri primitif Siskaee dipamerkan secara luas, ditonton ratusan ribu orang yang menderita kelainan jiwa ‘’voyeurisme’’, ketagihan mengintip bagian vital orang lain. Siskaee makin ketagihan menjalankan aktivitas primitif ini sampai melakukannya di tempat umum seperti bandara.

Rumini, Siskaee, dan anak-anak Bu Trimah menjadi contoh tradisi purba yang masih langgeng dalam kehidupan sampai sekarang. Kita bebas menentukan jalan mana yang akan kita pilih. (*)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler