Rupiah dan Bunga Stabil

Sabtu, 08 Juni 2013 – 06:00 WIB
JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tampaknya, tinggal menghitung hari. Bank Indonesia (BI) pun bisa bernapas lega karena naiknya harga BBM akan mengurangi tekanan pada nilai tukar rupiah.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, kenaikan harga BBM diproyeksi bakal mengerem lonjakan konsumsi yang berdampak pada turunnya kebutuhan impor BBM. "Dengan begitu, rupiah bisa stabil," ujarnya, Jumat (7/6).

Stabil di kisaran berapa? Menurut Agus, nilai tukar rupiah akan stabil dan cenderung menguat ke kisaran 9.500-9.700 per dolar AS (USD). Proyeksi BI ini sejalan dengan kesepakatan pemerintah dan DPR yang menetapkan asumsi nilai tukar rupiah di level 9.600 per USD dalam RAPBN Perubahan 2013. "Tapi, itu dengan catatan BBM naik. Kalau tidak (naik), impor (BBM) tinggi, rupiah akan kembali tertekan," katanya.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, BI menengarai pergerakan nilai tukar rupiah yang mendekati level psikologis 10.000 per USD merupakan akumulasi gejolak perekonomian global dan ulah spekulan. "Karena itu, BI terus melakukan intervensi untuk menggiring rupiah agar tidak terlalu jauh dari nilai fundamentalnya," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, nilai tukar rupiah yang pada awal Mei lalu masih di kisaran 9.730 per USD terus mengalami tekanan sepanjang paro kedua Mei. Bahkan, di pasar uang, rupiah sempat terperosok hingga 9.890 per USD. Namun, seiring gencarnya intervensi BI, nilai tukar berdasar data kurs Bank Indonesia (BI) pada penutupan perdagangan kemarin sudah melandai di level 9.790 per USD.

Sementara itu, jika rupiah diproyeksi stabil pasca naiknya harga BBM bersubsidi, BI tetap tidak bisa bersantai karena harus menghadapi potensi lonjakan inflasi. Menurut Agus, jika dibiarkan tanpa mitigasi yang memadai, kenaikan BBM subsidi bisa mendorong inflasi hingga 8,02 persen. "Namun, BI akan coba tekan inflasi ke level 7,76 persen," ujarnya.

Apakah BI akan mengambil langkah penyesuaian atau kenaikan suku bunga acuan BI Rate? Agus enggan berbicara detail. Dia menyebut, BI akan menggunakan bauran kebijakan (policy mix) dalam upaya mitigasi risiko, misalnya dengan stabilisasi rupiah maupun kebijakan moneter lain. "Untuk kebijakan suku bunga, sepanjang memang dipandang perlu (naik), akan dilakukan," jelasnya.

Bagaimana target inflasi 7,2 persen yang ditetapkan pemerintah? Agus mengatakan, jangkauan kebijakan moneter BI hanya bisa menurunkan potensi inflasi dari 8,02 persen menjadi 7,76 persen. "Untuk turun lagi ke 7,2 persen, itu domain pemerintah," katanya.

Agus menyebut, mitigasi inflasi yang harus dilakukan pemerintah adalah memprioritaskan pengamanan pasokan dan distribusi bahan pangan. Menurut dia, deflasi pada April dan Mei lalu menunjukkan bahwa upaya pemerintah mulai membuahkan hasil. "Kalau pemerintah ingin inflasi 7,2 persen, mitigasi bahan pangan ini harus terus jadi prioritas," ujarnya. (owi/uma/c1/c10/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tjahjo Kumolo: Teriak-teriak BBM Naik, Harga Barang Sudah Naik

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler