Rupiah Makin Terpuruk

Reposisi Portofolio, Investor Pilih Aman

Rabu, 19 Juni 2013 – 03:49 WIB
JAKARTA - Kepastian kenaikan harga BBM bersubsidi rupanya belum mampu menjadi obat ampuh untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Kemarin (18/6) rupiah justru makin terjerembap ke posisi terendahnya sejak 15 September 2009.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Difi Johansyah mengatakan, pelemahan signifikan rupiah lebih banyak dipicu sentimen global. "Tapi, pelemahan ini masih dalam level yang terjaga," ujarnya ketika dihubungi kemarin.

Data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang menjadi acuan BI menunjukkan, rupiah kemarin (18/6) ditutup di level Rp 9.918 per USD. Melemah 37 poin dibandingkan penutupan Senin (17/6) yang di posisi Rp 9.881 per USD.

Di pasar spot rupiah juga terjungkal. Data Bloomberg menunjukkan, rupiah sempat diperdagangkan di level Rp 10.054 per USD sebelum akhirnya menguat di akhir sesi perdagangan ke level Rp 9.908 per USD. Level tersebut masih lebih rendah daripada posisi sebelumnya di Rp 9.888 per USD. Sementara itu, data Reuters menyebutkan, rupiah kemarin ditutup di level Rp 10.003 per USD, juga lebih rendah daripada posisi sehari sebelumnya di Rp 9.888 per USD.

Menurut Difi, sejak pekan lalu pasokan USD dari eksporter memang mulai mengalir ke pasar uang. Namun, gerojokan itu masih kalah dibandingkan tingginya permintaan. "Kami melihat sebagian investor asing masih melakukan reposisi investasi dengan melepas rupiah dan membeli dolar," katanya.

Difi menerangkan, ketidakpastian yang menyelimuti ekonomi global membuat investor cenderung wait and see dan memilih jalur aman dengan menempatkan portofolionya dalam aset USD. "Karena itu, pelemahan (terhadap USD) juga terjadi pada mata uang lainnya," ucap dia.

Berdasar data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap USD dalam perdagangan harian kemarin tercatat melemah 0,20 persen. Mata uang lain di regional juga menunjukkan pelemahan, bahkan lebih tajam. Misalnya, baht Thailand (THB) melemah 0,42 persen, peso Filipina (PHP) melemah 0,54 persen, dan ringgit Malaysia (MYR) merosot 0,67 persen.

Apakah BI mulai mengendurkan intervensi untuk melihat respons pasar atas kenaikan harga BBM? Difi memastikan, BI tetap berada di pasar untuk melakukan operasi moneter. Namun, BI tidak bisa memublikasikan besaran intervensinya di pasar. "Yang jelas, BI terus melakukan stabilisasi," tegasnya.

Di kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, kenaikan harga BBM diyakini bisa memberikan efek positif bagi fundamental makroekonomi Indonesia. "Indeks saham sudah positif, artinya investor mulai confident. Kalau rupiah masih tertekan, itu lebih karena faktor global," jelasnya. (owi/c9/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamina Tunggu Keputusan Pemerintah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler