jpnn.com, JAKARTA - Pakar Ekonomi dari Universitas Gajah Mada A. Tony Prasetiantono mengatakan, kondisi pelemahan rupiah saat ini sangat berbeda dengan krisis moneter 98 yang terjadi di Indonesia.
Diketahui, kurs rupiah terus mengalami pelemahan terhadap dollar Amerika Serikat. Di pasar Spot pada Selasa (14/8) siang, nilai tukar dollar ditransaksikan Rp 14.630 per dolar AS. Sementara harga jual dolar Amerika Serikat masih berada di rentang Rp 14.695-Rp 14.790 per dolar AS.
BACA JUGA: Dolar AS Tembus Rp 14.600, Begini Harapan Fadli Zon
Menurut Tony, rupiah saat ini hanya melemah Rp 1.000 sejak pemerintahan Joko Widodo pada tahun 2014.
"Kurs rupiah itu tahun ini hanya melemah Rp 1.000 dari Rp 1.3700 menjadi Rp 14.600 sekian. Jadi kalau dihitung-hitung itu seribu, ini beda dengan (kondisi krisis) 97 - 98. Ketika tahun 97-98, rupiah itu loncat dari Rp 2.300 menjadi Rp 15.000. Ini yang kami harus sosialisasikan pada masyarakat," katanya saat diskusi yang digelar JMC dengan tajuk 'Strategi dalam Mengantisipasi Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS' di Kawasan Haji Nawi, Jakarta Selatan.
BACA JUGA: Moeldoko Mulai Jual Simpanan Dolar
Menurutnya, pelemahan rupiah ketika krisis moneter 97 - 98 sangat drastis, bahkan kenaikan mencapai 6 kali lipat. Dia juga menilai bahwa kondisi perbankan pada 97-98 saat ini dengan perbankan ketika itu juga sangat berbeda, di mana saat 97-98 banyak bank yang mengalami kolaps dan butuh suntikan bantuan dari Bank Indonesia.
Meski jumlahnya dibatasi, kondisi perbankan Indonesia saat ini cukup sehat dari sisi keuangan. Dalam kondisi ini, pemerintah juga tidak diharuskan melakulan penjualan aset - aset BUMN dan lainnya.
BACA JUGA: Pak Jokowi Tegaskan Indonesia Sedang Sangat Butuh Dolar
"Konteksnya beda, story behind nya beda. Cerita dibalik itu juga berbeda," jelasnya.
Dosen UGM ini yakin, pelemahan rupiah akan segera pulih di level Rp 13.000 apabila faktor eksternal bisa teratasi.
"Kurs rupiah dilevel sekarang melemah tapi dan mungkin tidak sangat susah kembali ke level Rp 13.000,
"Karena memang banyak masalah yang menbuat ekonomi global kita makin susah, ada trade world, kenaikan harga minyak, ada kenaikan suku bunga di amerika. Diitambah lagi dengan faktor turkey (Terpuruknya Lira)," tandasnya.(mg7/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dolar Sentuh Rp 14.500, Airlangga: Yang Penting Stabil
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh