Rupiah Mengarah ke Rp 9.059 per USD

Sabtu, 09 Februari 2013 – 05:48 WIB
JAKARTA - Nilai tukar Rupiah masih bergerak liar. Setelah mencapai titik terlemah dalam tiga tahun terakhir pada awal Januari lalu di level 9.740 per USD, Rupiah sempat menguat ke level Rp 9.635 per USD pada akhir Januari. Lalu, melemah lagi ke level Rp 9.725 per USD pada Kamis (7/2) dan kemarin menguat lagi ke level Rp 9.685 per USD.

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, saat ini memang terdapat banyak faktor yang menekan nilai tukar Rupiah. Namun, dia yakin bahwa secara fundamental, Rupiah masih cukup kuat.

"Kami punya riset komprehensif bahwa Rupiah akan menguat hingga ke level terkuat 9.059 atau rata-rata Rp 9.185 per USD pada tahun ini," ujarnya kemarin (8/2).

Purbaya mengakui, beberapa faktor yang menekan Rupiah saat ini diantaranya adalah sentimen negatif terhadap memburuknya neraca pembayaran, khususnya neraca berjalan atau current account akibat perlambatan ekspor dan tumbuhnya impor.

"Selain itu, intervensi dari BI (Bank Indonesia) juga kurang memadai sehingga Rupiah terus turun,' katanya.

Menurut Purbaya, sejak Juni 2012, nilai tukar Rupiah sudah mulai undervalued atau berada di bawah nilai fundamentalnya. Pada periode Juni 2012, realisasi nilai tukar Rupiah berada di level Rp 9.480 per USD, padahal nilai fundamentalnya di kisaran Rp 9.292 per USD.

Lalu, pada September 2012, nilai tukar Rupiah melemah ke Rp 9.588 per USD, padahal nilai fundamentalnya Rp 9.197 per USD. Pada November 2012, realisasi nilai tukar Rp 9.605 per USD dan nilai fundamental Rp 9.303 per USD. "Pada Januari hingga awal Februari ini (2013) juga masih undervalued," ucapnya.

Lantas, apa yang membuatnya yakin Rupiah akan menguat" Purbaya menyebut, defisit neraca perdagangan saat ini lebih banyak disebabkan oleh pesatnya investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) sehingga memicu tingginya impor barang modal. "FDI diproyeksi akan terus masuk, itu akan memperkuat Rupiah," katanya.

Menurut Purbaya, indikator makroekonomi lain yang akan memperkuat Rupiah adalah inflasi yang terjaga, aktifitas perekonomian yang meningkat, serta sentimen konsumen dan pelaku pasar yang masih positif.

"Selain itu, quantitative easing tahap ke-3 di AS (Amerika Serikat) akan meningkatkan pasokan dolar (AS) di pasar global sehingga dolar berpotensi melemah," ucapnya. (owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Utang Rp1,2 Triliun, Aset Batavia Air Hanya Rp1 Miliar

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler