jpnn.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah mampu perkasa di tengah melemahnya mayoritas mata uang regional Asia.
Salah satu faktornya, menurut Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra, ialah yield obligasi AS yang masih di level rendah.
BACA JUGA: Jelang Imlek, Rupiah Diprediksi Masih Berpotensi Menguat
"Itu cukup membantu penguatan rupiah terhadap dollar AS," kata Ariston, di Jakarta, Jumat (24/1).
Di pasar spot Jakarta, rupiah ditutup menguat 56 poin atau 0,41 persen di level Rp13.583 per dolar AS berbanding posisi hari sebelumnya Rp 13.639 per dolar AS.
BACA JUGA: Imlek 2020, Hyundai Tucson Bawa Penyegaran, Sebegini Harganya
Saat ini, sambung Ariston, yield obligasi AS berada di kisaran 1,74 persen setelah kemarin berhasil menyentuh kisaran 1,71 persen, level terendah sejak 5 Desember 2019.
Selain itu, lanjut Ariston, sikap BI yang tidak menahan penguatan rupiah dan juga neraca perdagangan Desember yang membaik, juga membantu penguatan rupiah.
BACA JUGA: BI Tahan Nilai Tukar Rupiah di Zona Hijau, Virus Korona Belum Berimbas
Bank Indonesia menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5 persen, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,25 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,75 persen.
BI mengambil kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran, stabilitas eksternal yang terjaga, serta upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik.
Pekan depan, kemungkinan terbuka rupiah untuk terus menguat, di kisaran Rp 13.540-Rp 13.500 per dolar AS. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha