Rusia Kirim Rudal ke Syria

AS dan Turki Bahas Perang 



Sabtu, 18 Mei 2013 – 12:35 WIB
WASHINGTON - Rusia dilaporkan telah mengirim rudal antikapal ke Syria. Senjata supercanggih tersebut diperkirakan akan digunakan untuk menangkal kemungkinan intervensi militer asing dalam konflik di negara Timur Tengah tersebut.


Laporan yang mengutip sumber petinggi Amerika Serikat tersebut tidak dibantah Moskow. Bahkan, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan, pengiriman senjata tersebut tidak melanggar peraturan internasional apa pun.


Hingga kini, Rusia merupakan salah satu sekutu sekaligus penyuplai senjata utama terhadap Syria. Selama bertahun-tahun, dalam kontrak yang bernilai miliaran dolar, Rusia sudah menjual ribuan tank, unit artileri, pesawat terbang, helikopter, dan sistem pertahanan yang lain kepada Damaskus.


Menurut laporan New York Times, pengiriman terakhir oleh Rusia ke Syria adalah versi paling canggih, yakni rudal Yakhont. Rudal itu memiliki panjang 6,7 meter dengan jarak jangkauan 290 kilometer dan mampu membawa hulu ledak berdaya tinggi.


Yakhont merupakan rudal pertahanan antikapal supersonik yang dirancang untuk pertahanan laut. Berdasar kemampuan terbangnya, Yakhont memiliki jangkauan 120 kilometer-300 kilometer.


Laporan AS itu menekankan suntikan kekuatan yang baru untuk memberikan kemampuan pada rezim Bashar al-Assad agar memukul mundur pasukan angkatan laut dari luar yang akan masuk ke wilayah perairan.


Jika laporan New York Times tersebut benar, ada dua hal penting yang bisa dipelajari dari laporan tersebut. Pertama, Rusia ingin memastikan bahwa tidak ada campur tangan Barat dalam konflik Syria seperti yang sudah terjadi di Libya. Penempatan angkatan laut Rusia di Mediterania mendukung dugaan itu.


Namun, yang juga menjadi ketakutan lain adalah pengiriman Rudal Yakhont ke Syria menjadi titik transit untuk dilanjutkan ke Hizbullah, sekutu Damaskus di Lebanon. Sebelumnya, Israel telah menegaskan bahwa pengiriman Yakhont merupakan awal yang bisa memicu serangan udara dari Israel terhadap depo-depo senjata milik Syria seperti dua pekan lalu.


Di tempat terpisah, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama juga bertemu di Washington Kamis (16/5) waktu setempat untuk membahas perang sipil Syria. 


Mereka membahas strategi untuk memperkuat oposisi Syria, membantu para pengungsi, dan mendorong komunitas internasional untuk semakin kuat dalam menekan Presiden Bashar al-Assad untuk bertransisi politik. "Kami akan terus meningkatkan tekanan terhadap rezim Assad dan bekerja sama dengan oposisi Syria," ujar Obama. (BBC/CNN/cak/c15/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Negara Kawasan Indo-Pasifik Diimbau Saling Percaya

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler