jpnn.com, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) masih menyelidiki serangan misterius yang membuat staf diplomatik kedubesnya di Kuba dan Tiongkok jatuh sakit. Belakangan, bukti-bukti intelijen mengarah pada keterlibatan Rusia. Namun, Washington belum mau memublikasikan temuan terbaru tersebut secara resmi.
’’Secara formal, AS belum menyalahkan Rusia,’’ terang narasumber NBC kemarin, Rabu (12/9).
BACA JUGA: Rusia Bergolak Gara-Gara Reformasi Pensiun
Narasumber yang tidak mau mengungkap identitasnya itu mengaku terlibat dalam rapat khusus tentang serangan sonik di Kuba dan Tiongkok tersebut. Serangan itu terjadi di Kuba sejak akhir 2016 sampai tahun ini. Di Tiongkok, serangan tersebut muncul pada Mei lalu.
Dia bukan satu-satunya narasumber yang membocorkan adanya indikasi keterlibatan Rusia. Kepada NBC, tiga pejabat pemerintah dan seorang sumber lain memaparkan hal yang sama. Bukti yang menyebut keterlibatan Moskow diperoleh dari pesan komunikasi yang diretas agen rahasia AS.
BACA JUGA: Virus dari Saudi Bikin AS Waswas
Serangan pertama di Kuba pada akhir 2016 mengakibatkan 26 diplomat AS sakit. Bahkan, mereka terpaksa pulang ke Negeri Paman Sam untuk mendapatkan perawatan intensif.
Para diplomat beserta keluarganya itu diduga mengalami kerusakan otak. Mereka juga mengalami gangguan penglihatan, pendengaran, dan kognisi (kemampuan memahami).
BACA JUGA: Kacaunya Gedung Putih di Era Trump, yang Waras Selalu Kalah
Para korban awalnya hanya mendengar suara-suara aneh. Konon, suara-suara tersebut merambat lewat gelombang infrasonik. Dari Kuba, serangan misterius itu beralih ke Tiongkok.
Sejauh ini tim penyelidik belum bisa mengungkap jenis serangan yang dikeluhkan para korban. Namun, mereka memastikan bahwa serangan tersebut berupa suara.
’’Investigasi sedang berlangsung. Belum ada kesimpulan siapa atau apa yang mengakibatkan kesehatan mereka terganggu,’’ ujar Jubir Deplu AS Heather Nauert.
Para ilmuwan menyatakan, serangan itu berasal dari radiasi gelombang mikro. Menurut mereka, suara aneh yang terdengar hanyalah upaya pengalihan.
’’Ini seperti gegar otak, tapi tanpa benturan. Otak mereka rusak karena sebuah energi,’’ jelas Douglas Smith, direktur Center for Brain Injury and Repair di University of Pennsylvania, kepada CNN. (bil/c14/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pahlawan, Pecundang, atau Sekadar Joker
Redaktur & Reporter : Adil