GUWAHATI – Ketegangan masih menyelimuti wilayah timur laut India pascakerusuhan antaretnis pekan lalu. Selama sekitar sepekan terakhir, korban tewas dalam rusuh di Negara Bagian Assam itu mencapai 53 orang. Kemarin (28/7) Perdana Menteri (PM) India Manmohan Singh mengunjungi lokasi konflik tersebut.
Bersama rombongan pemerintah pusat dari New Delhi, Singh meninjau Kota Kokrajhar, Distrik Kokrajhar, area yang mengalami kerusakan terparah. Dalam kunjungannya, pemimpin 79 tahun itu berjanji untuk memberikan bantuan kepada ratusan ribu korban. Sedikitnya 400.000 warga terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka dan bertahan di kamp pengungsian.
’’Kerusuhan ini merupakan aib bagi kita semua,’’ tutur Singh saat mengunjungi dua kamp pengungsi di Kokrajhar. Dia berharap, konflik yang melibatkan etnis Bodos dan komunitas muslim tersebut bisa berakhir damai. Dia lantas menjanjikan kompensasi 200.000 rupee (sekitar Rp 34,15 juta) kepada masing-masing keluarga korban yang tewas.
Selain dua kamp yang dikunjungi Singh, pemerintah India menyediakan 268 lokasi lainnya sebagai tempat penampungan sementara. Lokasi kamp-kamp itu tersebar di berbagai wilayah Assam, terutama di barat negara bagian tersebut. Sebagian besar pengungsi itu kehilangan rumah mereka yang terbuat dari kayu dan jerami setelah terbakar dalam kerusuhan pekan lalu.
Hingga kemarin pemerintah Negara Bagian Assam masih menerapkan jam malam di sebagian besar wilayah. Terutama, di tiga distrik yang menjadi pusat konflik. Yakni, Kokrajhar, Dibrugarh, dan Chirang. Tak kurang dari 3.000 personel militer dan pasukan paramiliter berpatroli di setiap distrik. ’’Situasinya sudah terkendali. Warga sudah lebih tenang,’’ ujar Tarun Gogoi, menteri besar (setingkat gubernur) Assam.
Tak hanya mengerahkan pasukan keamanan, pemerintah India juga mengirimkan tim kesehatan ke wilayah konflik. Mereka membantu proses evakuasi korban yang terluka dalam kerusuhan, dan memberikan perawatan medis.
Gogoi menyebut bentrokan pekan lalu itu sebagai krisis paling mengerikan dalam pemerintahannya. Dua kelompok etnis yang terlibat sengketa lahan sejak lama itu saling serang dan adu pukul sampai mati.
Kemarin sejumlah besar warga mengaku masih trauma dengan konflik antaretnis paling mengerikan selama dua dekade terakhir tersebut. Karena itu, mereka enggan untuk pulang. ’’Kami hidup dalam ketakutan. Sepertinya, kami tidak akan kembali ke sana lagi,’’ kata Bimla Basumatary, seorang pengungsi di kamp Kokrajhar. (AFP/AP/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 5,7 Juta Warga Spanyol Pengangguran
Redaktur : Tim Redaksi