RUU Advokat Menyalahi Prinsip Independensi

Jumat, 19 September 2014 – 16:35 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Gelombang penolakan terhadap Rancangan Undang Undang Advokat terus berlangsung. Tidak hanya para pengacara sendiri yang menolak tapi juga kalangan akademisi. Penolakan itu didasari atas kekhawatiran campur tangan pemerintah dengan dibentuknya Dewan Advokat Nasional (DAN) yang akan diatur dalam RUU yang sementara dibahas di DPR. Tidak hanya para pengacara sendiri yang menolak tapi juga kalangan akademisi.

Protes RUU Advokat ini datang dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlanga Prof DR Muchammad Zaidun. Dalam suratnya ke DPR RI tertanggal 15 September 2014, guru besar itu menyebutkan kelembagaan dewan advokat nasional bertentangan dengan prinsip independensi yang selama ini dianut advokat.

BACA JUGA: Dukung Pilkada Langsung, Presiden SBY Rayu Jokowi

“Adanya campur tangan pemerintah dalam DAN berpotensi organisasi advokat terkooptasi sehingga berpengaruh pada kemandirian organisasi tersebut,”kata Zaidun.

Zaidun menjelaskan RUU Advokat tidak disusun berdasarkan ratio legis yang memadai karena selama ini UU advokat yang ada telah beberapa kali di uji tidak pernah berhasil atau ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. “9 kali Undang Undang Advokat tahun 2003 diuji di MK dan selalu gagal,”tegas Zaidun.

BACA JUGA: Eggy Sudjana: Jokowi Korbankan Anak Buah

Ditambahkan pula Zaidun, system multibar yang dianut dalam RUU Advokat dapat menimbulkan perpecahan dikalangan advokat karena banyaknya organisasi sebagai dampak mudahnya pendirian.

“Dalam RUU itu hanya disebutkan bahwa cukup 35 orang bisa mendirikan organisasi advokat maka akan banyak organisasi baru. Lantas bagaimana mengawasinya dan bagaimana standarnya,”tambah Zaidun.

BACA JUGA: Megawati Ingatkan Jokowi Tak Lupakan Ideologi Partai

Hal yang sama juga ditegaskan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo, Prof Dr Hartiwiningsih. Menurutnya, organisasi advokat seharusnya bersatu dalam satu wadah tidak terpecah-pecah sehingga tercapai independensi dan bisa memberikan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan.

“Single Bar lebih menjamin kontrol terhadap para advokat. Bagaimana memberikan tindakan yang tegas kepada advokat yang melanggar kode etik, Kwalitas bisa dijamin. Kalau banyak wadah maka akan sulit mengawasinya,”tegas Hartiwiningsih.

Perpecahan di tubuh Advokat saat ini harus disikapi dengan memikirkan bagaimana menyatukan mereka. Dikatakannya, hal yang paling penting saat ini duduk bersama untuk menyelesaikan perpecahan dan bukan menggani undang-undang.

“Banyak kepentingan diantara para advokat dapat diselesaikan dengan menyedikan kamar-kamar guna mengakomodir kepentingan mereka. Dengan langkah ini maka konflik yang terjadi bisa diselesaikan,”imbuh Hartiwiningsih.

Sebagai organisasi penegak hukum, maka kedudukan advokat seharusnya setara dengan penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. Kesetaraan ini penting untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang mencari keadilan. “Untuk kepentingan hal itu maka organisasi advokat harus bersifat tunggal dan pemimpinnya bersifat kolegial. Melihat hal ini, maka tidak ada ugrensinya mengubah UU no 18 tahun 2003,”lanjut Hartiwiningsih. (awa/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Dalami Motif Konspirasi Kasus AKBP Idha


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler