RUU Kamnas Berpotensi Gesekan

Kamis, 08 November 2012 – 06:57 WIB
JAKARTA- Potensi gesekan antara TNI dan Polri rentan terjadi jika RUU Keamanan Nasional (RUU Kamnas) disetujui DPR. Belum diaturnya secara detail domain antara TNI dan Polri yang bakal menjadi penyebabnya.

"Kemungkinan gesekan itu sangat mungkin terjadi. Karena dalam RUU Kamnas belum diatur secara detail mana yang domain Polri dan mana yang urusan TNI," ujar Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani usai menerima Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan di ruang Fraksi Gerindra, Jakarta, Rabu (7/11).

Muzani menyebut, meskipun Menteri Pertahanan sudah menjelaskan detail soal RUU Kamnas di hadapan Pansus pada Oktober 2012 lalu, namun masih harus dibicarakan lebih serius dan detail lagi.

Menurutnya, pandangan yang ada di masyarakat juga harus terakomodasi. "RUU ini rentan disalahgunakan oleh penguasa. Menurut saya RUU ini harus jelas mengatur definisi dan kategorisasi keamanan. Pada persoalan seperti apa tentara harus turun dan pada persoalan apa polisi harus turun. Ini yang masih tidak jelas," ungkap Muzani.

Lebih lanjut Muzani menambahkan dalam RUU Kamnas yang diusulkan pemerintah lebih banyak berpandangan bahwa masalah keamanan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. "Jadi lebih berperspektif pada aktor kekuasaan. Jika ini disahkan wajar kalau ada ketakutan kita kembali tidak demokratis," ujarnya.

Muzani juga menegaskan, RUU Kamnas rentan disalahgunakan. Sebab, 55 pasal yang diserahkan pemerintah kepada Pansus RUU Kamnas, masih dikuasai aktor negara dalam hal ini penguasa. "UU ini ingin mengatur semua, tapi berpotensi disalahgunakan oleh pemangku kepentingan dalam bidang keamanan. Ini harus dibicarakan serius di tingkat pansus," kata Muzani.

Menurut Muzani, meskipun Menteri Pertahanan sudah menjelaskan detail soal RUU Kamnas di hadapan Pansus pada Oktober 2012 lalu, namun masih harus dibicarakan lebih serius dan detail lagi.

Menurutnya, pandangan-pandangan yang ada di masyarakat juga harus diakomodir. "RUU ini rentan disalahgunakan oleh penguasa. Menurut saya RUU ini harus jelas mengatur definisi dan kategorisasi keamanan. Pada persoalan seperti apa tentara harus turun dan pada persoalan apa polisi harus turun. Ini yang masih tidak jelas," ungkap Muzani.

Dia menyatakan, definisi dalam RUU Kamnas tidak boleh secuil pun meninggalkan multitafsir. Menurutnya, semua itu harus jelas. "Jangan sampai ada area abu-abu," ungkapnya. Menurut dia lagi, semngat dalam RUU Kamnas bagus, karena pemerintah berupaya memberi penguatan negara dalam setiap potensi keamanan.

"Tapi, ketika menghandel keamanan bisa disalahtafsirkan, itu berbahaya. Rezim tidak boleh menyalahgunakan kewenangan justru untuk memerkuat rezim dan tidak ada hubungan dengan kekuatan keamanan," papar Muzani.

Sementara, Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengatakan, Indonesia sebenarnya masih banyak legislasi sektor keamanan yang dapat dijadikan pijakan pemerintah untuk menata kelola sektor pertahanan dan keamanan.

Menurut dia, apabila pemerintah menilai masih terdapat kekosongan tentang aturan hukum dan kerja sama aktor keamanan, khususnya TNI dan Polri, maka sebenarnya pemerintah lebih tepat membentuk UU perbantuan bukan membentuk RUU Kamnas.

"Secara substansial RUU Kamnas masih terlalu prematur untuk dibahas oleh parlemen. Bahkan RUU Kamnas justru memuat pasal-pasal bermasalah yang dapat mengganggu kehidupan politik demokrasi kita. Lebih kurang terdapat 40 pasal bermasalah dalam RUU Kamnas," ujarnya. (yay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tujuh Minta Upeti, Satu Dipuji

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler