RUU Kamnas Lahirkan Rezim Represif

Rabu, 17 Oktober 2012 – 17:06 WIB
Massa Komite Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi (KAMERAD) yang melakukan aksi demonstrasi menolak RUU Kamnas di depan Gedung DPR di Jakarta, Rabu (17/10). Foto: Getty Images
JAKARTA -  Komite Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi (KAMERAD) menggelar aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/10). Mereka menolak Rancangan  Undang-Undang Kemanan Nasional (RUU Kamnas) yang dinilai akan kembali melahirkan rezim yang represif.

Bentuk penolakan ini dituangkan dengan membakar poster dan melempari botol air mineral ke halaman Gedung DPR. RUU Kamnas dianggap hanya akan melegalkan dominasi asing yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi di Indonesia.
 
“Saya melihat pasal-pasal yang tercantum dalam draf RUU Kamnas sangat berpotensi menghancurkan demokrasi yang sedang berkembang di Indonesia. Demi rakyat, DPR harus tolak RUU Kamnas, jika menggolkan RUU tersebut, ini sebagai bentuk penghianatan terhadap rakyat,” kata Presedium KAMERAD, Haris Pertama dalam orasinya, Rabu (17/10).

Dijelaskan Haris, Pasal 59 ayat 1 dalam RUU tersebut yang paling berbahaya dari keseluruhan pasal. Sebab, aturan tersebut akan membatalkan UU yang mengacu pada aturan UU TNI, UU Polri, UU KPK, UU Pers dan UU HAM.

Pasal 59 ayat 1 ini berbunyi "Pada saat berlakunya UU ini, semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keamanan nasional yang sudah ada, dinyatakan

KAMERAD menilai Ini pasal sapu jagat yang sangat berbahaya. Sebab, UU Kamnas menjadi super power dan bisa mendelegitimasikan UU yang lain yang sudah ada, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU ini.

Artinya kata Haris, kalau itu bertentengan berarti UU Kamnas akan menjadi lex specialis bagi UU lainnya. Dan ketika itu dibenturkan maka yang diunggulkan adalah UU Kamnas.

Haris menilai, RUU Kamnas punya nuansa transaksi politik yang tinggi. Apalagi awalnya RUU itu ditolak dan dikembalikan kepada pemerintah untuk direvisi. Namun kini diajukan kembali tanpa revisi sama sekali. “Kami Khawatir situasi menuju gawat sedang dibangun. Dengan RUU tersebut maka kepastian hukum dan demokrasi digantikan oleh kepastian keamanan,” tegasnya.
 
Tidak hanya itu, Haris mengatakan jika RUU tersebut disahkan menjadi UU Presiden dibolehkan mengerahkan TNI tanpa persetujuan DPR. “Kami khawatir kegiatan-kegiatan kritis masyarakat sipil seperti kelompok aktivis mahasiswa, jurnalis, petani dan buruh akan terancam, Jangan Biarkan Militer kembali ke ranah sipil,” bebernya. (awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berani Melawan, Misbakhun Dipuji Vokalis Kasus Century

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler