RUU Kerukunan Umat Beragama Lindungi Kaum Minoritas

Rabu, 04 Januari 2012 – 14:06 WIB

JAKARTA--Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mengungkapkan, rancangan undang-undang (RUU) atau draft Kerukunan Umat Beragama yang saat ini tengah dibahas di DPR bertujuan sebagai alat pelindung bagi kaum atau umat beragama yang minoritas di Indonesia. "Yang jelas, RUU ini akan lebih menguntungkan kelompok yang rentan terzolimi, yakni kaum minoritas," ungkap Nasaruddin di Jakarta, Rabu (4/1).

Dalam proses pembahasan ini, lanjut Nasaruddin, kementerian juga sudah menghimpun dan melakukan pertemuan dengan  tokoh-tokoh dan organisasi mayarakat (ormas) Islam, Kristen Protestas, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Sehingga dibaharapkan, RUU ini juga bisa dikatakan mengupgrade UU yang sudah ada. Kemudian juga,  UU ini lebih dapat memberikan penguatan dan perlindungan terhadap umat beragama.

"Karena logika kita ini, UU yang mengatur tentang agama ini sesungguhnya tidak perlu ada jika kondisinya sudah ideal semua. Tapi sekarang ini, kita masih perlu UU yang bisa memandu kita untuk sampai tahap yang lebih baik. Jadi belum waktunya kita berjalan tanpa dasar perlindungan hukum kerukunan beragama. Karena kalau yang paling butuh UU ini adalah kelompok yang minoritas. Mereka sering kali menjadi korban dari situasi yang kurang ideal. Jadi rambu-rambu dalam kehidupan beragama harus ada," papar Nasaruddin.

Namun begitu, lanjut Nasaruddin, dengan keberadaan RUU Kerukunan Umat Beragama yang ditarget selesai pada tahun 2012 ini bukanlah sebuah bentuk intervensi pemerintah terhadap urusan keagamaan. Akan tetapi, ini adalah salah satu bentuk dasar dan upaya perlindungan pemerintah demi kerukunan kehidupan beragama di Indonesia. "Intinya ini bukan bermaksud mengintervensi urusan keagamaan lebih jauh ya," seru Nasaruddin.

Lantas bagaimana dengan adanya penolakan dari beberapa pihak mengenai adanya RUU ini? Nasaruddin dengan santai menjawab bahwa hal itu tidak apa-apa dan sesuatu yang wajar. Menurutnya, penolakan itu  bukan penolakan RUU keseluruhan , tetapi  hanya menolak dari sisi poin-poin dari   pasal-pasal yang ada di dalam RUU tersebut.

"Kan tentunya berbeda  antara menolak poin-poin dengan menolak RUU keseluruhan.
Saya kira mereka bukan menolak RUU, tapi menolak pasal-pasal yang mungkin tidak cocok. Lagipula itu kan hak warga negara untuk menyatakan pendapat. Targetnya, kita rampungkan lebih cepat," tukasnya. (Cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menag Kritisi Minimnya CSR dari Perbankan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler