RUU KUHP Perlu Disisir Ulang

Selasa, 02 April 2013 – 23:02 WIB
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumhan) Denny Indrayana, Anggota Komisi III DPR/RI Fraksi PKS, Indra, Praktisi Hukum/ Mantan Pimpinan KPK, Chandra M. Hamzah, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana Bonaprata saat menjadi pembicara dalam diskusi media bertemakan 'Mengupas Tuntas RUU KUHAP & KUHP' di kantor Kemenkum HAM, Jakarta, Selasa (2/4). Diskusi tersebut memaparkan Rancangan Undang - Undang Kitab Undang- undang Huku Pidana dan Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana untuk menjaga keseimbangan antara prinsip-prinsip yang ada dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dengan kondisi riil yang ada di Indonesia. Foto : Ade Sinuhaji/JPNN
JAKARTA - Bekas Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra Hamzah, mengatakan, banyak pasal-pasal di dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana  (KUHP) yang mengatur masalah korupsi. Karenanya ia justru khawatir dengan adanya pasal korupsi di KUHP maka UU tentang KPK menjadi tidak berlaku.

Ia mencontohkan pasal 668 pada Bab 32 soal korupsi di RUU KUHP. Chandra memertanyakan, apakah nanti jika pasal ini disetujui, UU nomor 31 tahun 1999 dan UU nomor 20 tahun 2001 tetap berlaku juga.

"Azaz apa yang dipakai? Kalau lex spesialis lez generalis, bisa dianggap UU itu masih berlaku. Cuma sistematis atau tidak? Apakah pasal ini ada di UU 31 tahun 99, belum  tentu ada. Tidak semua di pasal KUHP ada di pasal dalam UU 31 tahun 99," kata Chandra, dalam diskusi di Kantor Kemenkumham, Selasa (2/4).

Demikian pula dengan pasal 701 di RUU KUHP, yang mengatur suap di bidang olahraga. Menurutnya, ini juga tidak ada di dalam UU 31 tahun 1999. "Jadi nanti yang mana yang dipakai, KUHP atau UU 31 (tahun) 99 atau komplementari? KPK punya kewenangan atau tidak, pertanyaannya menjadi panjang," imbuh Chandra.

Karenanya ia menganggap banyak pasal-pasal lain di KUHP yang perlu disisir oleh DPR. "Jadi, terlepas dari ketidaksempurnaan ini perlu disisir ulang," katanya.

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana, mengatakan, DPR harusnya sadar bahwa masyarakat memang membutuhkan aturan di KUHP. Karenanya, Ganjar mengingatkan, DPR harus benar-benar menyerap aspirasi masyarakat. "Saya tidak yakin apakah mereka betul-betul melakukan penyerapan aspirasi masyarakat itu," ungkap Ganjar di kesempatan itu.

Namun anggota Komisi III DPR, Indra, mengatakan, biasanya DPR menggelar public hearing dengan sejumlah pihak untuk mematangkan RUU. "Sehingga dalam pembahasan dengan pemerintah bisa konstruktif sesuai dengan yang kita inginkan," ujar Indra.

Menurutnya, banyak pengaturan dalam KUHP yang sudah tidak relevan dengan kekinian. Karenanya Indra menyebut perubahan atas KUHP peninggalan Belanda menjadi keniscayaan dan menjadi kebanggaan bagi Indonesia untuk menggunakan produk hukum sendiri.

Menurutnya DPR menerima draft KUHP itu pada 6 Maret 2013. Hanya saja sampai sejauh ini belum ada proses pembahasan.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, menyatakan, RUU KUHP dan KUHAP yang disampaikan pemerintah ke DPR memang belum sempurna. Namun, kata dia, pembahasan itu sebaiknya memang harus dimulai sekarang.

"Tentu akan ada proses perdebatan dalam proses legislasi di DPR, dan lebih bagus untuk menyempurnakan. Rancangan pasti memberi ruang perbaikan-perbaikan," katanya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Didesak Copot Kapolda Sulteng dan Kapolres Poso

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler