jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan semangat menindak tegas perusak lingkungan masih tetap ada dalam revisi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) di RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Hal yang menjadi catatan di ruang publik di antaranya berkenaan dengan subyek Pertanggungjawaban Mutlak.
BACA JUGA: KLHK Dukung HPN 2020 untuk Gelorakan Pers Cinta Lingkungan
Dipastikan dalam revisi itu tidak akan mengaburkan pengertian pertanggungjawaban mutlak bagi perusak lingkungan dari frasa dalam pasal berkenaan dengan pertanggung jawaban mutlak tersebut. Justru penegakan hukum lingkungan akan semakin diperkuat.
''Pada RUU Omnibus Law, penegakan hukum lingkungan tetap dilakukan dan pelaku kejahatan lingkungan tetap dihukum. Penegakan hukum pidana tetap dapat menjerat para pembakar hutan, pencemar dan perusak lingkungan, karena pasal pidana tetap dipertahankan,'' ujar Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono pada media, Jumat (14/2).
BACA JUGA: Menteri Siti: Intensifkan Penanaman Pohon di Lahan Bekas Longsor
Pada RUU ini setiap orang atau badan usaha yang terbukti telah mengakibatkan kerusakan lingkungan atau pencemaran lingkungan bisa dijerat dengan sanksi pidana. Dalam hal ini prinsip ultimum remedium yang diterapkan.
Untuk pelanggaran-pelanggaran teknis yang membutuhkan langkah koreksi (corrective action) maka tetap dilakukan penegakan hukum dengan sanksi administratif paksaan pemerintah. Berturut-turut pembekuan dan pencabutan izin serta selanjutnya denda.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Demo FPI dan PA 212 Tak Dianggap Lagi, Dana BOS, dan Honorer K2
Sementara untuk perbuatan melawan hukum yang terkait dengan kegiatan menghasilkan limbah B3, menggunakan B3 atau kegiatan yang berdampak besar dan beresiko tinggi, tetap diterapkan pertanggungjawaban mutlak.
Adapun kalimat dalam RUU yang berbunyi “...tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan” tidak akan menghilangkan makna pertanggung jawaban mutlak, dimana unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan.
''Sehingga perbuatan melawan hukum terkait dengan limbah B3, B3 atau yang beresiko tinggi yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap dapat dimintai pertanggung jawabannya untuk membayar ganti kerugian lingkungan tanpa perlu membuktikan unsur kesalahan,'' tegas Bambang.
RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah diserahkan pemerintah kepada Ketua DPR RI, Rabu (12/2) lalu, terdiri dari 79 UU dengan 15 bab dan 174 pasal. Keseluruhan draf ini akan dibahas pemerintah dengan DPR melalui tujuh komisi yang terlibat melalui mekanisme DPR.
Sesuai prosedur, setelah RUU diserahkan, maka selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna untuk kemudian dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Dalam prosesnya, Bamus akan membuka ruang kepada seluruh elemen publik untuk memberikan masukan terhadap draf tersebut.
"Pada proses pembahasan di DPR nantinya, semua elemen masyarakat dapat mengetahui dan melihat manfaatnya,'' pungkas Bambang. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia