RUU Pemindahan Ibu Kota tidak Boleh Sembarangan

Sabtu, 31 Agustus 2019 – 17:53 WIB
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan penyerahan rancangan undang-undang (RUU) pemindahan ibu kota kepada DPR akhir 2019. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam merumuskan RUU.

Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing mengatakan, berdasar diskusi yang dilakukannya dengan salah satu pakar hukum dari salah satu universitas di Kaltim, banyak hal penting yang harus dirumuskan dalam RUU itu.

BACA JUGA: Seperti ini Mimpi Besar Mentan Sambut Ibu kota Baru

Menurut dia, hal tersebut penting supaya rencana pemindahan ibu kota berjalan baik dan tidak mendapat permasalahan yang signifikan dari aspek hukum.

"Beberapa kesimpulan utama adalah bahwa keputusan politik pemindahan ibu kota ke Kaltim akan memengaruhi bangunan hukum pada masa depan terutama mendudukkan status ibu kota dalam kerangka administratif ke wilayahan," urainya, Sabtu (31/8).

BACA JUGA: PNS Pusat Khawatirkan Fasilitas Pendidikan di Ibu Kota Baru? Ini Pesan Mendikbud

BACA JUGA: Dampak Negatif Pemindahan Ibu Kota Bagi Ambisi Politik Anies Baswedan

Emrus melanjutkan, dalam perspektif hukum, keputusan ini juga tidak ada yang salah. Sebab, kata dia, kapasitas hukum selalu tidak mampu mengejar peristiwanya. Hukum sebagai instrumen akan menyesuaikan fakta politik, sosial lainnya. Ini juga sekaligus sebagai respons terhadap varian persepsi sosial yang masih ada pandangan tidak layak atau layak atas pemindahan ibu kota.

BACA JUGA: Bambang: Pangkalan Militer di Kutai Kartanegara, Istana Presiden di Penajam Paser Utara

Emrus menjelaskan, suatu catatan penting dalam diskusi itu adalah bahwa lokasi yang ditunjuk sebagai ibu kota baru merupakan wilayah RI, sama dengan Jakarta. "Karena itu, penetapan sebagian wilayah Kaltim menjadi ibu kota negara tidak akan pernah akan dianggap salah dari sisi hukum," jelasnya.

Di sisi lain, lanjut dia, proses legislasi akan terus mengemuka dan tak terhindarkan dari seluruh tahapan pembangunan serta pemindahan ibu kota untuk merespons berbagai kebutuhan yang terkait dengan pengaturan menganai daerah khusus ibu kota.

Karena itu, kata Emrus, dalam RUU harus digagas beberapa elemen penting. Seperti aspek kepastian titik koordinat area inti dan penyangga ibu kota. Lahan yang berstatus hak, aspek lingkungan, dan larangan atas praktik ketidakpastian berusaha terkait dengan pengembangan ibu kota dan sekitarnya.

"Selain itu, dalam RUU tersebut harus juga dibuat pasal-pasal yang sifatnya antisipatif agar benar-benar ibu kota yang baru ini dapat diwujudkan," jelasnya.

Menurut dia, ada tiga pasal yang sifatnya antisipatif dalam RUU tersebut. Pertama, menetapkan interval waktu dalam bentuk tahun yang terukur proses pembangunan dan pemindahan ibu kota. Misalnya, pembanguan dan pemindahan ibu kota negara selama 20 tahun.

Kedua, atas dasar interval waktu tersebut, dalam RUU mewajibkan setiap presiden berikutnya melanjutkan pembangunan sesuai dengan bagian yang ditugaskan kepadanya yang sudah dirumuskan dalam RUU ini.

Ketiga, perlu dipikirkan dalam RUU tersebut melarang paslon capres dan cawapres mengampanyekaan penghentian pembangunan dan pemindahan ibu kota.

Keempat, siapa pun baik itu pejabat negera, pemerintah maupun pihak swasta, melakukan korupsi terkait pembangunan dan pemindahan ibu kota diberi hukuman sangat berat.

"Jika RUU ini dibuat sangat hati-hati dan bagus, maka dapat mendukung terwujud ibu kota negara kita yang clean city, beautiful city, green city dan smart city yang bertaraf internasional," ujarnya.

Oleh karena itu, siapa pun terutama para politisi, penyelenggara negara, pejabat pemerintah yang ada di Jakarta harus berbangga dan berbahagia bahwa ada wilayah pengujian kecerdasan baru.

Apakah memikirkan Indonesia akan lebih secerdas saat mereka bermukim di Jakarta atau kecerdasan mulai terusik ketika berhadapan dengan realitas pembangunan pemindahan ibu kota yang jauh lebih baik.

"Instrumen hukumlah yang bisa menyadarkan bahwa memindah ibu kota negara sama sekali bukan perbuatan penufakatan pelanggaran hukum," pungkasnya. (Boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ari Darmastuti Usul Pemindahan Ibu Kota Dikaji Ulang dari 3 Aspek


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler