RUU Perlindungan Data Pribadi Harus Jeli Melihat Perkembangan ITE Dunia

Selasa, 04 Agustus 2020 – 23:59 WIB
Syaifullah Tamliha. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fraksi PPP Syaifullah Tamliha mengatakan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) harus betul-betul dibuat untuk mengantisipasi pesatnya laju informasi dan transaksi elektronik atau ITE.

"Jangan sampai (seperti) banyak di Komisi I itu RUU yang revisi-revisi," kata Tamliha dalam diskusi "RUU Perlindungan Data Pribadi, Dapatkah Data Warga Terlindungi?" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/8).

BACA JUGA: Terungkap Cara dan Alasan Pelaku Membobol Data Pribadi Denny Siregar

Dia mencontohkan seperti UU Penyiaran yang sudah dianggap tidak layak lagi, kemudian dilakukan revisi. "Ini revisi yang ketiga UU Penyiaran," katanya.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menambahkan dalam membuat RUU PDP juga harus jeli membaca seperti apa pesatnya perkembangan ITE di dunia pada masa yang akan datang.

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid Minta Pemerintah Lindungi Data Pribadi

"Jangan sampai bolak-balik merevisi sebuah undang-undang yang itu memerlukan biaya yang cukup besar," ungkapnya.

Anggota Komisi I DPR Christina Ariyani mengatakan RUU PDP merupakan inisiatif pemerintah. Menurut dia, pemerintah sudah merasakan adanya kebutuhan legislasi primer yang mengatur tentang PDP.

Christina mengatakan memang banyak sekali kasus kebocoran, penyalahgunaan hingga jual beli data yang terjadi.

Dia menjelaskan walaupun ada beberapa pengaturan bersifat sektoral yang tersebar di beberapa UU, seperti UU Perbankan, UU Adminduk, UU ITE, tetapi implementasi atau penegakan hukum terkait kasus perlindungan data pribadi belum maksimal.

Akibatnya, kata Christina, peristiwa-peristiwa berkaitan dengan kebocoran, penyalahgunaan, jual beli data terus berulang terjadi.

"Menangkap keresahan itu, maka kami di Komisi I DPR sepakat kalau RUU (PDP) ini sudah urgen sifatnya. Ini masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020, yang targetnya harus diselesaikan di Oktober ini," kata dia dalam diskusi tersebut.

Menurut Christina, Komisi I DPR sudah melakukan rapat maraton dengan akademisi, asosiasi pelaku usaha, masyarakat sipil untuk memberikan masukan-masukan terkait RUU PDP.

"Jadi, sepertinya sejauh ini pemahamannya sama, Indonesia membutuhkan legislasi primer terkait perlindungan data," kata politikus Partai Golkar ini.

Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan Presiden Joko Widodo sudah berkali-kali bicara pentingnya perlindungan data pribadi.

Menurut Sukamta, data pribadi adalah kekayaan baru dan menjadi properti seperti kendaraan dan rumah. Namun, dia menyayangkan perlindungan data pribadi masyarakat belumlah memadai.

"Walaupun kita punya 32 undang-undang dan peraturan yang menyebar ke mana-mana, tetapi secara komprehensif yang mengatur ini belum cukup," kata Sukamta dalam diskusi itu.

Menurut Sukamta, peristiwa pembocoran data sudah sering terjadi. Dia menjelaskan Digital Forensic Indonesia (DFI) pernah merilis ada 7,5 miliar kebocoran data global selama 15 tahun.

Ia menambahkan untuk Indonesia saja ada belasan juta data yang bocor mulai dari nama, alamat, nomor telepon, alamat email, tanggal lahir, password dan seterusnya.

Sukamta menyatakan mungkin bagi sebagian besar kalangan yang tidak concern terhadap teknologi digital, hal ini dianggap bukan sebuah kehilangan. Namun, kata dia, bagi yang concern urusan digital ini adalah suatu kekayaan yang luar biasa.

"Tentu perlindungan data ini menjadi penting. Ini perlu menjadi perhatian negara, karena ini bagian dari hak asasi manusia sebetulnya," ujarnya. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler