jpnn.com - JAKARTA - Dari empat RUU pemekaran di wilayah Sumut, hanya satu yang menghadapi ganjalan, yakni RUU pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap). Berdasar kajian dan pengecekan Kemendagri, Kota Sibolga belum menyatakan secara resmi ikut bergabung dengan Protap.
Sementara, tiga RUU lainnya, yakni pembentukan Provinsi Kepulauan Nias, Kabupaten Simalungun Hataran yang ingin pisah dari induknya Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Pantai Barat Mandailing, berdasar kajian kemendagri, dinyatakan memenuhi persyaratan PP Nomor 78 Tahun 2007.
BACA JUGA: Ayam Formalin Beredar di Bogor
"Untuk Provinsi Tapanuli, Kota Sibolga masih harus diklarifikasi. Untuk pemekaran Simalungun memenuhi (persyaratan, red), begitu juga Provinsi Nias dan pemekaran di Mandailing Natal," ujar Kasubdit Penataan Daerah Kemendagri, Slamet Endarto, kepada JPNN kemarin (27/6).
Namun, baik kubu pemerintah dan DPR mengakui, kajian tersebut masih merupakan sikap sepihak pemerintah dalam hal ini kemendagri. Mengenai lolos tidaknya pembahasan keempat RUU pemekaran di wilayah Sumut itu, sepenuhnya tergantung proses pembahasan DPR, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
BACA JUGA: Balai Arkeolog Palembang Temukan Situs Peninggalan Abad ke-18
Bahkan, menurut Slamet Endarto, dari sejumlah pembahasan RUU pemekaran sebelumnya yang menjadi inisiatif DPR, nyaris semuanya akhirnya disahkan menjadi UU, meski berdasar kajian pemerintah hanya sedikit saja yang dinyatakan memenuhi persyaratan.
"Ambil contoh pembahasan 17 RUU sebelumnya. Hanya satu yang dinyatakan memenuhi persyaratan oleh pemerintah, tapi toh semuanya juga disahkan. Terus yang 19 RUU, oleh pemerintah hanya tiga yang dinyatakan memenuhi syarat, tapi akhirnya 18 disahkan. Hanya satu yang belum disahkan, itu pun karena ditarik sendiri oleh daerah untuk diselesaikan dulu persoalan yang masih mengganjal," beber pejabat kemendagri yang mengurusi hal teknis persyaratan pemekaran itu.
BACA JUGA: Mufidah Blusukan di Ranah Minang
Memang, lanjutnya, pemerintah harus mengacu pada persyaratan baku di PP 78 Tahun 2007. Namun, lanjutnya, DPR berhak menggunakan pertimbangan-pertimbangan lain seperti geopolitik. geografis, dan kewilayahan.
"Ini kan RUU inisiatif DPR. Tentu lah pemerintah juga menghargai. Kecuali jika inisiatif pemerintah," ujar birokrat yang dekat dengan kalangan jurnalis itu.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengakui, memang dari paket 65 RUU pemekaran, hasil kajian pemerintah hanya sekitar separohnya saja yang memenuhi persyaratan.
Hanya saja, kata politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu, penentuan layak tidaknya versi pemerintah, hanya menggunakan kajian akademis dan pengecekan lapangan. Jadi, lanjutnya, hasil kajian pemerintah masih harus dibahas lagi bersama DPR.
"Hasilnya bagaimana, ya tergantung nanti proses pembahasan DPR bersama pemerintah," terang Hakam Naja kepada JPNN kemarin (27/6). (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 7 Seruan MUI Jelang Ramadan dan Pilpres
Redaktur : Tim Redaksi