RUU SDA Batal Disahkan, Pemanfaatan Sumber Daya Air Ilegal Bisa Makin Marak

Selasa, 10 September 2019 – 14:47 WIB
Seorang pengunjung melihat secara langsung pengelolaan air bersih di DAM Duriangkang. Foto: Pradanna P Tampi/antara

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) batal mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air (SDA) menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna ke-6 masa persidangan I Tahun Sidang 2019-2020, Selasa (3/9) lalu. Hal itu disebabkan ada pembahasan teknis yang belum sempurna.

Ketua Komisi V DPR RI, Fary Djemi Francis, mengatakan Komisi V DPR dan Pemerintah telah menyetujui RUU SDA pada Pembicaraan Tingkat I. Karena itu menurutnya, RUU SDA ini sudah selesai di tingkat DPR.

BACA JUGA: Mesin ATM Dibobol dengan Las, Perampok Gondol Sejumlah Uang Tunai

Namun, dia menjelaskan bahwa penundaan pengesahan RUU ini dikarenakan masih ada hal-hal yang perlu disinkronisasikan di tingkat pemerintah.

"Di tingkat pengambilan keputusan di komisi V sudah kita tetapkan, tetapi masih ada usul dan saran dari pemerintah yang masih perlu disinkronisasikan, terutama berkaitan dengan pengelolaan SDA permukaan dan cekungan air tanah," tutur Fary.

BACA JUGA: Indonesia vs Thailand: Baru Laku 7.000-an Tiket, Timnas Garuda Sepi Dukungan?

DPR menginginkan agar aturan terkait pengelolaan SDA permukaan dan air tanah akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, tetapi pemerintah menginginkan supaya aturan tersebut dicantumkan dalam RUU SDA.

Melihat berlarut-larutnya pengesahan RUU SDA ini, Ahi Hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Heru Hendrayana, mengkhawatirkan terjadinya pemanfaatan ilegal dari sumber daya air ini yang malah semakin marak, di mana pengambilan airnya dilakukan tanpa ijin dan tidak terkontrol.

BACA JUGA: Berita Duka, Sarwanto Samiri Adam Meninggal Dunia

“Pelanggaran terhadap perijinan pemanfaatan SDA bisa semakin marak karena tidak ada lagi penegakan hukum terhadap SDA ini,” ujarnya.

Yang jelas, kata Heru, tidak ada lagi kepastian hukum pada pengelolaan SDA karena UU SDA yang diacu saat ini adalah UU Pengairan karena Mahkamah Konstitusi telah membatalkan UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air pada 18 Februari 2015.

“Nah, UU Pengairan itu tidak dapat mengakomodir kondisi SDA saat ini. UU ini lebih banyak mengatur air untuk pengairan,” ucapnya.

Selain itu, Peraturan Perundangan di tingkat daerah juga menjadi tidak pasti karena tidak adanya cantolan hukum untuk pemanfaatan dan pengusahaan SDA.

“Hal itu menyebabkan konservasi dan perlindungan SDA tidak optimal dilaksanakan di tingkat daerah,” kata Heru.

Berlarut-larutnya pengesahan RUU SDA itu juga menyebabkan letidak pastian hukum bagi para pengusaha, khususnya pengguna SDA. “Ini menyebabkan ketakutan bagi para industri pengguna air yang akan datang ke Indonesia. Artinya, investor ragu-ragu untuk berinvestasi,” ujarnya.

Dalam catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi paling besar pada 2018 lalu masih berasal dari sektor listrik, gas, dan air yang mencapai Rp 117,5 triliun atau 16,3% dari total investasi, di mana Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor ini sebesar Rp 392,7 triliun atau 15 persen) dari total investasi.

Heru mengatakan pemerintah daerah juga masih belum berani atau ragu-ragu untuk mengimplementasikan program-program pengelolaan SDA jika RUU SDA ini belum disahkan. “Ini bisa menyebabkan kondisi SDA semakin tergradasi secara kuantitas dan kualitas,” ucapnya.

Direktur Center for Regulation, Policy, and Governance (CRPG), Mohamad Mova Al'Afghani, melihat berlarut-larutnya pengesahan RUU SDA ini akan menghambat pencapaian target 100-0-100 pada 2019 karena investasinya mandeg.

Program ini merupakan pemenuhan target 3 sektor, yaitu pemenuhan 100% akses layak air minum, pengurangan kawasan kumuh menjadi 0 persen, dan pemenuhan 100 persen akses sanitasi layak. "Semua butuh investasi, dan investasinya mandeg karena terlalu lama RUU ini tidak diundangkan," kata Mova.

Sementara Pakar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Alvin Syahrir, mengemukakan perlunya UU SDA yang baru itu disebabkan UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang berlaku saat ini pasca pembatalan UU SDA oleh MK sudah ketinggalan zaman untuk digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pengelolaan sumber daya air.(jpg/jpnn)


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler