jpnn.com, JAKARTA - RUU SDA (Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air) disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (17/9).
UU SDA yang terdiri dari 16 Bab dan 79 pasal ini dipastikan masih tetap memberikan peluang bagi para pelaku usaha untuk mengelola sumber daya air.
BACA JUGA: Pakar: RUU SDA Harus Mengatur Hak Publik Atas Air
Saat menyampaikan laporan di depan rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Wakil Ketua V DPR Lasarus, mengatakan, RUU SDA ini telah mendapat persetujuan seluruh fraksi secara bersama dengan pemerintah dalam Forum Papat Pembicaraan Tingkat I Pengambilan Keputusan pada Senin, 26 Agustus 2019. RUU SDA ini merupakan inisiatif DPR pada 10 April 2018.
“Air sebagai bagian dari sumber daya air merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, dan dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai amanat Pasal 33 ayat 2 dan 3 UUD NRI Tahun 1945,” ujarnya.
BACA JUGA: Intan: RUU SDA Jamin Hak Warga Memperoleh Air Bersih
Ada 10 materi pokok yang diatur dalam UU SDA ini. Pertama, penguasaan negara dan hak rakyat atas air. Kedua, wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan SDA. Ketiga, pengelolaan SDA.
Keempat, perijinan penggunaan SDA. Kelima, sistem informasi SDA. Keenam, pemberdayaan dan pengawasan. Ketujuh, pendanaan. Kedelapan, hak dan kewajiban, Kesembilan, partisipasi masyarakat. Kesepuluh, koordinasi.
“Selain itu, diatur pula mengenai ketentuan penyidikan dan pidana atas pelanggaran ketentuan dalam UU ini. UU ini menegaskan hak rakyat atas air guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dijamin oleh negara. Selain itu, juga menjamin hak rakyat dalam memperoleh akses untuk pemanfaatan SDA,” ucapnya.
Menkumham Yasonna H. Laoly mengatakan, RUU SDA merupakan manifistasi dan semangat cita-cita serta komitmen pemerintah dan DPR dalam menegaskan pemaknaan penguasaan negara atas air, sebagaimana tercantum dalam UUD NRI tahun 1945 dan putusan MK tentang pembatasan pengelolaan SDA.
“RUU SDA yang diinisiasi DPR ini mutlak diperlukan mengingat air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi keberlangsungan mahluk hidup di dunia ini,” katanya.
“Ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, mewajibkan kita untuk mengelola SDA dengan memperhatikan keselarasan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi, serta selaras untuk mewujudkan sinergitas dan keterpaduan antar wilayah, antarsektor, dan antargenerasi, guna memenuhi kebutuhan rakyat atas air,” tuturnya.
Dikatakan, UU SDA yang terdiri dari 16 Bab dan 79 Pasal ini mengatur tentang penggunaan SDA di Indonesia secara utuh. UU SDA ini juga sudah mengakomodir kebutuhan dan dinamika yang terjadi saat ini, seperti jaminan kebutuhan pokok sehari-hari minimal sebesar 60 liter per orang per hari, pengelolaan sistem irigasi sebagai satu kesatuan single management sistem, perkuatan pengawasan dalam pengelolaan SDA.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut dan dengan keyakinan bahwa RUU SDA telah memenuhi proses pembahasan yang mendalam, ijinkan kami mewakili Wakil Presiden dalam Rapat Paripurna ini mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa Presiden menyetujui RUU SDA untuk disahkan menjadi UU,” katanya.
RUU SDA menggantikan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Keputusan MK nomor 85/PUU-XII/2013.
Pada pembahasan di Panja RUU pada 26 Agustus 2019, dipastikan pengelolaan AMDK (air minum dalam kemasan) tetap terbuka oleh pelaku usaha. Selain itu, soal ketentuan penyisihan 10 persen laba untuk konservasi sumber daya air dicoret, dengan biaya jasa pengelolaan sumber daya air (BJPSDA) yang sudah berlaku.
"Soal AMDK sudah tidak ada masalah. Swasta tentu saja boleh mengelolanya. Tidak ada yang berubah," tegas Ketua Panja RUU SDA Lasarus. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad