jpnn.com - Calon Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengatakan, banyak tantangan era reformasi yang sampai sekarang belum bisa terselesaikan dengan baik.
Mulai dari menghapus kemiskinan, melawan kebodohan, membangun demokrasi substansial, mewujudkan kesejahteraan sosial, hingga membangun hubungan kewargaan yang egaliter, masih menjadi pekerjaan rumah.
BACA JUGA: Ikhtiar Cak Nanto untuk Muhammadiyah dan Bangsa
"Karena itu Pemuda Muhammadiyah merasa terpanggil untuk melakukan dakwah kebaikan (fastabiqul khairat) dalam ruang dialektis sejarah republik Indonesia. Sebagai sebuah organisasi otonom Muhammadiyah, PM memiliki visi mewujudkan cita-cita ke-Indonesiaan dan ke-Islaman sekaligus," ujar pria yang akrab disapa Cak Nanto itu dalam keterangan persnya, Rabu (21/11).
Dikatakannya, PM yang kini berusia 83 tahun memiliki tujuan yang tidak berbeda dengan Muhammadiyah yang telah berusia satu abad lebih. Baik Muhammadiyah maupun PM terhitung lebih tua dari usia Republik Indonesia.
BACA JUGA: Polri Akui Ada Anggotanya Datangi Kantor Pemuda Muhammadiyah
Karena itu, sebagai organisasi yang ikut ambil bagian dari proses berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), PM berkewajiban untuk mempersembahkan yang terbaik demi terwujudnya cita-cita kebangsaan dan keumatan.
"Dalam konteks ini, muktamar PM yang akan dilaksanakan di Jawa Tengah pada November 2018 wajib mengambil berbagai keputusan strategis," tegas dia.
BACA JUGA: Tak Recoki Pemuda Muhammadiyah, Polri Tepis Tuduhan Dahnil
Cak Nanto menegaskan, sudah saatnya PM membangun blok historis perubahan ke arah yang lebih baik dan berorientasi jangka panjang. Blok historis PM diwujudkan dengan membangun agenda perubahan yang serius dan berkelanjutan.
Pembangunan blok historis, tambah dia lagi, tidak akan terwujud jika PM mengabaikan kekuatan basis massa. Penguatan massa PM menjadi jawaban untuk mewujudkan cita-cita keislaman dan ke-Indonesiaan. "Agenda ini perlu dilakukan dengan optimalisasi pemberdayaan kader di banyak ruang dan di setiap lini kehidupan," tutur Cak Nanto.
Mengingat beragamnya latar belakang kader, lanjutnya, kerja-kerja penguatan basis massa PM akan berhasil jika ditopang oleh pemimpin yang menggerakan model kepemimpinan kolektif. "Kepemimpinan yang menampilkan gaya bos, ala asal bapak senang, bukanlah ciri kepemimpinan PM. Model-model kepemimpinan otoriter, ABS, tebar pesona, menjadi aib organisasi yang harus diletakkan dalam parit sejarah peradaban PM," singgung dia.
"Model kepemimpinan semacam ini berlangsung selama empat tahun belakangan, disadari banyak pihak telah menghilangkan dimensi vital sebuah gerakan dakwah Pemuda Muhammadiyah," tambah Sunanto.
Karena itu, Cak Nanto menawarkan kepemimpinan alternatif yang diharapkan dapat menjadi lokomotif pembangunan blok historis PM. "Kepemimpinan alternatif itu terbingkai dalam tema besar Penguatan Basis Kader dan Optimalisasi Pemberdayaan Kader Pemuda Muhammadiyah Dalam Menyongsong Zaman Baru," pungkasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahnil Muhammadiyah Lepas Status PNS demi Prabowo-Sandi
Redaktur & Reporter : Adil